Iblis akan berusaha agar manusia menjadi terlena oleh berbagai
kesibukan, kesenangan dan cita-cita. Tujuannya agar manusia tidak
memikirkan dengan serius keadaan kekalnya di balik kuburnya nanti. Kalau
irama terlena ini tidak segera diubah, maka ia tidak pernah serius
“mengumpulkan harta di Sorga”. Dimensi hidup yang dimiliki adalah
dimensi hidup sekarang di bumi ini, dimensi hidup hewan yang tidak
mengenal kekekalan. Dimensi hidup ini adalah dimensi hidup kefanaan yang
telah mengalir dan menetap kuat di dalam setiap jiwa manusia. Mereka
memikirkan hal-hal yang dibawah bukan yang di atas (Kol. 3:1-4; Yoh.
3:31). Dengan cara ini, si jahat menggiring banyak manusia ke dalam
kegelapan. Harus ada suara keras dan tegas untuk memperingatkan manusia
terhadap keadaan krisis ini. Penyesatan yang hebat dewasa ini adalah
banyak orang Kristen yang ke gereja bahkan melakukan kesibukan pelayanan
gerejani, tetapi masih hidup dalam dimensi hidup kefanaan. Proyeksi
mereka masih pada kesenangan dunia hari ini dan di bumi ini, waktu
hidupnya dihabiskan untuk berbagai kesibukan yang sia-sia. Tetapi mereka
merasa bahwa mereka hidup dalam kewajaran. Memang hidup mereka wajar
dalam kacamata manusia yang tidak mengenal anugerah, tetapi bagi manusia
yang mengenal anugerah, berarti menyia-nyiakan keselamatan yang
disediakan Tuhan.
Orang-orang seperti ini tidak memiliki kemajuan yang berarti dalam pertumbuhan imannya. Mereka tidak pernah menggeserkan hatinya dalam Kerajaan Sorga. Mereka tidak memperhatikan perkataan Tuhan, dimana ada hartamu di situ hatimu berada (Mat. 6:21). Sejatinya mereka tidak masuk dalam proses keselamatan. Mereka beranggapan kalau sudah masuk dalam kegiatan pelayanan, berbicara hal-hal rohani, menjadi aktivis gereja atau pejabat sinode seperti pendeta, berarti sudah memikirkan perkara-perkara yang di atas. Sayang sekali, mereka orang-orang baik yang tidak pernah menjadi anak-anak Allah, karena standar hidup sebagai anak-anak Allah yang mereka pahami sangat rendah. Mereka tidak memahami bahwa menjadi anak-anak Allah harus berpikir seperti Tuhan Yesus berpikir, tidak cukup hanya membantu Tuhan Yesus dalam pelayanan atau menjadi orang bermoral yang tidak melanggar hukum. Oleh sebab itu mereka tidak berupaya dengan keras mengenal Allah, sebab mereka sudah merasa cukup mengenal Allah. Mereka merasa bahwa pemahaman mereka mengenal Allah sudah cukup, dan bisa membawa mereka kepada kehidupan yang berkenan kepada Allah. Padahal keberkenanan di hadapan Allah adalah kehidupan dengan standar Tuhan Yesus sendiri. Suatu level yang harus diperjuangkan dengan hebat.
Proyeksikan hidup kita pada hal-hal yang membawa kita pada kebenaran
Orang-orang seperti ini tidak memiliki kemajuan yang berarti dalam pertumbuhan imannya. Mereka tidak pernah menggeserkan hatinya dalam Kerajaan Sorga. Mereka tidak memperhatikan perkataan Tuhan, dimana ada hartamu di situ hatimu berada (Mat. 6:21). Sejatinya mereka tidak masuk dalam proses keselamatan. Mereka beranggapan kalau sudah masuk dalam kegiatan pelayanan, berbicara hal-hal rohani, menjadi aktivis gereja atau pejabat sinode seperti pendeta, berarti sudah memikirkan perkara-perkara yang di atas. Sayang sekali, mereka orang-orang baik yang tidak pernah menjadi anak-anak Allah, karena standar hidup sebagai anak-anak Allah yang mereka pahami sangat rendah. Mereka tidak memahami bahwa menjadi anak-anak Allah harus berpikir seperti Tuhan Yesus berpikir, tidak cukup hanya membantu Tuhan Yesus dalam pelayanan atau menjadi orang bermoral yang tidak melanggar hukum. Oleh sebab itu mereka tidak berupaya dengan keras mengenal Allah, sebab mereka sudah merasa cukup mengenal Allah. Mereka merasa bahwa pemahaman mereka mengenal Allah sudah cukup, dan bisa membawa mereka kepada kehidupan yang berkenan kepada Allah. Padahal keberkenanan di hadapan Allah adalah kehidupan dengan standar Tuhan Yesus sendiri. Suatu level yang harus diperjuangkan dengan hebat.
Proyeksikan hidup kita pada hal-hal yang membawa kita pada kebenaran
No comments:
Post a Comment