Thursday 20 December 2012

Jangan Menjadi Kendor

FirmanTuhan berkata: “Janganlah hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan (Rm. 12:11). Kerajinan apakah yang dimaksud dalam ayat ini ? Dalam teks bahasa Inggris versi King James, Roma 12:11 diterjemahkan sebagai berikut: “Not slothful in business, fervent in spirit, serving The Lord. Kata “slothful (malas)” dalam teks aslinya adalah okneros yang dapat diterjemahkan “tardy atau indolent”. Okneros menunjuk kepada kegiatan yang geraknya lambat atau kurang aktif . Kata kerajinan dalam teks ini sebenarnya terjemahan dari spoudi, yang dapat diterjemahkan speed, kecepatan. Speed kita dalam bertumbuh dan melayani Tuhan tidak boleh lambat. Kata bernyala-nyala dalam teks bahasa Inggris diterjemahkan fervent, sama artinya to be hot (tetap panas), tidak menjadi dingin atau suam-suam. Kerajinan dalam ayat ini bisa menunjuk suatu kecepatan (speed). Tuhan menghendaki agar Natal tidak mengurangi kecepatan mengembangkan karunia Roh Kudus yang berguna membangun iman. Hiruk-pikuk merayakan Natal jangan sampai mengurangi porsi mencari Tuhan melalui belajar kebenaran Alkitab, berdoa dan membangun persekutuan satu dengan yang lain dalam kasih Allah. Oleh sebab itu dalam merayakan Natal jangan tenggelam dengan berbagai kesibukan yang membuat iman kita tidak bertumbuh dalam pertumbuhan yang benar.

Pada bulan Desember, di satu pihak kelihatannya orang Kristen bergerak dalam suatu gerakan yang lebih aktif. Orang Kristen memobilisasi diri masuk atmosfir Natal yang speed-nya tinggi, tetapi bukan tidak mungkin justru pertumbuhan rohaninya lambat. Sebenarnya banyak kehidupan rohani menjadi suam-suam. Untuk itu dibutuhkan kepekaan untuk menangkap realitas ini. Hendaknya Natal tidak membuat drive orang percaya terganggu sehingga speed dalam pertumbuhan menuju kesempurnaan seperti Kristus menjadi lambat. Hendaknya proses membangun pertumbuhan iman tidak digantikan oleh kesibukan Natal yang tidak membawa kepada pertumbuhan yang benar. Baju baru, pohon terang, seragam, pengisian acara, dan lain sebagainya tidak boleh menjadi primadona kesibukan sehingga keluar dari jalur pertumbuhan iman yang benar. Hal ini bukan berarti anti pohon terang, baju baru, seragam, pesta Natal dan lain sebagainya. Maksud tulisan ini adalah bahwa kita harus tetap mengutamakan apa yang harus tetap diutamakan, yaitu pendewasaan iman. Penjelasan ini hendaknya tidak disikapi negatif. Bagi orang percaya yang sudah akil balik atau dewasa, mereka pasti dapat mengerti kebenaran ini dan tetap ada dalam cengkeraman atmosfir Kerajaan Allah, bukan atmosfir hari raya.

Hendaknya fokus orang percaya bukan pada hari raya apapun, tetapi tetap dalam arah pertumbuhan iman yang benar

Wednesday 19 December 2012

Romans 12:21

Many of you, My people, are experiencing an almost unexplained sense of irritation with people around you. Beloved, this is something in you that has come up so that you can deal with the root of your irritability. Do not blame others for your reactions. Look squarely at the cause in yourself that creates this haughty response. It is an ungodly attitude that needs to be adjusted, says the Lord. I will give you wisdom and help you overcome.

Romans 12:21 Don’t be overcome by evil, but overcome evil with good.

