Thursday 20 December 2012

Jangan Menjadi Kendor

FirmanTuhan berkata: “Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan (Rm. 12:11). Kerajinan apakah yang dimaksud dalam ayat ini ? Dalam teks bahasa Inggris versi King James, Roma 12:11 diterjemahkan sebagai berikut: “Not slothful in business, fervent in spirit, serving The Lord. Kata “slothful (malas)” dalam teks aslinya adalah okneros yang dapat diterjemahkan “tardy atau indolent”. Okneros menunjuk kepada kegiatan yang geraknya lambat atau kurang aktif . Kata kerajinan dalam teks ini sebenarnya terjemahan dari spoudi, yang dapat diterjemahkan speed, kecepatan. Speed kita dalam bertumbuh dan melayani Tuhan tidak boleh lambat. Kata bernyala-nyala dalam teks bahasa Inggris diterjemahkan fervent, sama artinya to be hot (tetap panas), tidak menjadi dingin atau suam-suam. Kerajinan dalam ayat ini bisa menunjuk suatu kecepatan (speed). Tuhan menghendaki agar Natal tidak mengurangi kecepatan mengembangkan karunia Roh Kudus yang berguna membangun iman. Hiruk-pikuk merayakan Natal jangan sampai mengurangi porsi mencari Tuhan melalui belajar kebenaran Alkitab, berdoa dan membangun persekutuan satu dengan yang lain dalam kasih Allah. Oleh sebab itu dalam merayakan Natal jangan tenggelam dengan berbagai kesibukan yang membuat iman kita tidak bertumbuh dalam pertumbuhan yang benar.

Pada bulan Desember, di satu pihak kelihatannya orang Kristen bergerak dalam suatu gerakan yang lebih aktif. Orang Kristen memobilisasi diri masuk atmosfir Natal yang speed-nya tinggi, tetapi bukan tidak mungkin justru pertumbuhan rohaninya lambat. Sebenarnya banyak kehidupan rohani menjadi suam-suam. Untuk itu dibutuhkan kepekaan untuk menangkap realitas ini. Hendaknya Natal tidak membuat drive orang percaya terganggu sehingga speed dalam pertumbuhan menuju kesempurnaan seperti Kristus menjadi lambat. Hendaknya proses membangun pertumbuhan iman tidak digantikan oleh kesibukan Natal yang tidak membawa kepada pertumbuhan yang benar. Baju baru, pohon terang, seragam, pengisian acara, dan lain sebagainya tidak boleh menjadi primadona kesibukan sehingga keluar dari jalur pertumbuhan iman yang benar. Hal ini bukan berarti anti pohon terang, baju baru, seragam, pesta Natal dan lain sebagainya. Maksud tulisan ini adalah bahwa kita harus tetap mengutamakan apa yang harus tetap diutamakan, yaitu pendewasaan iman. Penjelasan ini hendaknya tidak disikapi negatif. Bagi orang percaya yang sudah akil balik atau dewasa, mereka pasti dapat mengerti kebenaran ini dan tetap ada dalam cengkeraman atmosfir Kerajaan Allah, bukan atmosfir hari raya.

Hendaknya fokus orang percaya bukan pada hari raya apapun, tetapi tetap dalam arah pertumbuhan iman yang benar

Wednesday 19 December 2012

Romans 12:21

Many of you, My people, are experiencing an almost unexplained sense of irritation with people around you. Beloved, this is something in you that has come up so that you can deal with the root of your irritability. Do not blame others for your reactions. Look squarely at the cause in yourself that creates this haughty response. It is an ungodly attitude that needs to be adjusted, says the Lord. I will give you wisdom and help you overcome.

Romans 12:21 Don’t be overcome by evil, but overcome evil with good.

Pertaruhan Yang Sia-Sia

Sepertiyang dapat ditangkap, dalam merayakan Natal banyak orang Kristen mempertaruhkan begitu banyak dana untuk hal-hal yang tidak membawa iman kita kepada kesempurnaan. Dana yang sebenarnya dapat digunakan untuk menolong orang miskin, mendukung penginjilan yang dampaknya memiliki gema panjang bahkan sampai keabadian, ternyata hanya digunakan untuk hal yang tidak berarti banyak. Seharusnya dana yang begitu besar yang dipertaruhkan untuk dana Natal dapat digunakan untuk menyelamatkan jiwa-jiwa, dan memindahkannya ke dalam kerajaan sorga. Ini bukan berarti kita tidak perlu mendukung dana untuk perayaan Natal. Kita harus mendukung perayaan Natal, asal sungguh-sungguh kegiatan tersebut mendatangkan kemuliaan bagi nama Tuhan. Tetapi kalau Natal dirayakan tanpa motif dan tujuan yang benar, maka sebaiknya Natal tidak diselenggarakan. Perlu dicatat di sini bahwa tidak ada perintah untuk menjadikan Natal sebagai hari raya. Justru Alkitab tidak menunjukkan adanya hari raya yang harus dirayakan. Hari raya orang percaya adalah parousia nanti (kedatangan Tuhan Yesus) yaitu Natal ke-dua.

Merayakan Natal harus dengan sikap yang bijaksana. Natal bukan arena pamer atau kompetisi antar gereja yaitu untuk menunjukkan gerejanya adalah gereja yang merayakan Natal paling megah, pohon terangnya paling tinggi, paduan suaranya paling bagus, pestanya paling meriah dan lain-lain. Dalam gereja lokal, bukan ajang kompetisi antar jemaat (siapa yang penampilannya paling menarik). Mari kita merayakan Natal dengan mengedepankan pesan Tuhan yang disampaikan melalui puji-pujian, drama, oratorium, konser dan lain sebagainya. Hendaknya pengisian acara bukan untuk “show”. Sehingga bukan Tuhan yang dimuliakan, tetapi pribadi mereka yang “tampil” di acara Natal tersebut. Mari kita merayakan Natal dengan mengumandangkan kasih Allah dan visinya yaitu keselamatan jiwa manusia dan pendewasaannya guna mempersiapkan orang percaya masuk kerajaan Bapa.Sebab Tuhan Yesus akan datang bukan lagi sebagai bayi kecil, tetapi sebagai Raja di atas segala raja. Merayakan Natal secara bijaksana membuahkan kedewasaan rohani. Natal harus dipimpin Roh Kudus, bukan dipimpin panitia Natal dengan hikmat duniawinya. Kiranya Roh Kudus menuntun hamba-hamba-Nya tetap dijalur kehendak Tuhan. Dengan pesan ini diharapkan tetap ada pada koridor atau jalur yang benar dalam mengiring Tuhan. Dengan pesan ini diharapkan pula roh kita tetap menyala-nyala dengan kobaran api dari perbaraan atau sumber api yang benar. Bukan api asing atau semangat asing yang bukan dari Roh Kudus.

Bagi orang percaya hari raya yang pasti dan wajib dirayakan adalah kedatangan Tuhan Yesus yang kedua nanti.

Tuesday 18 December 2012

Perbaraan Yang Kudus

Kita perlu memeriksa api dalam jiwa kita atau semangat yang menguasai hidup dari waktu ke waktu. Bukan tidak mungkin pada waktu-waktu tertentu jiwa kita tidak terpengaruhi api atau perbaraan yang kudus dan benar dari Tuhan. Dalam hal ini dibutuhkan penerangan dari Roh Kudus dan kejujuran hati memeriksa diri sendiri serta kepekaan yang membuka mata melihat keadaan diri masing-masing secara jujur. Pemazmur dalam Mazmurnya berkata: “Siapakah yang dapat mengetahui kesesatan? Bebaskanlah aku dari apa yang tidak kusadari” (Maz 19:13).

Memasuki bulan Desember orang Kristen dibawa kepada suasana khusus, yaitu suasana Natal. Atmosfir Natal melanda orang Kristen. Ada semacam spirit hari raya, yang bisa diidentifikasi sebagai “spirit Natal;” mencengkeram kehidupan hampir semua orang Kristen. Maksud spirit di sini adalah semangat atau gairah. Gairah Natal telah menguasai kehidupan hampir setiap orang. Sebab telah terbangun suatu kesan bahwa merayakan Natal adalah sebuah kewajiban yang harus dilakukan. Seakan-akan hal itu sejajar dengan perintah Tuhan. Sehingga kalau tidak merayakan Natal dianggap bersalah. Ini suatu kesalahan dari tradisi Kristen yang harus dikoreksi. Mari kita renungkan: Apakah dengan tidak turut hanyut dalam arus hiruk-pikuk merayakan Natal, iman anak Tuhan menjadi lemah? Tentu tidak. Mari kita melihat kenyataan kehidupan iman orang-orang Kristen pada bulan Desember ini. Demi sebuah hari raya yang disebut Natal, orang-orang Kristen telah mengarahkan seluruh potensinya (waktu, tenaga, uang dan lain sebagainya) sehingga mereka tidak lagi memperhatikan pemeliharaan rohani atau pertumbuhan iman yang benar.

