Tuesday 11 September 2012

Mental Domba

Irama hidup rutin terus menerus yang sama, yang dialami bisa menipu seseorang, seakan-akan keadaan hidup akan tetap sama. Hal ini tidak memberi sikap waspada, tetapi membuat seseorang cenderung ceroboh. Ia tidak sadar bahwa ia sedang menuju jebakan maut yang tidak bisa dihindarkannya lagi. Oleh sebab itu seseorang harus berpikir bahwa keadaan tidak selalu sama. Setiap detik keadaan bisa berubah. Inilah sikap berjaga-jaga yang harus dikembangkan terus. Karena setiap saat keadaan bisa berubah, di mana waktu yang diberikan Tuhan usai dan seseorang harus menghadap tahta pengadilan Allah, maka seseorang harus setiap saat dalam kondisi yang berkenan kepada Allah. Bukan sekedar yakin diterima oleh Tuhan atau yakin sudah berkenan kepada Tuhan, tetapi benar-benar berkeadaan berkenan kepada Tuhan. Ini bukan hanya sekedar sebuah keyakinan tetapi perjuangan yang menghasilkan buah kehidupan yang berkenan kepada Tuhan.

Kebiasaan untuk selalu berkeadaan berkenan kepada Tuhan, akan menjadi irama hidup di mana seseorang tidak merasa betah jika melakukan suatu kesalahan atau berkeadaan yang tidak menyukakan hati Allah. Ini kebalikan dari keadaan seseorang yang terbiasa ceroboh. Ia merasa nyaman saja walaupun keadaanya tidak berkenan di hadapan Tuhan. Dalam hal ini seseorang diperhadapkan kepada kebiasaan membangun mental babi atau mental domba. Seekor domba tidak akan betah ada di kubangan kotor. Dijatuhkan di kubangan kotor, maka ia pasti akan berusaha keluar dari sana. Tetapi seekor babi tidak akan betah berlama-lama berada di sofa bersih di ruang tamu. Ia akan segera masuk ke kubangan kotor pembuangan sampah dan kotoran, jika mendapat kesempatan menceburkan diri di dalamnya. Proses pembiasaan ini membutuhkan waktu lama. Kalau seseorang sudah terbiasa menikmati kehidupan tanpa persekutuan dengan Allah dan pelayanan bagi-Nya, maka ia akan merasa nyaman hidup dengan cara demikian. Tetapi kalau seseorang sudah terbiasa hidup dalam persekutuan dengan Tuhan dan pelayanan bagi-Nya, ia tidak akan betah hidup tanpa cara ini. Baginya persekutuan dengan Tuhan dan hidup dalam pelayanan serta pengabdian kepada-Nya merupakan satu-satunya dunia yang ia miliki. Kehidupan seperti ini adalah kehidupan dalam penghayatan bahwa kita adalah musafir di dunia ini. Dengan demikian pengharapan dan kerinduan terhadap langit baru dan bumi yang baru akan semakin kuat. Sulit bagi mereka untuk hidup dalam dosa. Semakin hari dunia akan semakin kurang menarik baginya. Belenggu percintaan dunia semakin pudar dan tidak mengikatnya sama sekali.

Selalu berkeadaan berkenan kepada Tuhan harus menjadi irama hidup di mana seseorang tidak merasa betah jika berkeadaan yang tidak menyukakan hati Allah.

No comments:

Post a Comment