Thursday 27 September 2012

Setiap Saat Berjaga-Jaga

Berjaga-jaga bukan sekedar sikap yang dimiliki sesaat pada waktu merasa ada bahaya mengancam. Berjaga-jaga merupakan irama hidup yang tidak pernah berhenti. Ibarat sebuah mesin bukan hanya dioperasikan saat-saat tertentu, tetapi selalu bekerja setiap saat. Ibarat lilin, harus dijaga agar menyala terus. Kuasa gelap akan berusaha membuat anak-anak Tuhan lalai dan mengabaikan hal ini, sehingga dapat menyeret anak-anak Tuhan masuk dalam perangkapnya. Kebiasaan banyak orang Kristen seakan-akan ada wilayah hidup atau saat-saat tertentu Tuhan tidak berurusan dengan anak-anak-Nya. Pada saat tersebut seorang Kristen bisa berbuat sesuka hatinya tanpa mempedulikan Tuhan. Gaya hidup seperti ini sudah terbiasa dalam kehidupan banyak orang Kristen. Inilah kecerobohan yang membahayakan yang dapat membinasakan. Jika kebiasaan hidup seperti ini tidak segera diubah maka tidak pernah bisa diubah lagi. Tidak ada menit dimana seseorang boleh atau bisa tidak berjaga-jaga. Hanya dengan cara demikian seseorang bisa hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Seseorang tidak bisa hidup suci dalam sepuluh tahun, setahun, sebulan atau satu hari, kecuali di mulai dari detik ke detik. Ini berarti seseorang harus ada dalam kesadaran terus menerus bahwa kita hidup di hadirat Allah setiap saat.

Penghayatan terhadap Allah Maha Hadir harus kuat dan benar. Harus selalu ada pertanyaan yang dimunculkan dalam jiwa kita: Apakah Allah puas dengan keadaanku ini? Ini berarti suatu kewaspadaan untuk mengoreksi diri, apakah dirinya masih tetap ada di dalam kebenaran? Kebenaran di sini maksudnya adalah kehidupan yang sesuai dengan kehendak Allah. Sesuai dengan kehendak Allah artinya sama dengan sesuai dengan “mau”-Nya Tuhan. Orang yang berjaga-jaga adalah orang yang selalu ada di dalam kehendak Tuhan atau mau-Nya Tuhan. Masalahnya untuk untuk mengerti “mau”-Nya Tuhan adalah hal yang tidak mudah. Maunya manusia saja sulit diterka apalagi mau-Nya Tuhan yang tidak kelihatan. Biasanya orang memiliki ukuran atau pemahaman yang berbeda-beda mengenai kehendak Tuhan dalam hidup mereka masing-masing. Hal ini tergantung pada dua hal: Pertama, konsep masing-masing mengenai siapa dan bagaimana pribadi Allah. Ke dua, kemampuan masing-masing menguasai pikiran dan dirinya sendiri secara menyeluruh. Untuk bisa hidup di dalam kehendak-Nya, seseorang harus berani masuk dalam kehidupan menyangkal diri atau mengenakan pribadi Kristus. Kehidupan seperti ini adalah kehidupan yang dibahasakan oleh Paulus “hidupku bukan aku lagi”. Komitmen melakukan dua hal ini akan membuat seseorang tertuntun untuk mengerti kehendak Allah.

Jalani setiap detik kehidupan kita dalam kehendak-Nya.

No comments:

Post a Comment