Dengan mengemukakan hal ini bukan berarti tidak setuju merayakan Natal.Tetapi seharusnya orang percaya tetap pada arus Roh Kudus yang memimpin pertumbuhan kedewasaan rohani yang benar. Orang percaya harus tetap dalam proses pertumbuhan kesempurnaan seperti Kristus.Proses pendewasaan rohani ini tidak boleh terhambat atau terkendala oleh suasana apapun termasuk suasana atmosfir Natal. Semestinya yang harus tetap mencengkeram adalah Roh Kudus bukan “roh Natal”, yaitu Atmosfir kehadiran Allah melalui Roh-Nya bukan gairah yang lain. Gairah yang melanda orang percaya harus tetap gairah untuk menjadi anak-anak Bapa sorgawi yang menyukakan hati-Nya, bukan gairah merayakan hari raya untuk menyenangkan manusia. Jika sikap terhadap Natal tidak diubah, maka sebagai akibatnya terjadi “turunnya suhu kerohanian yang benar”, yaitu gairah untuk berusaha mencapai kesempurnaan Kristus.

Orang percaya harus punya api atau bara atau gairah yang benar, yaitu diproses menuju kesempurnaan seperti Kristus.

Monday 17 December 2012

Isi Kepedulian Yang Benar

Kepedulian terhadap sesama adalah respon terhadap keselamatan yang Tuhan berikan. Kepedulian ini merupakan kesadaran untuk membalas kebaikan Tuhan. Selama ini tidak sedikit orang Kristen yang “tidak tahu diri”. Mereka sudah memiliki keselamatan oleh korban Tuhan Yesus yang berharga, tetapi masih saja menuntut macam-macam kepada-Nya. Kalau orang Kristen sudah boleh lepas dari api kekal, maka itu sudah cukup. Namun yang terjadi adalah masih saja membujuk-bujuk Tuhan untuk melakukan ini dan itu serta menyampaikan berbagai tuntutan. Ini adalah orang-orang Kristen yang oportunis. Mari kita hayati betapa mahal keselamatan yang Tuhan berikan. Penghayatan ini bisa melahirkan kerinduan untuk membalas kebaikan Tuhan. Orang Kristen yang mencari keuntungan duniawi atau Kristen oportunis tidak akan mengerti kepedulian yang Tuhan kehendaki.

Rasa kepedulian akan terkobar tatkala menghayati nilai keselamatan dan mau belajar membalas kebaikan Tuhan. Dorongan untuk mempedulikan orang lain akan mengalir dalam jiwa seiring persekutuan dengan Tuhan. Kerinduan membalas kasih kepada Tuhan akan menggerakkan seseorang menyerahkan apapun yang dimiliki demi kepentingan-Nya. Menyerahkan segala sesuatu untuk kepentingan-Nya menunjuk mereka yang tidak menyelamatkan nyawanya sendiri. Menjadi pengikut Kristus, bukan hanya mempersiapkan hari esok yang lebih baik bagi diri sendiri, suami, anak-anak dan keluarga, yaitu orang-orang yang dekat di dunia ini. Tetapi juga menjadi hamba yang mempersiapkan hari esok semua orang di kekekalan. Inilah hamba yang peduli terhadap kepentingan Majikannya. Untuk ini pertaruhannya adalah segenap hidup. Kepedulian yang diselenggarakan harus mengacu kepada kepedulian Tuhan Yesus yang rela mengosongkan diri, menanggalkan segala milik-Nya datang ke dunia demi keselamatan manusia. Kepedulian yang benar ini dasarnya adalah kasih bukan upah. Kalau dasarnya upah itu bukanlah kepedulian. Kita harus memeriksa diri, sejauh mana kita telah memiliki kepedulian bagi orang lain dengan dasar ini. Kepedulian harus mengarah kepada keselamatan dalam Tuhan Yesus Kristus, bukan sekedar untuk pemenuhan kebutuhan jasmaninya semata-mata. Keselamatan dalam Tuhan Yesus Kristus tersebut adalah mengembalikan manusia kepada rancangan-Nya. Kepedulian kepada sesama harus membuah kehidupan orang yang diubahkan menjadi mempelai Tuhan atau perawan suci dihadapan Tuhan. Hal ini sama dengan mengantar jiwa-jiwa menjadi anak-anak tebusan Tuhan Yesus yang tidak bercela (2 Kor. 11:2). Mereka yang diubahkan tersebut dilayakkan menjadi keluarga Allah di dunia yang akan datang.

Kepedulian yang benar tidak hanya menyangkut masalah jasmani, tetapi intinya adalah keselamatan semua orang.

Sunday 16 December 2012

Tema Kehidupan Setiap Hari

Pada bulan Desember ketika gereja-gereja merayakan Natal, banyak tema Natal yang indah yang harus dikupas dalam renungan Natal. Tetapi kalau jujur, bisa didapati banyak tema bagus dan menarik yang hanya menjadi pajangan panggung. Seribu pesan disampaikan tetapi Natal berlalu tanpa kesan. Ada satu satu tema Natal menarik yang pernah trend diusung yaitu “born to care” artinya dilahirkan untuk peduli. Tentu secara historis kalimat ini ditujukan bagi Tuhan Yesus yang lahir karena kepedulian-Nya kepada manusia. Oleh karena kepedulian-Nya, manusia diselamatkan. Selanjutnya dibalik sorotan secara historis, tentu juga memiliki implikasi yang erat dengan orang percaya yang telah menerima kepedulian-Nya. Di dalam kalimat “Born to Care” juga termuat panggilan untuk meneladani sepak terjang agung-Nya. Ada tantangan atau panggilan di balik kalimat tersebut. “Born to care” harus menjadi tema kehidupan, sesuai dengan nafas kehidupan-Nya bahwa Anak Manusia (Tuhan Yesus) datang bukan untuk dilayani tetapi melayani (Mat. 20:28). Bukan untuk dipedulikan tetapi memperdulikan. Untuk menjadikan kalimat tersebut tema kehidupan ada pertaruhan yang sangat mahal. Pertaruhannya adalah segenap hidup dipersembahkan bagi Tuhan. Artinya semua potensi yang dimiliki diperuntukkan bagi orang-orang yang membutuhkan pertolongan yang ada di sekitarnya. Bukan hanya ada di dalam pengertiannya, tetapi kepedulian harus dimiliki dalam “rasa atau naluri”, yang lahir dari kerelaan untuk memberi diri bagi orang lain.

Berkenaan dengan hal ini, Tuhan mengemukakan perumpamaan dalam Lukas 10:30-37 mengenai orang Samaria yang murah hati. Melalui perumpamaan ini Tuhan Yesus menunjukkan siapa sesama manusia itu. Di dalam fragmen tersebut juga ditampilkan “kepedulian” dari kesadaran yang murni dan tulus orang Samaria. Sebaliknya ada Imam dan Lewi yang melihat orang yang sedang membutuhkan pertolongan tetapi membiarkan orang tersebut menderita tanpa pertolongan. Tentu saja mereka sudah tahu bagaimana memperdulikan sesama. Hal memperdulikan orang lain adalah pokok-pokok pengajaran yang menghiasi bibir mereka setiap hari. Tetapi mereka tidak memiliki hati yang peduli kepada orang lain. Mereka tidak memiliki hati ini “heart for the people” (hati untuk orang lain), walau bisa berteori mengenai kepedulian terhadap sesama. Dikuatirkan banyak orang Kristen mengulangi jejak banyak orang Kristen pada tahun-tahun sebelumnya, membuat tema Natal yang menarik tetapi hanya menjadi hiasan di tembok, berbicara mengenai kepedulian tetapi tidak memiliki rasa kepedulian. Sudah saatnya orang percaya mewujudkan tindakan kepedulian secara nyata.

Jangan hanya mengerti pokok-pokok pengajaran, yang lebih penting adalah melakukannya.

Pantas Disebut Rohaniwan

Salah satu kata yang menunjukkan kelahiran baru selain palin genesia, juga anna genao yang artinya dilahirkan dari atas. Orang yang dilahirkan dari atas akan memiliki kesadaran dan penghayatan hidup bahwa dirinya bukan berasal dari dunia ini (Yoh. 17:16). Roh Kudus menolong murid-murid pertama untuk mengerti apa yang Tuhan Yesus katakan selama tiga setengah tahun mereka bersama-sama dengan Dia. Kalau selama itu, yaitu sebelum Tuhan Yesus dibang­kitkan, mereka memahami perkataan Tuhan Yesus dengan pikiran duniawi, setelah mereka dicelikkan, mereka memahami perkataan Tuhan dengan sudut pandang yang berbeda. Hal ini sama dengan orang-orang Kristen hari ini. Jika mereka belum lahir baru, mereka memahami Alkitab dengan sudut pandang duniawi. Mereka menjadi manusia yang santun tetapi belum lahir baru. Mereka bisa bertheologia dan berbicara mengenai pelayanan, keselamatan dan kemajuan pekerjaan Tuhan. Tetapi sejatinya kiblat atau fokus hidupnya masih di dunia hari ini.