Pertaruhan Yang Sia-Sia

Sepertiyang dapat ditangkap, dalam merayakan Natal banyak orang Kristen mempertaruhkan begitu banyak dana untuk hal-hal yang tidak membawa iman kita kepada kesempurnaan. Dana yang sebenarnya dapat digunakan untuk menolong orang miskin, mendukung penginjilan yang dampaknya memiliki gema panjang bahkan sampai keabadian, ternyata hanya digunakan untuk hal yang tidak berarti banyak. Seharusnya dana yang begitu besar yang dipertaruhkan untuk dana Natal dapat digunakan untuk menyelamatkan jiwa-jiwa, dan memindahkannya ke dalam kerajaan sorga. Ini bukan berarti kita tidak perlu mendukung dana untuk perayaan Natal. Kita harus mendukung perayaan Natal, asal sungguh-sungguh kegiatan tersebut mendatangkan kemuliaan bagi nama Tuhan. Tetapi kalau Natal dirayakan tanpa motif dan tujuan yang benar, maka sebaiknya Natal tidak diselenggarakan. Perlu dicatat di sini bahwa tidak ada perintah untuk menjadikan Natal sebagai hari raya. Justru Alkitab tidak menunjukkan adanya hari raya yang harus dirayakan. Hari raya orang percaya adalah parousia nanti (kedatangan Tuhan Yesus) yaitu Natal ke-dua.

Merayakan Natal harus dengan sikap yang bijaksana. Natal bukan arena pamer atau kompetisi antar gereja yaitu untuk menunjukkan gerejanya adalah gereja yang merayakan Natal paling megah, pohon terangnya paling tinggi, paduan suaranya paling bagus, pestanya paling meriah dan lain-lain. Dalam gereja lokal, bukan ajang kompetisi antar jemaat (siapa yang penampilannya paling menarik). Mari kita merayakan Natal dengan mengedepankan pesan Tuhan yang disampaikan melalui puji-pujian, drama, oratorium, konser dan lain sebagainya. Hendaknya pengisian acara bukan untuk “show”. Sehingga bukan Tuhan yang dimuliakan, tetapi pribadi mereka yang “tampil” di acara Natal tersebut. Mari kita merayakan Natal dengan mengumandangkan kasih Allah dan visinya yaitu keselamatan jiwa manusia dan pendewasaannya guna mempersiapkan orang percaya masuk kerajaan Bapa.Sebab Tuhan Yesus akan datang bukan lagi sebagai bayi kecil, tetapi sebagai Raja di atas segala raja. Merayakan Natal secara bijaksana membuahkan kedewasaan rohani. Natal harus dipimpin Roh Kudus, bukan dipimpin panitia Natal dengan hikmat duniawinya. Kiranya Roh Kudus menuntun hamba-hamba-Nya tetap dijalur kehendak Tuhan. Dengan pesan ini diharapkan tetap ada pada koridor atau jalur yang benar dalam mengiring Tuhan. Dengan pesan ini diharapkan pula roh kita tetap menyala-nyala dengan kobaran api dari perbaraan atau sumber api yang benar. Bukan api asing atau semangat asing yang bukan dari Roh Kudus.

Bagi orang percaya hari raya yang pasti dan wajib dirayakan adalah kedatangan Tuhan Yesus yang kedua nanti.

Tuesday 18 December 2012

Perbaraan Yang Kudus

Kita perlu memeriksa api dalam jiwa kita atau semangat yang menguasai hidup dari waktu ke waktu. Bukan tidak mungkin pada waktu-waktu tertentu jiwa kita tidak terpengaruhi api atau perbaraan yang kudus dan benar dari Tuhan. Dalam hal ini dibutuhkan penerangan dari Roh Kudus dan kejujuran hati memeriksa diri sendiri serta kepekaan yang membuka mata melihat keadaan diri masing-masing secara jujur. Pemazmur dalam Mazmurnya berkata: “Siapakah yang dapat mengetahui kesesatan? Bebaskanlah aku dari apa yang tidak kusadari” (Maz 19:13).

