Selama ini terjadi penipuan terhadap jemaat. Ada gereja-gereja tertentu
yang selalu berbicara bahwa Tuhan memberi kelegaan yang sama dengan
kegirangan, kemudian menyanyikan dan menjadi tema-tema utama dalam
percakapan. Sejatinya itu bukanlah kelegaan atau kegirangan yang
dimaksud oleh Tuhan. Mereka diajar untuk menyanjung-nyanjung Tuhan atas
kebaikan dan kuasa-Nya. Mereka mendorong jemaat untuk menemukan kelegaan
dengan iman, yaitu percaya kepada Tuhan yang mau dan mampu menolong
dalam persoalan yang bertalian dengan pemenuhan kebutuhan jasmani.
Jemaat dijanjikan memperoleh kelegaan dari masalah ekonomi, kelegaan
dari sakit penyakit dan lain sebagainya. Di sini kelegaan dipahami dan
disejajarkan dengan kelimpahan berkat materi, kesembuhan, keberhasilan
karir dan lain sebagainya. Kelegaan seperti ini adalah kelegaan yang
justru membuat seseorang tidak menjadi lega. Mereka semakin terikat
dengan keinginan-keinginan dunia ini. Pada akhirnya mereka semakin jauh
dari kelegaan Tuhan yang memuat damai sejahtera Allah yang tidak sama
dengan yang diberikan dunia kepada mereka. Kelegaan dari Tuhan yang
memberi damai sejahtera dapat dialami setelah seseorang belajar dari
Tuhan. Belajar dari Tuhan artinya mengikuti seluruh filosofi dan jejak
kehidupan Tuhan Yesus Kristus. Jadi, seseorang tidak akan mengenal dan
mengalami kelegaan yang sejati kalau tidak belajar terlebih dahulu dari
Tuhan. Tegas sekali Tuhan Yesus berkata “belajar padaku”.
Untuk itu hendaknya kita tidak hanya melihat Matius 11:28, tetapi juga ayat 29, yaitu bagaimana mekanisme kelegaan itu bisa diterima dan dialami oleh orang percaya. Tidak cukup hanya didoakan atau penumpangan tangan kemudian secara langsung dan ajaib memperoleh kelegaan. Kadang-kadang mereka yang telah didoakan tersebut merasa telah memiliki damai sejahtera Tuhan, padahal itu palsu. Damai sejahtera palsu itu juga dimiliki oleh berbagai agama di dunia ini yang membuat pengikut agamanya setia dan tekun terhadap agamanya. Mereka mengaku bahwa dengan menganut agama tersebut mereka merasa damai dan tenang. Di lingkungan jemaat Kristen. tidak sedikit jemaat yang diberi “permen” damai palsu tersebut didayagunakan dan dimanfaatkan hanya untuk kepentingan rohaniwan, keluarganya dan institusinya (lembaga). Seakan-akan para rohaniwan tersebut telah menuntun mereka kepada kebenaran atau memberi pelayanan rohani yang baik dan memadai. Padahal jemaat tidak diajar untuk meninggalkan kesenangan dunia. Hal ini berlangsung selama bertahun-tahun sampai jemaat tersebut meninggal dunia dan tidak pernah menemukan kelegaan yang sejati.
Seseorang tidak akan mengenal dan mengalami kelegaan yang sejati kalau tidak belajar terlebih dahulu dari Tuhan.
Untuk itu hendaknya kita tidak hanya melihat Matius 11:28, tetapi juga ayat 29, yaitu bagaimana mekanisme kelegaan itu bisa diterima dan dialami oleh orang percaya. Tidak cukup hanya didoakan atau penumpangan tangan kemudian secara langsung dan ajaib memperoleh kelegaan. Kadang-kadang mereka yang telah didoakan tersebut merasa telah memiliki damai sejahtera Tuhan, padahal itu palsu. Damai sejahtera palsu itu juga dimiliki oleh berbagai agama di dunia ini yang membuat pengikut agamanya setia dan tekun terhadap agamanya. Mereka mengaku bahwa dengan menganut agama tersebut mereka merasa damai dan tenang. Di lingkungan jemaat Kristen. tidak sedikit jemaat yang diberi “permen” damai palsu tersebut didayagunakan dan dimanfaatkan hanya untuk kepentingan rohaniwan, keluarganya dan institusinya (lembaga). Seakan-akan para rohaniwan tersebut telah menuntun mereka kepada kebenaran atau memberi pelayanan rohani yang baik dan memadai. Padahal jemaat tidak diajar untuk meninggalkan kesenangan dunia. Hal ini berlangsung selama bertahun-tahun sampai jemaat tersebut meninggal dunia dan tidak pernah menemukan kelegaan yang sejati.
Seseorang tidak akan mengenal dan mengalami kelegaan yang sejati kalau tidak belajar terlebih dahulu dari Tuhan.
No comments:
Post a Comment