Sebenarnya hal pembelaan terhadap agama dan allah bukan sesuatu yang sulit dilakukan. Pada umumnya orang-orang akan membela agama dan allah yang dipercayai sebagai allah yang benar. Bahkan mereka berani berkorban apa saja yang mereka miliki. Saulus adalah salah satu contoh orang baik, beragama dan setia kepada agamanya tetapi tidak mengalami kelahiran baru. Setelah menjadi Paulus barulah ia mengalami kelahiran Baru (Flp. 3:7-9). Yudas dan Petrus yang belum dipenuhi Roh Kudus adalah contoh orang yang belum dilahirkan baru. Tetapi mereka nampak begitu setia mengikut Tuhan Yesus sebelum Tuhan Yesus di salib.

Nurani yang baik juga belum memenuhi persyaratan untuk mengalami kelahiran baru. Nikodemus termasuk orang yang memiliki nurani yang baik jika dibanding pemimpin agama Yahudi pada waktu itu. Ia mengakui Tuhan Yesus berasal dari Allah. Tetapi ia tidak berani mengambil resiko untuk mengikut Tuhan Yesus, sebab ia akan kehilangan “nyawa”. Selama seseorang masih mempertahankan kehidupan di bumi ini, berarti ia belum dan tidak pernah mengalami kelahiran baru yang sejati. Hendaknya kita tidak merasa sudah lahir baru, kalau hanya memiliki “beban terhadap pekerjaan Tuhan”. Orang yang lahir baru akan memandang pekerjaan Tuhan bukan sebagian beban hidupnya tetapi seluruh kehidupannya. Ia akan rela menyerahkan nyawa dan seluruh miliknya untuk kepentingan pekerjaan Tuhan, sebab ia telah melabuhkan hatinya di Sorga. Seorang yang lahir baru pantas disebut sebagai rohaniwan, siapapun dia dan apapun profesinya.Sebaliknya seorang tokoh agama belumlah pantas disebut itu kalau tidak lahir baru.

Yang telah lahir baru pantas disebut rohaniwan, Yang belum, tidak pantas disebut rohaniwan, meskipun  tokoh agama

Perubahan Yang Menakjubkan

Sebelum Roh Kudus dicurahkan, murid-murid Tuhan Yesus mengikut Tuhan Yesus dengan motif duniawi. Mereka setia kepada Tuhan Yesus karena menghendaki keadaan hidup mereka diubah di dunia ini. Ketika ternyata Tuhan Yesus disalib, maka mereka bermaksud kembali ke profesinya yang lama. Mereka yang nelayan kembali ke danau (entah bagaimana nasib Matius si pemungut cukai, apakah bisa kembali pada kedudukannya semula). Yudas salah satu contoh bahwa selama itu mereka hanya terfokus pada harta dunia dan kedudukan. Mereka juga pernah bertengkar mengenai kedudukan (Mrk. 9:34). Sangat besar kemungkinan kerajaan Sorga yang mereka pahami adalah kerajaan di bumi atau bersifat fisik saat itu juga (Mat. 18:1-2). Selama mereka mengikut Tuhan Yesus, mereka berharap, jika Tuhan Yesus menjadi Penguasa di dunia ini mereka menjadi orang-orang yang berkedudukan tinggi, terhormat dan tentu saja juga kaya. Pikiran mereka benar-benar duniawi semata-mata. Namun demikian Tuhan Yesus begitu sabar menggembalakan mereka, karena waktu itu Roh Kudus belum dicurahkan.

Sejak menerima Roh Kudus, murid-murid memiliki pola berpikir yang berbeda. Roh Kudus yang dijanjikan sungguh-sungguh membawa mereka kepada segala kebenaran (Yoh. 16:13). Sejak itu mereka benar-benar menjadi sangat berubah, seakan-akan menjadi manusia lain. Benar-benar berbeda dengan keadaan mereka sebelum dipenuhi Roh Kudus. Mereka baru mengerti maksud utama kedatangan Tuhan Yesus. Mereka tidak lagi mempersoalkan pemenuhan kebutuhan jasmani. Sejak itu nyawa mereka menjadi tidak berharga demi kepentingan Tuhan dan Rajanya. Sulit menemukan hidup keberagamaan seperti yang mereka miliki. Dalam hal ini mereka baru bisa menggenapi apa yang dikatakan Tuhan Yesus, bahwa hidup keberagamaan mereka harus lebih baik dari hidup keberagamaan ahli-ahli torat dan orang farisi (Mat. 5:20). Dengan cara hidup yang mereka miliki, mereka benar-benar menjadi musafir-musafir di dalam dunia ini, meneladani gaya hidup Tuhan Yesus. Perubahan dari pikiran duniawi yang kiblat dan fokusnya ke dunia kepada kerajaan Sorga adalah ciri seorang yang mengalami kelahiran baru. Orang yang lahir baru akan memikirkan perkara-perkara yang di atas bukan yang di bumi (Kol. 3:1-3). Orang-orang seperti ini akan memahami maksud perkataan Tuhan, bahwa umat pilihan harus mengumpulkan harta di Sorga, bukan di bumi. Orang percaya harus memindahkan hati dari bumi ini ke Sorga (Mat. 6:19-21). Maksudnya memindahkan kiblat atau fokus hidup. Pengharapan hidup ditujukan pada Kerajaan Sorga bukan di bumi ini. Bumi bukan tempat yang menjanjikan untuk dihuni.

Perubahan pikiran dan fokus dari duniawi ke kerajaan Sorga adalah ciri orang yang telah lahir baru.

Bukan Urusan Nanti Tapi Sekarang

Mengapa pikiran duniawi sangat sulit menerima kebenaran Injil yang murni? Sebab kebenaran Injil yang murni memuat maksud utama kedatangan Tuhan Yesus, bertentangan dengan naluri kemanusiaan. Naluri kemanusiaan adalah menjadikan dunia ini sebagai Firdaus, taman yang nyaman. Tetapi Kekristenan mengajarkan bahwa dunia ini adalah medan pertempuran bukan firdaus. Firdausnya orang percaya ada di langit baru dan bumi yang baru. Memang hal ini dipandang oleh banyak orang sebagai sesuatu yang abstrak dan tidak menyenangkan dan terkesan tidak meyakinkan. Mereka berpendirian bahwa urusan di seberang kubur adalah urusan nanti bukan urusan sekarang. Kekristenan menegaskan bahwa justru itu urusan hari ini, bukan urusan nanti. Tuhan menyatakan bahwa sekarang adalah saatnya mengumpulkan harta di Sorga atau bekerja untuk roti yang tidak binasa (Mat. 6:19-20; Yoh. 6: 27-29). Selagi hari siang harus bekerja untuk roti yang tidak dapat binasa, sebab akan datang malam, dimana tidak seorang pun dapat bekerja.

Pengkhotbah 12:1-2 menyatakan umat Tuhan harus mengingat atau berurusan dengan Sang Pencipta sejak masa muda artinya sejak dini. Sebelum tiba hari-hari yang malang dan mendekat tahun-tahun yang dikatakan tidak ada kesenangan di dalamnya. Dalam hal ini harus mengerti apa yang perlu untuk damai sejahtera dalam hidup ini (Luk. 19:42). Yudas salah satu contohnya. Ia tidak mengerti visi utama kedatangan Tuhan Yesus. Ia sibuk dengan apa yang dipandangnya perlu untuk damai sejahteranya, sehingga ia berkhianat dan kehilangan kesempatan untuk memperoleh keselamatan. Juga sebagian besar orang Yahudi menolak Tuhan Yesus karena keinginan dan ambisi mereka yang berseberangan dengan-Nya. Kebenaran Injil akan mencelikkan mata pengertian untuk mengerti apa yang perlu untuk damai sejahtera hidup. Pada mulanya murid-murid Tuhan Yesus tidak mengerti apa yang perlu untuk damai sejahtera mereka. Tetapi kesetiaan dan ketekunan mereka bersama dengan Tuhan akhirnya membuat mereka mengerti kebenaran dan kebenaran itu memerdekakan mereka (Yoh. 8:31-32). Dalam hal ini ketekunan sangat penting. Seperti ketekunan petani yang menggarap ladang sehingga ia menemukan harta yang terpendam di ladang. Harta itu ditemukan di dalam tanah bukan di atas tanah, oleh sebab itu harus tekun berladang dahulu baru menemukan harta tersebut. Sama seperti pedagang yang tekun berjalan keliling sampai menemukan mutiara yang sangat berharga. Mutiara itu tidak ditemukan secara kebetulan, tetapi harus dicari (Mat. 13:44-46). Kesempatan untuk “menemukan” adalah kesempatan mahal yang tidak akan terulang selamanya.

Hidup setelah kubur ditentukan oleh keputusan-keputusan kita hari ini, bukan nanti.

