Tuesday 27 November 2012

Ber-Tuhan dengan Benar

Banyak orang merasa sudah beriman hanya karena percaya bahwa Tuhan itu ada. Kepercayaan seperti ini bukanlah iman yang benar, sebab kalau hanya kepercayaan berangkat dari persetujuan pikiran bahwa Allah itu ada maka roh-roh jahat pun percaya kepada Tuhan dan menggeletar (Yak. 2:19), artinya roh-roh itupun percaya bahwa Allah ada tetapi tidak memiliki hubungan yang harmonis dengan Tuhan, bahkan mereka memposisikan diri sebagai musuh. Dalam hal ini roh jahat bukan pribadi yang bisa dikatakan beriman kepada Tuhan, walau ia percaya Allah itu ada. Beriman atau percaya kepada Tuhan bukan hanya mengakui status-Nya, bahwa Dia Pencipta alam semesta atau Allah yang layak dipuji dan disembah, tetapi juga penyerahan kepada kehendak-Nya. Penyerahan kepada kehendak-Nya ini akan terkristal dalam tindakan nyata. Orang yang memahami kebenaran ini tidak akan berdoa untuk sesuatu yang tidak sesuai dengan kehendak-Nya. Di masyarakat yang memiliki nilai-nilai spiritual religius seperti Indonesia semua orang bisa mengaku beriman kepada Tuhan, tetapi sebenarnya mereka belum “ber-Tuhan dengan benar”. Banyak orang yang secara teori ber-Tuhan tetapi dalam prakteknya tidak. Ini berarti theis teoritis (ber-Tuhan secara teori) tetapi atheis praktis. Seseorang yang mengaku beriman, harus diukur dari kualitas hubungannya dengan Tuhan, dan kualitas hubungan dengan Tuhan akan nampak dari perilaku kehidupannya.

Selama ini banyak orang Kristen yang mengarahkan obyek imannya kepada sesuatu, bukan kepada Tuhan. Ini merupakan kesalahan yang sangat fatal. Obyek iman kita haruslah Tuhan sendiri. Bila obyek iman bukan Tuhan, maka itu bukanlah iman yang menyelamatkan. Mengapa demikian? Apa maksudnya? Oleh sebab itu, obyek iman kita pada prinsipnya bukan sejumlah keinginan atau cita-cita, juga bukan suatu barang yang kita merasa butuhkan, melainkan pribadi Tuhan Yesus Kristus. Kepada pribadi Tuhan Yesus tersebut kita mempercayai bukan saja kuasanya, tetapi totalitas kepribadian-Nya, yaitu hikmat-Nya, kebijaksanaan-Nya dan rencana-Nya. Mempercayai Tuhan Yesus berarti menuruti kehendak-Nya. Iman merupakan penyerahan diri sepenuh kepada seluruh kehendak Tuhan secara mutlak. Hal ini sesuai dengan pengertian iman dalam bahasa Alkitab yaitu aman (Ibrani) dan pisteuo (Yunani) yang artinya menyerahkan diri yang secara konsisten dan berkesinambungan kepada sesuatu atau seseorang. Oleh sebab itu seseorang tidak akan dapat meningkatkan kualitas imannya kepada Tuhan kecuali bertumbuh dalam pengenalan akan Tuhan yaitu hakekat-Nya, hikmat-Nya, kebijaksanaan-Nya dan rencana-rencana-Nya.

Seseorang yang mengaku beriman, harus diukur dari kualitas hubungannya dengan Tuhan, dan itu akan nampak dari perilaku kehidupannya.

No comments:

Post a Comment