Memasuki bulan Desember orang Kristen dibawa kepada suasana khusus, yaitu suasana Natal. Atmosfir Natal melanda orang Kristen. Ada semacam spirit hari raya, yang bisa diidentifikasi sebagai “spirit Natal;” mencengkeram kehidupan hampir semua orang Kristen. Maksud spirit di sini adalah semangat atau gairah. Gairah Natal telah menguasai kehidupan hampir setiap orang. Sebab telah terbangun suatu kesan bahwa merayakan Natal adalah sebuah kewajiban yang harus dilakukan. Seakan-akan hal itu sejajar dengan perintah Tuhan. Sehingga kalau tidak merayakan Natal dianggap bersalah. Ini suatu kesalahan dari tradisi Kristen yang harus dikoreksi. Mari kita renungkan: Apakah dengan tidak turut hanyut dalam arus hiruk-pikuk merayakan Natal, iman anak Tuhan menjadi lemah? Tentu tidak. Mari kita melihat kenyataan kehidupan iman orang-orang Kristen pada bulan Desember ini. Demi sebuah hari raya yang disebut Natal, orang-orang Kristen telah mengarahkan seluruh potensinya (waktu, tenaga, uang dan lain sebagainya) sehingga mereka tidak lagi memperhatikan pemeliharaan rohani atau pertumbuhan iman yang benar.

Dengan mengemukakan hal ini bukan berarti tidak setuju merayakan Natal.Tetapi seharusnya orang percaya tetap pada arus Roh Kudus yang memimpin pertumbuhan kedewasaan rohani yang benar. Orang percaya harus tetap dalam proses pertumbuhan kesempurnaan seperti Kristus.Proses pendewasaan rohani ini tidak boleh terhambat atau terkendala oleh suasana apapun termasuk suasana atmosfir Natal. Semestinya yang harus tetap mencengkeram adalah Roh Kudus bukan “roh Natal”, yaitu Atmosfir kehadiran Allah melalui Roh-Nya bukan gairah yang lain. Gairah yang melanda orang percaya harus tetap gairah untuk menjadi anak-anak Bapa sorgawi yang menyukakan hati-Nya, bukan gairah merayakan hari raya untuk menyenangkan manusia. Jika sikap terhadap Natal tidak diubah, maka sebagai akibatnya terjadi “turunnya suhu kerohanian yang benar”, yaitu gairah untuk berusaha mencapai kesempurnaan Kristus.

Orang percaya harus punya api atau bara atau gairah yang benar, yaitu diproses menuju kesempurnaan seperti Kristus.

Monday 17 December 2012

Isi Kepedulian Yang Benar

Kepedulian terhadap sesama adalah respon terhadap keselamatan yang Tuhan berikan. Kepedulian ini merupakan kesadaran untuk membalas kebaikan Tuhan. Selama ini tidak sedikit orang Kristen yang “tidak tahu diri”. Mereka sudah memiliki keselamatan oleh korban Tuhan Yesus yang berharga, tetapi masih saja menuntut macam-macam kepada-Nya. Kalau orang Kristen sudah boleh lepas dari api kekal, maka itu sudah cukup. Namun yang terjadi adalah masih saja membujuk-bujuk Tuhan untuk melakukan ini dan itu serta menyampaikan berbagai tuntutan. Ini adalah orang-orang Kristen yang oportunis. Mari kita hayati betapa mahal keselamatan yang Tuhan berikan. Penghayatan ini bisa melahirkan kerinduan untuk membalas kebaikan Tuhan. Orang Kristen yang mencari keuntungan duniawi atau Kristen oportunis tidak akan mengerti kepedulian yang Tuhan kehendaki.