Wednesday 12 December 2012

Memiliki Kehidupan Seperti Guru Agung

Murid-murid Tuhan Yesus berhasil keluar dari hidup keberagamaan yang menekankan hukum (torat) dan ritual agama, masuk ke dalam penyembahan dalam roh dan kebenaran (Yoh. 4:24). Ternyata yang penting dalam mengikut Tuhan Yesus bukanlah kemakmuran lahiriah, tetapi memiliki kehidupan seperti “Guru Agung” dari Nazaret. Itulah sebabnya yang harus digumuli adalah “bertekun dalam pengajaran rasul-rasul” (Kis. 2:41-42). Rasul-rasul adalah murid-murid Tuhan Yesus yang menjadi nara sumber utama pengajaran Tuhan Yesus. Ketekunan mereka mempelajari apa yang diajarkan Tuhan Yesus melalui rasul-rasul membuahkan kehidupan seperti Tuhan Yesus yang akhirnya berbuah panggilan Kristen (Kis. 11:26). Kristen artinya seperti Kristus. Perubahan dari hidup keberagamaan Yahudi beralih berkelakuan seperti Kristus inilah yang disebut sebagai hidup baru. Hal ini tanda dari seseorang yang mengalami kelahiran baru. Pada kenyataannya banyak orang seperti murid-murid Tuhan Yesus sebelum mengerti maksud utama kedatangan Tuhan Yesus. Mereka mengikut Tuhan Yesus dengan berbagai motivasi, diantaranya adalah kemakmuran duniawi. Jika keadaan ini tidak diubah berarti mereka masih kerasukan iblis (Mat. 19:21-23). Mereka mencari Tuhan Yesus karena “makan roti” atau berkat jasmani, bukan karena melihat tanda atau petunjuk arah (Yoh. 6:26). Melihat tanda artinya memahami maksud utama kedatangan Tuhan atau mengerti kemana arah hidup sebagai pengikut-Nya. Betapa tidak mudahnya mencelikkan mata pengertian orang untuk melihat tanda tersebut. Mereka yang sudah diajar dengan benar selama bertahun-tahun saja, nyaris tidak melihat tanda itu apalagi yang tidak diajar mengenal kebenaran. Mereka pasti tidak pernah melihat tanda tersebut, sehingga salah memahami maksud kedatangan Tuhan Yesus.

Dewasa ini banyak pemalsuan ajaran. Mereka mengajarkan suatu pengajaran yang diklaim sebagai ajaran Alkitab atau Firman Tuhan tetapi sebenarnya mereka memalsukan Firman Tuhan (Gal. 1:6-10; 2.Kor. 11:2-4). Pemalsuan tersebut membutakan pengertian banyak orang sehingga mereka tidak pernah diselamatkan. Mereka adalah orang-orang Kristen yang tidak selamat (dikembalikan kepada rancangan semula). Dalam hal ini kita mengerti betapa besar kemarahan Paulus terhadap penyesat-penyesat tersebut sehingga Paulus menjuluki mereka sebagai “anjing” (Yun, Koo-ohn, κύων) (Flp. 3:2). Bahkan Paulus juga menyampaikan seruan “terkutuk” bagi orang yang memalsukan Injil (Gal. 1:6-10). Hal ini menunjukkan betapa pentingnya memahami maksud utama kedatangan Tuhan Yesus. Oleh karena itu, kepada orang percaya harus diajarkan kebenaran Injil yang orisinil.

Janganlah tertipu oleh Injil yang diplesetkan oleh pengajar palsu, Kristen berarti hidup seperti Kristus, bukan hidup berkelimpahan berkat jasmani.

Tuesday 11 December 2012

Karena Mengingini Perubahan Nasib

Betapa sulitnya Tuhan Yesus mencari pengikut dan betapa sulitnya menjadi pengikut Tuhan Yesus pada waktu itu. Tuhan Yesus hadir dalam masyarakat Yahudi yang sangat fanatik terhadap agamanya. Masyarakat pada waktu itu adalah orang-orang Yahudi yang sudah terbiasa dengan sistim keberagamaan yang ketat. Selain itu apa yang diajarkan oleh Tuhan Yesus adalah hal-hal yang sangat bertentangan dengan apa yang diyakini dan dipahami oleh masyarakat Yahudi. Namun demikian masih saja ada orang yang mau mengikut Tuhan Yesus dan meninggalkan segala sesuatu (Mat. 19:27). Mengapa mereka begitu bersemangat mengikut Tuhan Yesus? Jawaban yang paling jujur dan logis adalah bahwa mereka menginginkan kehidupan yang lebih baik dari apa yang mereka telah miliki selama itu.

Murid-murid Tuhan Yesus seperti sebagian besar masyarakat Yahudi menginginkan kemerdekaan dari kekuasaan bangsa asing yang mencengkeram mereka sehingga dapat memperoleh kemakmuran dan kenyamanan hidup. Mereka merindukan suatu kerajaan yang megah dan jaya seperti jaman raja Daud dan Salomo. Itulah yang ada di benak pikiran murid-murid-Nya. Hal ini terbukti dalam berbagai percakapan. Seperti misalnya Petrus yang menghalangi Tuhan Yesus ke Yerusalem, mereka tidak menginginkan Tuhan Yesus mati konyol (Mat. 16:21-23) dan Petrus membawa pedang untuk membela Tuhan Yesus. Anak-anak Zebedius yang menginginkan kedudukan dalam kerajaan Tuhan Yesus (Mat. 20:20-22). Mereka mengikut Tuhan Yesus karena mereka menyaksikan bahwa “guru dari Nazaret” ini hebat. Perhatikan, bagaimana Petrus meninggalkan jalanya dengan serombongan yang lain kerena melihat mujizat, yaitu Tuhan Yesus membuat mereka bisa mendapat ikan dalam jumlah besar dalam sekejap (Luk. 5:1-11). Tidak heran kalau mereka berani meninggalkan segala sesuatu dan menaruh pengharapan mereka kepada sosok yang hebat tersebut. Klimaksnya adalah ketika murid-murid Tuhan Yesus mempertanyakan bilamana Tuhan Yesus akan memulihkan Kerajaan bagi Israel (Kis. 1:6-8). Jadi, selama itu mereka mengikut Tuhan Yesus dengan pengertian yang dangkal, sempit bahkan salah. Tetapi Tuhan memaklumi kebodohan mereka tersebut. Sampai suatu saat mata pengertian mereka dibuka sehingga mereka memahami maksud utama kedatangan Tuhan Yesus ke dalam dunia. Perjalanan dari tidak mengerti sampai mengerti ini tidak singkat dan mudah. Tuhan mengajar mereka selama tiga setengah tahun siang dan malam. Rasanya mustahil untuk bisa mengikut Tuhan Yesus sesuai dengan maksud tujuan Ia datang ke dunia. Tetapi bagi manusia memang mustahil tetapi bagi Allah tidak ada yang mustahil.

Masih ada yang mengikut Tuhan Yesus demi perbaikan nasib, padahal fokus yang benar adalah Langit Baru dan Bumi Baru.

Hidup Baru Yang Sejati

Keagungan hidup kekristenan bukan karena menjadi aktivis atau menjadi pendeta, tetapi senantiasa membawa kematian Yesus di dalam tubuh ini, supaya kehidupan Yesus juga menjadi nyata di dalam tubuh ini (2 Kor. 4:10). Inilah yang Paulus maksudkan dengan “persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya” (Flp. 3:10). Apa maksud pernyataan Paulus ini? Untuk menjawabnya perlulah kita memeriksa secara teliti seluruh perikop di dalam 2 Korintus 4. Perikop ini berbicara mengenai perjuangan Paulus dalam pelayanan yang dipercayakan Tuhan kepadanya (2 Kor. 4:1). Hidup Paulus sepenuhnya merupakan perjuangan untuk pekerjaan Tuhan. Pengorbanannya adalah dari harta, jiwa sampai penderitaan fisik. Hal itu akan membentuk gaya hidup yang diperagakan oleh Tuhan Yesus. Ini adalah profil dari seorang yang telah kehilangan hidup, tetapi memperoleh hidup yang baru. Gaya hidup seperti ini jika terus dikembangkan terus sampai pada kualitas hidup “hidupku bukan aku lagi”, tetapi Kristus yang hidup didalam aku (Gal. 2:19-20).

Ini juga yang dimaksud dalam Kolose 3:1-4, bahwa orang percaya sudah mati, hidupnya tersembunyi bersama dengan kristus di dalam Allah. Sampai pada level ini seseorang dapat disebut sebagai “hidup baru” di dalam Tuhan. Mereka adalah orang-orang yang pantas disebut sebagai pengikut Kristus dan layak disebut sebagai “Kristen” yang artinya seperti Kristus. Sesuai dengan apa yang ditulis oleh Paulus dalam 2 Korintus 4:10, yaitu supaya kehidupan Yesus juga menjadi nyata di dalam tubuh kami. Dengan demikian seseorang barulah menjadi saksi yang efektif yang dapat membuktikan bahwa Tuhan Yesus bukan tokoh dongeng, bahwa Dia adalah Anak Allah yang mati dan bangkit, hidup dan berkuasa yang suatu hari akan tampil sebagai Raja. Kehidupan seperti inilah yang dirindukan oleh Allah Bapa sehingga seseorang pantas mendapat sertifikat yang berbunyi: Inilah anak-Ku yang Ku-kasihi kepadanya Aku berkenan. Dalam hal ini proses keselamatan harus terselenggara dengan baik. Pengalaman ini tidak akan dialami oleh orang yang tidak mengalami kelahiran baru. Gaya hidup seperti ini adalah gaya hidup bangsawan Sorgawi yang bisa diajak menderita bersama dengan Tuhan Yesus. Tentu saja hanya orang-orang seperti ini yang dimuliakan bersama dengan Tuhan Yesus Kristus (Rm. 8:17). Untuk mencapai level ini seseorang harus berjuang dengan keras tanpa batas. Tidak mungkin dapat dialami secara otomatis. Hal ini sangat tergantung pada masing-masing individu. Tuhan memberikan fasilitas keselamatan, tergantung masing-masing orang apakah mau memanfaatkannya.

