Dalam Injil Yohanes 1:10-12 Firman Tuhan menyatakan bahwa semua orang
yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu
mereka yang percaya dalam nama-Nya. Kata supaya menunjukkan adanya
proses yang harus berlangsung untuk menjadi anak-anak Allah. Kata supaya
juga menunjukkan adanya arah atau tujuan atau goal yang harus dicapai
dengan suatu tindakan dan usaha. Kata supaya menunjukkan pula bahwa
keadaan subyek belum sampai kepada tujuan suatu kegiatan. Dalam hal ini
orang-orang yang menerima Tuhan Yesus Kristus diberi kuasa untuk
mencapai suatu tujuan atau goal tertentu. Si penerima kuasa harus
memanfaatkan kuasa tersebut agar mencapai tujuan atau goal yang harus
dicapai sesuai dengan maksud kuasa itu diberikan. Hendaknya kata supaya
tidak dimengerti sekedar secara otomatis membuat seseorang menjadi anak
Allah tanpa respon manusia sama sekali.
Dalam teks bahasa Yunani yang membuat penterjemah kita menggunakan kata supaya adalah genesthai (γενέσθαι). Kata ini memiliki bentuk atau keterangan waktu infinitive aorist middle dari akar kata γίνομαι, maksud kata ini adalah “supaya menjadi”. Ini menunjuk kepada proses sebab akibat. Kuasa diberikan akan menyebabkan orang yang menerima-Nya dapat menjadi anak-anak Allah. Menjadi anak-anak Allah ini bukan sekedar status, tetapi secara “defacto” atau secara kenyataan diperagakan dalam hidup setiap hari. Kuasa itu akan menggerakkan seseorang untuk terus berubah, tetapi hal ini akan berlaku kalau seseorang menyikapi anugerah tersebut dengan benar.
Dengan demikian jelas bahwa ada proses untuk menjadi anak-anak Allah. Proses ini dalam Ibrani 12 dapat disebut semacam proses legalitas atau sertifikasi. Orang percaya harus menerima didikan dari Allah supaya menjadi anak-anak yang sah (Huios), bukan sebagai anak gampang (nothos) (Ibr.12:6-8). Proses inilah yang membuat seseorang dapat mengambil bagian dalam kekudusan Allah. Dengan demikian orang yang disebut sebagai anak-anak Allah yang sah (huios) adalah mereka yang mengambil bagian dalam kekudusan Allah (Ibr. 12:10). Mengambil bagian dalam kekudusan Allah artinya memiliki karakter tak bercela seperti Allah Bapa. Ini sama dengan mengenakan kodrat Ilahi (1 Ptr. 1:3-4). Menjadi persoalan penting yang harus dipersoalkan: apakah kita telah mengambil bagian dalam kekudusan Allah atau memiliki kodrat ilahi? Jika tidak, maka tidak pantas disebut anak-anak Allah dan hendaknya tidak mudah mengaku diri sebagai anak Allah. Jika tidak tentu saja berarti anugerah tersebut menjadi sia-sia.
Kita tidak bisa menjadi anak-anak Allah tanpa mengambil bagian dalam kekudusan-Nya.
Dalam teks bahasa Yunani yang membuat penterjemah kita menggunakan kata supaya adalah genesthai (γενέσθαι). Kata ini memiliki bentuk atau keterangan waktu infinitive aorist middle dari akar kata γίνομαι, maksud kata ini adalah “supaya menjadi”. Ini menunjuk kepada proses sebab akibat. Kuasa diberikan akan menyebabkan orang yang menerima-Nya dapat menjadi anak-anak Allah. Menjadi anak-anak Allah ini bukan sekedar status, tetapi secara “defacto” atau secara kenyataan diperagakan dalam hidup setiap hari. Kuasa itu akan menggerakkan seseorang untuk terus berubah, tetapi hal ini akan berlaku kalau seseorang menyikapi anugerah tersebut dengan benar.
Dengan demikian jelas bahwa ada proses untuk menjadi anak-anak Allah. Proses ini dalam Ibrani 12 dapat disebut semacam proses legalitas atau sertifikasi. Orang percaya harus menerima didikan dari Allah supaya menjadi anak-anak yang sah (Huios), bukan sebagai anak gampang (nothos) (Ibr.12:6-8). Proses inilah yang membuat seseorang dapat mengambil bagian dalam kekudusan Allah. Dengan demikian orang yang disebut sebagai anak-anak Allah yang sah (huios) adalah mereka yang mengambil bagian dalam kekudusan Allah (Ibr. 12:10). Mengambil bagian dalam kekudusan Allah artinya memiliki karakter tak bercela seperti Allah Bapa. Ini sama dengan mengenakan kodrat Ilahi (1 Ptr. 1:3-4). Menjadi persoalan penting yang harus dipersoalkan: apakah kita telah mengambil bagian dalam kekudusan Allah atau memiliki kodrat ilahi? Jika tidak, maka tidak pantas disebut anak-anak Allah dan hendaknya tidak mudah mengaku diri sebagai anak Allah. Jika tidak tentu saja berarti anugerah tersebut menjadi sia-sia.
Kita tidak bisa menjadi anak-anak Allah tanpa mengambil bagian dalam kekudusan-Nya.
No comments:
Post a Comment