Rasa kepedulian akan terkobar tatkala menghayati nilai keselamatan dan mau belajar membalas kebaikan Tuhan. Dorongan untuk mempedulikan orang lain akan mengalir dalam jiwa seiring persekutuan dengan Tuhan. Kerinduan membalas kasih kepada Tuhan akan menggerakkan seseorang menyerahkan apapun yang dimiliki demi kepentingan-Nya. Menyerahkan segala sesuatu untuk kepentingan-Nya menunjuk mereka yang tidak menyelamatkan nyawanya sendiri. Menjadi pengikut Kristus, bukan hanya mempersiapkan hari esok yang lebih baik bagi diri sendiri, suami, anak-anak dan keluarga, yaitu orang-orang yang dekat di dunia ini. Tetapi juga menjadi hamba yang mempersiapkan hari esok semua orang di kekekalan. Inilah hamba yang peduli terhadap kepentingan Majikannya. Untuk ini pertaruhannya adalah segenap hidup. Kepedulian yang diselenggarakan harus mengacu kepada kepedulian Tuhan Yesus yang rela mengosongkan diri, menanggalkan segala milik-Nya datang ke dunia demi keselamatan manusia. Kepedulian yang benar ini dasarnya adalah kasih bukan upah. Kalau dasarnya upah itu bukanlah kepedulian. Kita harus memeriksa diri, sejauh mana kita telah memiliki kepedulian bagi orang lain dengan dasar ini. Kepedulian harus mengarah kepada keselamatan dalam Tuhan Yesus Kristus, bukan sekedar untuk pemenuhan kebutuhan jasmaninya semata-mata. Keselamatan dalam Tuhan Yesus Kristus tersebut adalah mengembalikan manusia kepada rancangan-Nya. Kepedulian kepada sesama harus membuah kehidupan orang yang diubahkan menjadi mempelai Tuhan atau perawan suci dihadapan Tuhan. Hal ini sama dengan mengantar jiwa-jiwa menjadi anak-anak tebusan Tuhan Yesus yang tidak bercela (2 Kor. 11:2). Mereka yang diubahkan tersebut dilayakkan menjadi keluarga Allah di dunia yang akan datang.

Kepedulian yang benar tidak hanya menyangkut masalah jasmani, tetapi intinya adalah keselamatan semua orang.

Sunday 16 December 2012

Tema Kehidupan Setiap Hari

Pada bulan Desember ketika gereja-gereja merayakan Natal, banyak tema Natal yang indah yang harus dikupas dalam renungan Natal. Tetapi kalau jujur, bisa didapati banyak tema bagus dan menarik yang hanya menjadi pajangan panggung. Seribu pesan disampaikan tetapi Natal berlalu tanpa kesan. Ada satu satu tema Natal menarik yang pernah trend diusung yaitu “born to care” artinya dilahirkan untuk peduli. Tentu secara historis kalimat ini ditujukan bagi Tuhan Yesus yang lahir karena kepedulian-Nya kepada manusia. Oleh karena kepedulian-Nya, manusia diselamatkan. Selanjutnya dibalik sorotan secara historis, tentu juga memiliki implikasi yang erat dengan orang percaya yang telah menerima kepedulian-Nya. Di dalam kalimat “Born to Care” juga termuat panggilan untuk meneladani sepak terjang agung-Nya. Ada tantangan atau panggilan di balik kalimat tersebut. “Born to care” harus menjadi tema kehidupan, sesuai dengan nafas kehidupan-Nya bahwa Anak Manusia (Tuhan Yesus) datang bukan untuk dilayani tetapi melayani (Mat. 20:28). Bukan untuk dipedulikan tetapi memperdulikan. Untuk menjadikan kalimat tersebut tema kehidupan ada pertaruhan yang sangat mahal. Pertaruhannya adalah segenap hidup dipersembahkan bagi Tuhan. Artinya semua potensi yang dimiliki diperuntukkan bagi orang-orang yang membutuhkan pertolongan yang ada di sekitarnya. Bukan hanya ada di dalam pengertiannya, tetapi kepedulian harus dimiliki dalam “rasa atau naluri”, yang lahir dari kerelaan untuk memberi diri bagi orang lain.

Berkenaan dengan hal ini, Tuhan mengemukakan perumpamaan dalam Lukas 10:30-37 mengenai orang Samaria yang murah hati. Melalui perumpamaan ini Tuhan Yesus menunjukkan siapa sesama manusia itu. Di dalam fragmen tersebut juga ditampilkan “kepedulian” dari kesadaran yang murni dan tulus orang Samaria. Sebaliknya ada Imam dan Lewi yang melihat orang yang sedang membutuhkan pertolongan tetapi membiarkan orang tersebut menderita tanpa pertolongan. Tentu saja mereka sudah tahu bagaimana memperdulikan sesama. Hal memperdulikan orang lain adalah pokok-pokok pengajaran yang menghiasi bibir mereka setiap hari. Tetapi mereka tidak memiliki hati yang peduli kepada orang lain. Mereka tidak memiliki hati ini “heart for the people” (hati untuk orang lain), walau bisa berteori mengenai kepedulian terhadap sesama. Dikuatirkan banyak orang Kristen mengulangi jejak banyak orang Kristen pada tahun-tahun sebelumnya, membuat tema Natal yang menarik tetapi hanya menjadi hiasan di tembok, berbicara mengenai kepedulian tetapi tidak memiliki rasa kepedulian. Sudah saatnya orang percaya mewujudkan tindakan kepedulian secara nyata.