Kristen sejati adalah jika kualitas hidupnya sudah mencapai “hidupku bukan aku lagi, tetapi Kristus yang hidup dialam aku.”

Sunday 9 December 2012

Kehilangan Hidup

Sebenarnya untuk menjadi pengikut Kristus yang sejati itu sangat sulit, bahkan nyaris mustahil untuk dilakukan, sebab mengikut Tuhan Yesus berarti mengikut jejak-Nya; hidup seperti Dia hidup. Kalau hanya menjadi pengikut yang ikut-ikutan, nyaris tidak ada harga yang harus dibayar, malah merasa memiliki hak untuk dibayar. Seperti yang terjadi dewasa ini di banyak komunitas Kristen, diajarkan bahwa mengikut Tuhan Yesus otomatis akan menerima berkat jasmani atas kesehatan, usaha, pekerjaan, studi anak-anak dan lain sebagainya. Bila mati otomatis pasti masuk sorga. Pengajaran ini membentuk motivasi orang mencari Tuhan karena “roti”. Hal ini dilegalkan oleh banyak pembicara yang tidak mengenal nafas Injil yang sejati. Ingat nafas Injil yang sejati adalah ”melihat tanda” bukan makan roti sehingga kenyang” (Yoh. 6:26). Kata tanda dalam teks aslinya adalah semeion (σημεῖον) yang berarti petunjuk arah. Melihat tanda artinya menemukan kemana arah yang dimaksud oleh Tuhan agar manusia mengarahkan diri. Tentu saja arah yang dimaksud adalah Tuhan sendiri dan Kerajaan-Nya. Untuk itu seseorang harus melepaskan segala sesuatu agar perjalanan menuju arah tersebut tidak terhambat.

Penyesatan yang terjadi adalah praktek yang dilakukan beberapa gereja melalui pembicaranya yang mengesahkan bahwa orang Kristen yang ke gereja sudah berarti menjadi milik Allah (Gal. 5:24-25). Pada hal banyak mereka yang masih dalam status memiliki dirinya sendiri. Harus dipahami hukumnya kekristenan, bahwa seseorang tidak akan beroleh nyawa kalau tidak kehilangan nyawa, tidak akan hidup kalau belum mati, tidak akan dimiliki Allah sebelum melepaskan hak miliknya diserahkan kepada Allah sendiri. Kesediaannya terhadap hal ini ditandai dengan memberi diri dibaptis. Dengan demikian baptisannya benar-benar lambang kematiannya (Rm. 6:4). Perjamuan kudus pun menjadi lambang persekutuan dalam penderitaan-Nya. Inilah nilai orisinil kekristenan yang sekarang ini telah berubah menjadi sakramen-sakramen kosong yang tidak mengandung nilai orisinil Injil. Kekristenan yang benar akan mengajarkan bahwa menjadi pengikut Kristus akan kehilangan hidup. Berarti rela kehilangan kesenangan-kesenangan yang sebelumnya menciptakan kebahagiaan, kebanggaan, dan kesejahteraannya. Dengan melepaskan kesenangan lama akan memperoleh kesenangan baru. Yang paling sulit adalah ketika seseorang harus menanggalkan karakter yang sudah mendarah daging di dalam dirinya dan belajar terus untuk berperilaku seperti Tuhan Yesus dalam kasih, kesabaran, kejujuran, ketulusan dan lain sebagainya. Untuk hal ini seseorang harus berjuang dengan segala pengorbanan untuk bisa meraihnya.

Kekristenan yang benar akan mendidik seseorang menjadi pengikut Kristus, yaitu kehilangan hidup, tidak tertarik dengan dunia dan keindahannya.

Satu-satunya Dunia

Sebenarnya gelora jiwa yang memuat kesediaan sepenuhnya hidup bagi Tuhan seperti yang rasul Paulus miliki juga harus kita kenakan (Flp. 1:21). Ternyata penganut agama lain ada juga yang memiliki prinsip sama seperti ini hanya obyek allahnya berbeda. Mereka menjadikan agama yang mereka yakini sebagai satu-satunya dunia yang mereka miliki. Itulah sebabnya mereka berani mengorbankan apa pun demi kepercayaan-Nya. Mereka bisa memiliki irama hidup mirip Paulus, yaitu baik makan atau minum atau melakukan segala sesuatu, mereka lakukan demi allah yang mereka percaya (1Kor. 10:31). Setiap hari mereka ada di rumah ibadahnya tanpa menghitung waktu. Tidak jarang mereka yang tidur di rumah ibadahnya walaupun sebenarnya mereka memiliki rumah sendiri. Harta dan nyawa menjadi tidak bernilai demi membela allah yang mereka percayai sebagai satu-satunya allah yang benar. Bahkan keluarga pun bisa ditinggalkan demi membela allahnya. Begitu fanatiknya sampai pada keyakinan bahwa membunuh umat yang beragama lain bisa dipahalai. Mereka pun juga memiliki pengharapan memiliki dunia lain yang lebih baik, yang dipahami sebagai sorga. Dengan demikian mereka mengarahkan hidup mereka tidak tanggung-tanggung ke dunia di balik kubur yang mereka yakini lebih baik. Bagi mereka kematian tidaklah sesuatu yang menakutkan, bahkan kalau demi kepentingan allah yang mereka yakini memberi pahala, kematian adalah keindahan dan kebanggaan. Betapa malangnya kalau seandainya suatu hari nanti ternyata allah yang mereka bela, yang membuat hidup mereka terampas adalah allah yang keliru. Mereka tidak akan menemukan sorga yang mereka impikan.

Bagaimana dengan kehidupan kita sebagai orang percaya. Ironinya, banyak orang Kristen yang memiliki satu-satunya Allah yang benar dan Tuhan Yesus yang diutus-Nya (Yoh. 17:3), tetapi tidak memiliki kualitas keberimanan yang baik. Menjadi Kristen pun hanya karena hendak memperoleh kenyamanan hidup di dunia. Betapa kontrasnya. Lebih banyak komunitas Kristen yang mengajarkan bahwa percaya kepada Tuhan Yesus sebagai Allah yang benar akan memperoleh jaminan pemeliharaan di dunia ini dengan limpahnya, dan bila mati akan masuk Sorga. Ajaran yang keliru ini tentu diminati oleh kebanyakan orang. Semboyannya adalah bahwa Allah itu baik dan berkuasa. Mereka hanya mau menikmati berkat jasmani. Pada hal mengikut Tuhan Yesus berarti “dikubur bersama dengan Tuhan Yesus” (Rm. 6:4; Kol 3:1-4). Dunia bukan lagi rumahnya, tidak ada lagi yang boleh menjadi kesukaan dan tujuan hidup selain Tuhan dan kerajaan-Nya. Prestasi kehidupan yang harus dicapai adalah melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya.

Orang yang percayanya benar pasti memiliki hanya satu dunia, yaitu Tuhan. Segala sesuatu yang ia lakukan pasti untuk kepentingan Tuhan saja.

Thursday 6 December 2012

Mengasihi Tuhan Bukan Karena Keadaan

Lebih mudah meninggalkan keindahan dunia karena dipaksa keadaan untuk harus meninggalkannya, yaitu berhubung sudah lanjut usia atau karena suatu penyakit atau kecelakaan parah yang mematikan. Meninggalkan keindahan dunia di sini maksudnya adalah rela mempersembahkan segenap hidupnya bagi kemuliaan Tuhan. Ketika kondisi fisik sudah tidak memungkinkan lagi untuk meraih dan menikmati dunia, maka hanya sikap pasrah untuk menerima saja keadaan yang ada. Tetapi betapa sulitnya kalau harus meninggalkan dunia sementara masih memiliki kesempatan untuk meraih dan menikmati dunia seperti manusia pada umumnya. Ada orang-orang yang karena suatu keadaan dan divonis akan meninggal dunia, dengan bangganya dapat berkata bahwa ia sudah rela meninggalkan dunia ini. Ia dapat mengatakan karena sudah tidak berdaya sama sekali. Ia sudah menjadi seonggok daging yang tidak berguna. Sekarang kondisinya sudah tidak memungkinkan berkarya banyak bagi Tuhan. Dengan menyatakan demikian ia kira bisa menipu Tuhan. Ia mau berlaku licik dan curang. Biasanya kalau orang-orang seperti ini memiliki harta ia tidak akan menyerahkan hartanya bagi pekerjaan Tuhan tetapi mewariskan kepada anak cucu dan keturunannya, pada hal mereka sudah memiliki bagian sendiri dari Tuhan yang harus diperjuangkan untuk diraih. Seandainya ia masih memiliki kesempatan untuk meraih dan menikmati dunia ia belum tentu akan berkata demikian. Kerelaan seperti itu bukanlah kerelaan yang murni dan berkualitas.

