Sunday 16 September 2012

Mengembangkan Rasa Aman

Memiliki rasa aman yang dilandaskan pada Tuhan, adalah sesuatu yang tidak mudah, sebab dari masa kanak-kanak sudah biasa meletakkan landasan rasa aman pada sesuatu yang kelihatan atau di luar kekuatan Allah. Hal itulah yang secara sadar atau tidak sadar, langsung atau tidak langsung diajarkan oleh orang tua dan lingkungan. Biasanya manusia sudah terbiasa menikmati rasa aman dari berbagai fasilitas, hal tersebut merupakan sebuah rasa aman palsu. Hanya ketika seseorang tersudut pada suatu masalah berat yang tidak bisa ditanggulangi dengan kekuatan dan cara manusia, barulah membawanya kepada Tuhan. Sikap ini sesungguhnya sikap yang tidak pantas bagi Tuhan. Seharusnya seseorang harus merasa bahwa ia tidak bisa hidup tanpa Tuhan, sebab keadaan selalu berubah tanpa kita ketahui sebelumnya. Manusia yang normal di mata Allah menjadikan Allah sebagai damai sejahteranya atau sebagai landasan rasa amannya. Inilah yang dimaksud oleh Tuhan Yesus, bahwa damai sejahtera yang diberikan-Nya tidak sama dengan yang diberikan dunia kepada kita. Damai sejahtera atau yang sejajar dengan rasa aman yang Tuhan sediakan bagi kita berbeda dengan rasa aman yang dikenal oleh anak-anak dunia (Yoh. 14:27). Setelah Tuhan Yesus memberikan damai sejahtera, orang percaya menghadapi aniaya yang hebat. Mereka kehilangan kenyamanan hidup. Justru dalam keadaan seperti itulah mereka belajar merasakan damai sejahtera Allah yang melampaui segala akal (Flp. 4:7). Damai sejahtera inilah yang melindungi atau menjaga (Yun. Phroureo; φρουρέω). Pernyataan Paulus dalam Filipi 4:7 ini maksudnya dengan damai sejahtera Allah seseorang terhindarkan dari praktek pemberhalaan atau bersikap kurang pantas kepada Tuhan.

Membangun rasa aman yang benar dapat dilakukan dengan mengembangkan pertama, hati yang mengasihi Tuhan. Ini adalah landasan hidup bagi seseorang yang mau menerima semua anugerah dan kebaikan Tuhan yang tersedia. Kedua, mempercayai bahwa Tuhan adalah realitas yang mutlak. Untuk mengembangkan pengalaman ini seseorang harus serius mencari dan melayani Tuhan. Ketiga, meyakini bahwa segala sesuatu mendatangkan kebaikan atau akan menuntun ke sorga. Dalam hal ini tidak mempersoalkan lagi apakah sesuatu itu baik atau buruk menurut pikiran manusia, tetapi percaya hasilnya akan menyempurnakan kita. Terakhir ke empat, menerima dengan tunduk dan rela semua keputusan Allah, bukan saja hal yang menurut kita menyenangkan bahkan segala sesuatu yang menurut pikiran manusia sebuah malapetaka atau bencana. Damai sejahtera-Nya yang akan melindungi dan menjaga kita.

Rasa aman yang ditopang oleh sesuatu yang bukan berasal dari Allah adalah rasa aman yang palsu.

No comments:

Post a Comment