Jangan hanya mengerti pokok-pokok pengajaran, yang lebih penting adalah melakukannya.

Pantas Disebut Rohaniwan

Salah satu kata yang menunjukkan kelahiran baru selain palin genesia, juga anna genao yang artinya dilahirkan dari atas. Orang yang dilahirkan dari atas akan memiliki kesadaran dan penghayatan hidup bahwa dirinya bukan berasal dari dunia ini (Yoh. 17:16). Roh Kudus menolong murid-murid pertama untuk mengerti apa yang Tuhan Yesus katakan selama tiga setengah tahun mereka bersama-sama dengan Dia. Kalau selama itu, yaitu sebelum Tuhan Yesus dibang­kitkan, mereka memahami perkataan Tuhan Yesus dengan pikiran duniawi, setelah mereka dicelikkan, mereka memahami perkataan Tuhan dengan sudut pandang yang berbeda. Hal ini sama dengan orang-orang Kristen hari ini. Jika mereka belum lahir baru, mereka memahami Alkitab dengan sudut pandang duniawi. Mereka menjadi manusia yang santun tetapi belum lahir baru. Mereka bisa bertheologia dan berbicara mengenai pelayanan, keselamatan dan kemajuan pekerjaan Tuhan. Tetapi sejatinya kiblat atau fokus hidupnya masih di dunia hari ini.

Sebenarnya hal pembelaan terhadap agama dan allah bukan sesuatu yang sulit dilakukan. Pada umumnya orang-orang akan membela agama dan allah yang dipercayai sebagai allah yang benar. Bahkan mereka berani berkorban apa saja yang mereka miliki. Saulus adalah salah satu contoh orang baik, beragama dan setia kepada agamanya tetapi tidak mengalami kelahiran baru. Setelah menjadi Paulus barulah ia mengalami kelahiran Baru (Flp. 3:7-9). Yudas dan Petrus yang belum dipenuhi Roh Kudus adalah contoh orang yang belum dilahirkan baru. Tetapi mereka nampak begitu setia mengikut Tuhan Yesus sebelum Tuhan Yesus di salib.

Nurani yang baik juga belum memenuhi persyaratan untuk mengalami kelahiran baru. Nikodemus termasuk orang yang memiliki nurani yang baik jika dibanding pemimpin agama Yahudi pada waktu itu. Ia mengakui Tuhan Yesus berasal dari Allah. Tetapi ia tidak berani mengambil resiko untuk mengikut Tuhan Yesus, sebab ia akan kehilangan “nyawa”. Selama seseorang masih mempertahankan kehidupan di bumi ini, berarti ia belum dan tidak pernah mengalami kelahiran baru yang sejati. Hendaknya kita tidak merasa sudah lahir baru, kalau hanya memiliki “beban terhadap pekerjaan Tuhan”. Orang yang lahir baru akan memandang pekerjaan Tuhan bukan sebagian beban hidupnya tetapi seluruh kehidupannya. Ia akan rela menyerahkan nyawa dan seluruh miliknya untuk kepentingan pekerjaan Tuhan, sebab ia telah melabuhkan hatinya di Sorga. Seorang yang lahir baru pantas disebut sebagai rohaniwan, siapapun dia dan apapun profesinya.Sebaliknya seorang tokoh agama belumlah pantas disebut itu kalau tidak lahir baru.

Yang telah lahir baru pantas disebut rohaniwan, Yang belum, tidak pantas disebut rohaniwan, meskipun  tokoh agama