Dalam kondisi fisik yang sudah tidak ada artinya ini, bukan saja bagi orang lain juga bagi diri sendiri, ia hanya bisa ke gereja menyanyi lagu rohani dan berdoa. Ia merasa sudah dapat memenuhi kewajibannya sebagai umat pilihan. Ia berpikir sudah dapat mengakhiri hidupnya dengan “cantik” di hadapan Tuhan. Seharusnya mengasihi Tuhan justru pada saat ketika seseorang memiliki kesempatan untuk meraih dunia bagi diri sendiri, yaitu ketika fisiknya masih kuat. Ia bisa meraih dunia bagi dirinya sendiri tetapi mempersembahkan bagi Tuhan. Ini berarti ia memilih Tuhan. Kalau seseorang memilih Tuhan pada usia senja dimana ia tidak bisa berbuat apa-apa lagi bagi Tuhan, pada dasarnya adalah orang-orang bodoh, picik dan licik. Kalau sebagai orang Kristen tidak sejak dini serius merubah diri, maka kita pun bisa berkeadaan seperti orang-orang ini. Mereka adalah orang-orang yang sudah tidak bisa diubah dan tidak mengerti kebenaran secara utuh. Sebelum terlambat, dimana hati belum mengeras, juga selagi masih ada kesempatan, setiap orang percaya harus bertobat dengan sungguh-sungguh dan memberikan hidupnya untuk diubah terus menerus (Pkh. 12:1).

Tunjukkan kasih kepada Tuhan ketika masih ada kemampuan meraih kenikmatan dunia ini, bukan setelah tidak berdaya apa-apa.

Merasa Sudah Menyembah Allah

Banyak orang merasa berhak memiliki apa yang orang lain miliki. Pada umumnya orang terbiasa hidup dengan tidak merasa cukup atas apa yang telah dimilikinya sampai tidak bisa membedakan antara kebutuhan dan usaha membangun pencitraan diri dengan fasilitas materi. Mereka diperbudak oleh merk, model, pujian dan sanjungan manusia berdasarkan barang yang dipakai. Kondisi ini membuat seseorang tidak “menggunakan” barang fana, tetapi “digunakan” atau diperhamba oleh barang dunia fana tersebut. Hal ini menciptakan gaya hidup “konsumerisme tanpa batas”. Gaya hidup ini adalah gaya hidup seorang yang menyembah iblis. Memang secara langsung tidak, tetapi secara tidak langsung seseorang yang diperbudak oleh materi berarti menyembah iblis (Luk. 4:5-8). Dengan cara inilah manusia menolak untuk menyembah Allah. Gaya hidup konsumerisme seperti ini sudah menjadi gaya hidup yang wajar, khususnya di kalangan masyarakat yang tinggal di kota. Menjelang dunia berakhir semakin kuat pengaruh gaya hidup ini menguasai manusia. Inilah yang digambarkan oleh kitab Wahyu 18, Babel kota besar. Alkitab menunjukkan bahwa itulah percabulan rohani, dimana banyak manusia termasuk sebagian orang Kristen telah terperdaya oleh kecantikan dunia sehingga tidak mengingini langit baru dan bumi yang baru yaitu Kerajaan Tuhan Yesus Kristus.

Banyak orang Kristen terbelenggu oleh cara hidup tersebut, tetapi mereka tidak merasa sedang menyembah iblis. Sebab mereka merasa sudah ke gereja, mengikuti liturgi dengan menyanyikan lagu-lagu yang syairnya memuat penyembahan kepada Allah. Pikiran mereka dangkal dan tidak memahami apa yang dimaksud dengan menyembah Allah. Menyembah Allah artinya memperlakukan Tuhan sebagai nilai tertinggi kehidupan (Luk. 4:8). Perlakuan ini pasti dinyatakan dalam perbuatan. Orang yang menyembah Allah akan merasa cukup dan puas berkenaan dengan pemenuhan kebutuhan jasmani tetapi di lain pihak haus dan lapar akan kebenaran. Sedikit sekali orang Kristen sampai level ini. Pada umumnya mereka memiliki kualitas hidup sama seperti kebanyakan orang, hanya bedanya orang Kristen pergi ke gereja dan sebagian memiliki kehidupan santun di mata manusia. Tetapi pada dasarnya mereka masih memiliki irama hidup seperti kebanyakan manusia yang sukacita hidupnya tertumpu pada fasilitas hidup dunia ini. Kalau orang-orang non Kristen saja ada yang belajar tidak diperbudak oleh dunia, mereka memiliki filosofi “hidup dalam kesederhanaan”. Mereka bisa mengasihi atau membagi milik mereka bagi sesama. Seharusnya orang percaya harus bisa berbuat lebih dari itu, sebab bagi orang percaya dunia ini bukan rumah kita.

Menyembah Allah dengan benar pasti tercermin dalam gaya hidup sehari-hari, yang menjunjung tinggi Tuhan melebihi seluruh dunia ini.

Tanda Dari Tuhan

Agar bisa membuat keputusan yg benar & mengalami kemajuan, kita hrs memiliki kemampuan MENILAI DENGAN BENAR.

Emosi2 negatif spt kekecewaan, kemarahan, ketakutan, kesedihan atau terlalu percaya diri; dpt menghalangi penilaian yg akurat thd seseorg atau suatu mslh.

Kita hrs dapat membedakan mana "tuntunan Allah" dan mana "keinginan manusia"?

Karena terobsesi akan sesuatu, kita bisa tergoda untuk "merohanikan" alasan-alasan tertentu, agar keputusan, pilihan & keinginan kita mendpt persetujuan atas.

Memilih pekerjaan yg salah, memilih pasangan hidup yg salah, memilih pelayanan yg salah bahkan memilih jalan hidup yg salah; semua ini sering diakibatkan krn kita tidak dapat membedakan mana suara TUHAN & mana suara diri sendiri.

Bahkan ketika salah membuat keputusan, ada jg yg menyalahkan TUHAN atas keputusan yg dibuatnya.

Tuntunan TUHAN tidak pernah salah. Kitalah yg seringkali tidak dewasa dalam mengenali, menanggapi & menginterpretasikan tuntunanNya. Dalam ketidakdewasaan kita berupaya "mencocok-cocokan" sgl sesuatu agar mendukung keinginan kita & menyebutnya sbg "tanda dari TUHAN."

Ini saatnya kita bljr menjadi bijaksana dari kesalahan yg pernah terjadi di waktu-waktu sebelumnya. Mari koreksi cara kita mengenali, menanggapi & mengartikan tuntunan Allah di dalam hidup kita. Dengan demikian kita siap memasuki tahun depan (2013) dengan kedewasaan & hikmat untk berjalan di dalam kehendak TUHAN.

Sgl sst yg kita sebut atau akui sbg sst yg berasal "dari TUHAN" dapat dilihat & dinilai dari "buahnya." Mari izinkan buah kita dilihat, nilai bahkan dinikmati org lain.

Ada kalanya kita perlu terus bertekun melakukan apa yang benar; ada kalanya kita perlu bertobat dari ketidakdewasaan yg dpt membahayakan iman kita & iman org lain.

"Jika semua dombanya telah dibawanya ke luar, ia berjalan di depan mrk & domba-domba itu mengikuti dia, krn mrk mengenal suaranya." | Yohanes 10:4

Tuesday 4 December 2012

Kualitas Kehidupan

Promosi datang karena kepercayaan. Namun kepercayaan tidak datang begitu saja. KEPERCAYAAN DATANG KARENA KUALITAS.

Dalam dunia bisnis, kualitas service (pelayanan) yg buruk dpt membuat bisnis tsb kehilangan pelanggan.

Begitu juga dgn kualitas kehidupan kita. Kualitas hidup seseorg tdk dilihat dari apa yang ia miliki atau apa yang ia tidak miliki. Melainkan bagaimana ia hidup seperti Kristus, mengasihi spt Kristus mengasihi, melayani spt Kristus melayani & bagaimana ia berkontribusi dlm kehidupan org lain, shg bynk org hidupnya terbangun & menjadi lebih baik.

Kualitas kehidupan hanya bisa dibangun oleh firman Allah yg kekal. Ketaatan kpd firman dlm hidup sehari-hari, memang "sakit" & tidak menyenangkan buat daging kita.

Manusia pd umumnya mengejar apa yg mudah, nyaman & menguntungkan bagi dirinya. Hal-hal yg mudah, nyaman & menguntungkan saja, tdk dpt membangun kualitas Allah dlm hidup kita. Dibutuhkan hati yg bersedia berkorban & motivasi yg murni untk membangun kualitas.

