Orang yang sederhana tidak akan membuat batasan-batasan yang memisahkan
manusia berdasarkan derajat, tingkat sosial ekonomi, pendidikan dan lain
sebagainya. Ia akan menerima manusia lain secara utuh sebagai makhluk
ciptaan Allah yang berharga. Ia akan bisa mengasihi mereka seperti yang
diajarkan oleh Tuhan. Sebenarnya yang membuat kompleks hubungan antar
manusia adalah manusia itu sendiri, yaitu ketika membuat kotak-kotak dan
batas-batas berdasarkan berbagai kriteria. Sikap ini sebenarnya adalah
sikap tidak menerima orang lain sebagai mana Tuhan menerima. Sebagai
anak-anak Tuhan kita harus belajar bersikap seperti Bapa di Sorga yang
ditunjukkan oleh Tuhan Yesus. Tuhan Yesus membuat definisi sesama
manusia adalah mereka yang membutuhkan pertolongan kita. Sesama manusia
bukan hanya mereka yang menguntungkan, bukan hanya mereka yang memiliki
tingkat sosial ekonomi sama, derajat pendidikan yang setingkat, satu
suku dan ras. Tetapi mereka yang membutuhkan pertolongan, siapapun
mereka. Seperti perumpamaan yang dikemukakan oleh Tuhan Yesus mengenai
orang Samaria yang murah hati (Luk. 10:29-37). Orang Samaria yang biasa
direndahkan dan disikapi kurang pantas oleh orang Yahudi, memberikan
pengorbanan bagi orang Yahudi yang sedang sekarat karena penganiayaan
para perampok.
Sebenarnya sulit menjebol tembok pembatas yang sudah dibangun bertahun-tahun. Tetapi kalau mengingat bahwa kita orang berdosa yang seharusnya menjadi sampah abadi dan dibuang ke dalam api kekal, tetapi beroleh anugerah-Nya menjadi anak-anak Allah oleh belas kasihan dan kerendahan hati-Nya, maka kita harus berani menjebol tembok-tembok yang memisahkan kita dari sesama. Jadi, kalau seseorang belum menjebol tembok-temboknya ia belum mengenal kasih karunia Tuhan Yesus. Kesombongan menunjukkan kekerdilan dirinya. Ia merasa eksklusif terhormat serta bernilai karena kekayaan, pangkat, gelar dan berbagai atribut lahiriah yang dimilikinya. Pada hal betapa miskin keadaannya. Orang-orang seperti ini tidak mengenal dirinya dengan benar. Biasanya mereka memasang harga pada dirinya dan menuntut orang lain membayar sesuai dengan bandrol harga yang dipasangnya. Dengan cara demikian ia menuntut orang membayar semacam ”pajak” bagi dirinya. Inilah orang-orang yang mau menjadi Tuhan bagi dirinya dan bagi orang lain. Ini adalah spirit Lusifer yang jatuh. Kasihan, banyak orang terhormat karena jabatan, bergelar, kaya dari berbagai kalangan sosial terjerumus ke dalam kubangan ini. Akhirnya mereka akan pulang ke rumah kekal dalam kemiskinan bahkan menjadi sampah abadi
Kesederhanaan adalah ketika kita bisa menerima manusia lain secara utuh sebagai makhluk ciptaan Allah yang berharga.
Sebenarnya sulit menjebol tembok pembatas yang sudah dibangun bertahun-tahun. Tetapi kalau mengingat bahwa kita orang berdosa yang seharusnya menjadi sampah abadi dan dibuang ke dalam api kekal, tetapi beroleh anugerah-Nya menjadi anak-anak Allah oleh belas kasihan dan kerendahan hati-Nya, maka kita harus berani menjebol tembok-tembok yang memisahkan kita dari sesama. Jadi, kalau seseorang belum menjebol tembok-temboknya ia belum mengenal kasih karunia Tuhan Yesus. Kesombongan menunjukkan kekerdilan dirinya. Ia merasa eksklusif terhormat serta bernilai karena kekayaan, pangkat, gelar dan berbagai atribut lahiriah yang dimilikinya. Pada hal betapa miskin keadaannya. Orang-orang seperti ini tidak mengenal dirinya dengan benar. Biasanya mereka memasang harga pada dirinya dan menuntut orang lain membayar sesuai dengan bandrol harga yang dipasangnya. Dengan cara demikian ia menuntut orang membayar semacam ”pajak” bagi dirinya. Inilah orang-orang yang mau menjadi Tuhan bagi dirinya dan bagi orang lain. Ini adalah spirit Lusifer yang jatuh. Kasihan, banyak orang terhormat karena jabatan, bergelar, kaya dari berbagai kalangan sosial terjerumus ke dalam kubangan ini. Akhirnya mereka akan pulang ke rumah kekal dalam kemiskinan bahkan menjadi sampah abadi
Kesederhanaan adalah ketika kita bisa menerima manusia lain secara utuh sebagai makhluk ciptaan Allah yang berharga.
No comments:
Post a Comment