Kasih karunia, pengampunan & penerimaan Allah atas hidup kita, bukan sebuah kesempatan untk menampilkan kualitas hidup yg buruk. Tidak akan ada penambahan kepercayaan, tanpa kualitas yg baik. Ketika kita membangun kualitas kehidupan, maka Allah akan menambahkan kepercayaan dlm hidup kita.

"Entahkah orang membangun di atas dasar ini dengan emas, perak, batu permata, kayu, rumput kering atau jerami, "sekali kelak pekerjaan masing-masing orang akan nampak. Karena hari Tuhan akan menyatakannya, sebab ia akan nampak dengan api dan bagaimana pekerjaan masing-masing orang akan DIUJI OLEH API itu." |1 Korintus 3:12-13

Penghalang Kemerdekaan

Bila seseorang masih selalu merasa belum cukup terhadap banyak hal berarti ia belum sungguh-sungguh menemukan perhentian yang benar atau belum berlabuh pada Tuhan. Ibarat kapal ia masih berlayar dan tidak bermaksud berlabuh dan membuang sauh di pelabuhan Tuhan. Kalau ia tidak segera berlabuh maka kapal hidupnya tidak akan pernah bisa dihentikan. Ia akan berada di samudera luas dan angin fasik dunia akan mendorongnya ke arah kegelapan abadi. Oleh sebab itu harus berhati-hati. Kalau masih merasa belum cukup dan puas berkenaan dengan kebutuhan jasmani maka hal itu bisa mengakibatkan seseorang masih bisa “menoleh ke belakang”. Orang-orang seperti ini tidak akan bisa dikendalikan oleh Tuhan sebab dunialah yang masih mengendalikan hidupnya. Harus dicatat, bahwa orang yang masih mengingini dunia ini berarti masih dapat dikendalikan dan diperbudak oleh dunia. Pernyataan ini bisa diangap berlebihan, tetapi sejatinya inilah standar kebenaran yang memerdekakan. Semakin seseorang puas dan merasa cukup berkenaan dengan kebutuhan jasmani, berarti ia akan semakin merdeka. Kemerdekaan tersebut adalah kemerdekaan dari percintaan dunia.

Tuhan Yesus mengundang manusia yang letih lesu dan berbeban berat datang kepada-Nya. Letih dan lesu mereka disebabkan masih dibelenggu oleh banyak keinginan. Tuhan memanggil mereka untuk belajar dari-Nya agar memperoleh kelegaan atau perhentian (Yun. anapauso). Ternyata banyak orang Kristen yang datang kepada Tuhan Yesus dengan sikap yang belum benar. Mereka datang bukan untuk berlabuh tetapi mengharapkan “bekal” untuk berlayar ke pelabuhan lain. Inilah orang-orang Kristen yang berurusan dengan Tuhan hanya karena masalah pemenuhan kebutuhan jasmani semata. Malangnya mereka merasa bahwa telah datang kepada Tuhan dengan benar. Mereka tidak memahami maksud tujuan keselamatan diberikan. Keselamatan diberikan agar manusia dikembalikan kepada rancangan Allah semula, yaitu menjadi anak-anak Allah yang melakukan kehendak-Nya. Jadi bukan sekedar menjadi orang baik karena melakukan hukum dan santun di mata manusia. Untuk proyek Ilahi ini seseorang harus mengubah pola berpikirnya yang salah. Bukan sekedar belajar hukum atau ilmu agama. Kalau pola berpikirnya diubah, seseorang tidak boleh terikat oleh berbagai keinginan. Kalau seseorang masih memiliki banyak keinginan dunia, maka ia tidak mengerti kebenaran (Luk. 16:11). Kalau seseorang sudah tidak mengerti kebenaran berarti tidak bisa diselamatkan, sebab ia masih terbelenggu. Hanya kebenaran yang dapat memerdekakan (Yoh. 8:31-32). Jadi penghalang kemerdekaan adalah percintaan dunia.

Tidak ada cara lain untuk mengalami kemerdekaan yang sejati, lepaskan segala milikmu, jangan mencintai dunia ini.

Monday 3 December 2012

Matthew 5:23-26

When you find yourself in a position of misunderstanding or an altercation, your first instinct is to fight for the victim position so that you do not have to take the blame. But honestly if you do this, it will only make the problem worse. I call you to take the position of humility and integrity instead of trying to protect your tenuous and questionable innocence. Be the first to apologize for your part in the division, says the Lord, for in doing so you will be able to defuse the situation.

Matthew 5:23-26 "Therefore if you bring your gift to the altar, and there remember that your brother has something against you, leave your gift there before the altar, and go your way. First be reconciled to your brother, and then come and offer your gift. Agree with your adversary quickly, while you are on the way with him, lest your adversary deliver you to the judge, the judge hand you over to the officer, and you be thrown into prison. Assuredly, I say to you, you will by no means get out of there till you have paid the last penny."

Agar Selalu Merasa Cukup

Akhirnya hidup kekristenan harus menghasilkan suatu sikap, yaitu perasaan cukup dan puas terhadap segala hal. Kecuali dua sikap yang penting tersebut, yang lebih penting dalam hidup kekristenan adalah keberadaan diri di hadapan Tuhan. Dalam segala hal orang percaya harus merasa cukup dan puas tetapi mengenai pencapaian kesucian hidup serta pengenalan akan Tuhan tidak boleh merasa puas. Inilah ciri orang yang sudah lahir baru, mereka tidak akan pernah merasa puas dalam hal tesebut sampai kembali ke rumah Bapa. Kerinduan untuk berkenan kepada Tuhan dan mengenal Allah semakin hari semakin kuat (Flp. 3:9-11). Hal tersebut bukan lagi menjadi suatu kewajiban tetapi kebutuhan yang penting dan mendesak yang mutlak harus terpenuhi. Inilah yang dimaksud dengan haus dan lapar akan kebenaran (Mat. 5:6). Hal inilah yang akan menghentikan nafsu keserakahan (keinginan daging dan mata) serta gila kehormatan (keangkuhan hidup).

Firman Tuhan menganjurkan agar orang percaya merasa cukup, yaitu asal ada makanan dan pakaian, ini tidak dimaksudkan agar menjadi orang miskin, tetapi agar tidak terbelenggu oleh berbagai keinginan untuk memiliki apa yang orang lain miliki atau yang dunia sediakan. Dengan demikian orang percaya akan merasa cukup dan puas berkenaan dengan pemenuhan kebutuhan jasmani, tetapi selalu merasa belum puas berkenaan dengan keberkenanan di hadapan Tuhan. Orang percaya yang telah lahir baru tidak mengingini apapun yang disediakan dunia, kecuali hal itu untuk kepentingan Kerajaan-Nya. Tuhan Yesus menyatakan bahwa serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang tetapi Anak manusia tidak memiliki tempat untuk meletakkan kepala-Nya. Tuhan Yesus telah melepaskan kemuliaan-Nya dan mengosongkan diri sebagai manusia. Dalam kemiskinan tersebut Ia melakukan kehendak Bapa dan menyelesaikan pekerjaan-Nya. Gaya hidup seperti ini harus dikenakan oleh setiap orang yang mengaku bersedia mengikut Tuhan Yesus Kristus. Dengan gaya hidup tersebut seseorang tidak akan dapat diperbudak oleh dunia ini. Jika tidak bersedia mengenakan gaya hidup tersebut, berarti menolak mengikut Tuhan Yesus. Ini juga berarti tidak bersedia masuk dalam proses keselamatan yang dikerjakan oleh Allah, sebab seorang yang mau menjadi murid (bisa berubah dan bertumbuh dalam keselamatan), harus melepaskan diri dari segala milik (Luk. 14:33). Berarti bersedia tidak menikmati dunia seperti anak-anak dunia menikmatinya. Orang percaya yang masih terbelenggu oleh keindahan dunia tidak bisa dididik oleh Tuhan. Mereka dikatakan sebagai orang tidak setia dalam hal mamon yang tidak jujur. Mereka tidak akan pernah mengerti kebenaran (Luk. 16:11).

Orang yang telah lahir baru pasti tidak mengingini apapun yang disediakan dunia, kecuali hal itu untuk kepentingan Kerajaan-Nya.

Pelabuhan Terakhir

Ketika seseorang berlabuh kepada Tuhan Yesus seperti kapal yang membuang sauh, ia tidak boleh lagi berpikir akan beranjak ke pelabuhan yang lain. Baginya itulah tujuan akhir perjalanannya. Ia harus mulai belajar tidak mementingkan keinginannya untuk memiliki sesuatu. Baginya segala sesuatu yang dimilikinya semata-mata untuk kepentingan pekerjaan Tuhan (Flp. 1:21). Prinsipnya adalah “aku tidak lagi memiliki kebutuhan kecuali untuk pelayanan pekerjaan-Nya”. Sampai pada level ini sulitlah seseorang menjadi egois, sebab semua yang diperjuangkan adalah untuk Tuhan. Memang kadang-kadang oleh karena fokusnya kepada pekerjaan Tuhan, maka ada pihak-pihak tertentu yang merasa dikorbankan akan menuduh mereka sebagai fanatik (khususnya keluarga sendiri). Tetapi hal ini tidak perlu menggelisahkan. Tentu saja sebagai pelayan Tuhan, semua hak-hak orang di sekitarnya harus dipenuhi supaya tidak menjadi batu sandungan.

Orang yang berlabuh dalam Tuhan, tidak lagi memiliki sesuatu yang dapat dibanggakan atau yang olehnya ia bisa bermegah (Flp. 3:7-8). Kalau mau bermegah maka kemegahannya adalah ikut menderita demi pelayanan-Nya. Inilah yang dimaksud dengan bermegah dalam Tuhan Yesus dan salib-Nya (Gal. 6:14; Flp 3:3). Prinsipnya adalah “aku bangga karena aku boleh menderita bersama dan untuk Tuhan-ku”. Perasaan yang muncul adalah perasaan seorang yang mendapat eksekusi hukuman mati atau seorang yang mengidap penyaklit kronis, dimana dokter sudah menyerah tidak sanggup mengobati, umur tinggal beberapa saat. Perasaan seperti ini juga ada pada mereka yang berani membela keyakinannya, bahkan menjadi teroris dan mentargetkan beberapa obyek dan mengorbankan nyawanya dengan melakukan bom bunuh diri. Kalau mereka bisa berbuat demikian mengapa sebagai anak Tuhan tidak bisa melakukannya? Yaitu membela kepentingan Tuhan dengan cara yang tidak mencelakai siapapun? Prinsip seperti ini dikemukakan oleh Paulus: “Mengenai diriku, darahku sudah mulai dicurahkan sebagai persembahan dan saat kematianku sudah dekat” (2 Tim. 4:6). Bagi Paulus adalah kebanggaan dan kebahagiaan dapat mengorbankan nyawanya untuk kepentingan pekerjaan Tuhan. Sejatinya orang-orang seperti ini adalah orang-orang yang sudah merdeka dan sangat berbahagia. Ia mengikatkan dirinya dengan Tuhan tanpa batas. Dalilnya adalah dimana seseorang semakin terikat dengan Tuhan berarti ia semakin merdeka, tetapi semakin orang merdeka dari Tuhan berarti ia semakin terbelenggu oleh Iblis. Iblis memang ingin menggiring manusia ke kerajaan kegelapan sebagai mempelainya. Berbahagialah orang yang melabuhkan perahu kehidupanya di pelabuhan Tuhan.

Yang berlabuh di pelabuhan Tuhan sebagai pelabuhan terakhir akan mengikatkan dirinya dengan Tuhan tanpa batas.

Saturday 1 December 2012

Pelabuhan Yang Benar

Kalau setiap individu ibarat sebuah kapal, dan kehidupan ini adalah lautannya, maka kita harus berhati-hati dan sungguh-sungguh cermat dalam memilih pelabuhan. Tentu saja ada banyak pelabuhan yang menarik, yang menawarkan berbagai fasilitas untuk dinikmati dan banyak kapal yang telah berlabuh di situ. Jangan salah memilih pelabuhan. Kalau pelabuhan yang benar telah ditemukan, hendaknya segera berlabuh di pelabuhan tersebut sebelum kapal terbawa arus dan terhilang di lautan luas yang tidak terbatas. Banyak orang seperti kapal yang masih berlayar di lautan yang sangat ganas dan dapat menyeret kapal kehidupan seseorang ke arah yang tidak jelas.

Tuhan Yesus adalah satu-satunya pelabuhan yang baik dan benar. Ia berkata datanglah kepada-Ku (Mat. 11:28). Panggilan itu berarti agar setiap orang berlabuh hanya pada pelabuhan-Nya. Banyak kapal yang sebenarnya mengetahui bahwa Tuhan Yesuslah pelabuhan yang baik dan benar, tetapi mereka meragukan apakah dengan berlabuh di pelabuhan tersebut mereka menemukan kelegaan. Mereka meragukan-Nya sebab mereka tidak terbiasa dengan kelegaan yang ditawarkan Tuhan Yesus. Keraguan tersebut terbangun oleh berbagai fakta yang mereka lihat antara lain: Mereka menyaksikan banyak orang Kristen yang rajin ke gereja tetapi tidak menunjukkan ketenangan jiwanya. Seakan-akan kekristenan tidak menjawab kebutuhan jiwa. Tidak sedikit orang Kristen yang keadaan jiwanya tidak lebih baik dari orang-orang non Kristen. Mereka menemukan rohaniwan-rohaniwan yang menunjukkan sikap materialismenya, seakan-akan Tuhan Yesus tidak cukup menjadi pelabuhan kehidupan ini. Pada hal mestinya seorang yang hidup dalam persekutuan dengan Tuhan bisa menunjukkan gaya hidupnya, bahwa Yesus cukup bagi mereka. Dalam keragu-raguan, banyak mereka tidak meninggalkan Tuhan, tetapi juga tidak merapat dengan sungguh-sungguh, menjadikan Tuhan sebagai pelabuhannya. Mereka tidak menempatkan diri sebagai musuh bagi Tuhan, tetapi juga tidak menempatkan diri sebagai sahabat-Nya. Dengan posisi hidup yang mereka miliki itu, mereka merasa masih menaruh percaya kepada Tuhan. Mereka juga merasa bahwa mereka tidak pantas untuk ditolak di Kerajaan Sorga. Mereka juga merasa masih sebagai anggota keluarga Kerajaan Allah. Mereka sudah sangat puas dengan hidup keberagamaan yang mereka telah miliki. Mereka juga merasa bahwa Tuhan memaklumi keadaan mereka tersebut. Menyedihkan, mereka merasa sudah berlabuh pada Tuhan, pada hal belum berlabuh di pelabuhan Tuhan. Sejatinya mereka seperti istri Lot yang masih menoleh ke belakang; mencintai dunia (Luk. 17:26-32).

Banyak yang merasa sudah berlabuh kepada pelabuhan yang benar, padahal belum, mereka masih mencintai dunia.

Membuang Sauh

Menjadikan Tuhan Yesus sebagai pelabuhan bukan sesuatu yang sederhana dan tidak dapat dikerjakan atau dijalani dengan mudah. Banyak orang merasa sudah menjadikan Tuhan Yesus sebagai pelabuhannya, pada hal mereka belum melakukannya. Hendaknya tidak berpikir, kalau sudah pergi ke gereja berarti sudah berlabuh dipelabuhan-Nya. Kalau hanya menjadi orang Kristen dan terdaftar sebagai anggota sebuah gereja, bisa dikatakan baru masuk di wilayah pelabuhan saja, tetapi belum berlabuh dan membuang sauh. Sauh adalah alat pemberat atau jangkar yang digunakan untuk mengkaitkan kapal dengan pelabuhan supaya kapal tidak dapat bergerak dibawa ombak.

Kalau kapal masuk pelabuhan Tuhan Yesus, kapal tersebut harus belajar memenuhi syarat guna menemukan kelegaan-Nya. Membuang sauh adalah syarat yang tidak bisa digantikan dengan apapun. Membuang sauh sama seperti seseorang menguburkan diri di suatu pemakaman. Kapal tidak boleh berlayar lagi, itu adalah perhentian terakhir. Ia harus rela tidak lagi menikmati dunia seperti orang-orang pada umumnya. Pelabuhan itu adalah kuburan bagi kapal yang berlabuh dengan cara membuang sauh. Dalam kekristenan kesediaan untuk membuang sauh ini adalah dengan memberi diri dibaptis. Kalau hal ini terjadi pada jaman kekristenan mula-mula, seorang yang memberi dibaptis berarti kehilangan seluruh kehidupannya. Aniaya terhadap orang percaya pada waktu itu melahirkan pengikut Kristus yang sejati. Sebutan Kristen, sebutan yang mengandung resiko kematian bagi yang menyandangnya. Dalam hal ini kita bisa mengerti kalau Tuhan Yesus berkata: ”Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya” (Mat. 16:25). Kemudian di ayat berikutnya Tuhan Yesus berkata: ”Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?”. Dalam pernyataan ini Tuhan Yesus menyingkapkan suatu kebenaran bahwa seseorang tidak akan mendapat nyawa kalau tidak kehilangan nyawa. Nyawa yang Tuhan berikan adalah kehidupan di dunia yang akan datang di Kerajaan-Nya. Paulus juga menyatakan “…Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus” (Flp. 3:7-8). Seseorang yang mau memiliki Kristus ia harus berani kehilangan segala sesuatu dalam hidup ini. Seseorang tidak akan memiliki Kristus kalau masih merasa memiliki sesuatu. Seseorang yang dimiliki dan memiliki Kristus adalah orang yang merasa hanya memiliki satu harta, yaitu Tuhan Yesus Kristus.

Orang yang sudah berlabuh di pelabuhan yang benar pasti merasa hanya memiliki satu harta, yaitu Tuhan Yesus Kristus.