Menjadi masalah yang harus dipersoalkan adalah, apa yang mendorong
seseorang dapat melakukan hukum-hukum Tuhan. Ini sama dengan apa yang
menggerakkan seseorang berurusan dengan Tuhan, menjadi orang beragama.
Banyak motivasi yang mendorong seseorang melakukan hukum Tuhan dan
menjalankan kegiatan agamanya. Motif-motif itu antara lain supaya
diberkati Tuhan, baik dengan berkat jasmani maupun berkat rohani, supaya
jangan dikutuk, supaya menyenangkan Tuhan, supaya tidak masuk neraka
dan lain sebagainya. Motif-motif ini kedengarannya benar dan baik,
tetapi sebenarnya belum tepat benar. Pada tingkat tertentu Tuhan akan
membawa orang percaya kepada suatu tingkat bahwa yang mendorong
seseorang melakukan kehendak-Nya haruslah karena mengasihi Allah sebagai
Bapa. Mengasihi Tuhan sebagai majikan. Motif inilah yang seharusnya
mendorong melakukan kehendak-Nya. Karena mengasihi Bapa maka berusaha
menyenangkan hati-Nya. Oleh karena mengasihi Tuhan maka berusaha tidak
masuk neraka, sebab Tuhan menghendaki di mana Tuhan ada, orang percaya
juga ada (Yoh. 14:1-3). Orang yang menyenangkan Tuhan belum tentu
mengasihi Tuhan, tetapi orang yang mengasihi Tuhan pasti menyenangkan
hati-Nya. Oleh sebab mengasihi Tuhan, maka berusaha hidup dalam
berkat-Nya sebab Tuhan menghendaki kita hidup di dalam berkat-Nya (Yoh.
10:10). Dengan demikian landasan orang percaya berurusan dengan Tuhan
adalah karena mengasihi Dia.
Dalam Yohanes 21:15-19, Tuhan Yesus bertanya kepada Petrus apakah ia mengasihi Tuhan Yesus? Tuhan Yesus tidak bertanya: Apakah Petrus mau melakukan hukum-hukum-Nya? Tuhan Yesus mengulang-ulang pertanyaan itu agar Petrus sungguh-sungguh dapat menghayati kasih terhadap Tuhan Yesus. Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari keadaan diri Petrus pada waktu itu (ia baru saja menyangkali Tuhan dan Gurunya), Tuhan menghendaki agar Petrus memiliki kasih yang tulus kepada Tuhan Yesus. Mengasihi Tuhan adalah dasar dari kesediaan Petrus mengiring Tuhan Yesus. Kalau dasar ini benar maka apapun akan rela dilakukannya bagi Tuhan dengan kualitas yang sangat baik. Dalam hal ini harus ditegaskan bahwa Tuhan menghendaki sikap hati yang benar di hadapan-Nya. Dan sikap hati yang benar itu adalah “mengasihi Tuhan”. Tuhan tidak mempermasalahkan pengkhianatan Petrus kepada Yesus yang sudah terjadi. Pengalaman masa lalu bisa membentuk sikap batin Petrus terhadap Tuhan Yesus. Melalui pengalaman itu Tuhan memurnikan, menumbuhkan dan menyempurnakan kasih Petrus kepada-Nya.
Landasan orang percaya berurusan dengan Tuhan adalah karena dia mengasihi-Nya.
Dalam Yohanes 21:15-19, Tuhan Yesus bertanya kepada Petrus apakah ia mengasihi Tuhan Yesus? Tuhan Yesus tidak bertanya: Apakah Petrus mau melakukan hukum-hukum-Nya? Tuhan Yesus mengulang-ulang pertanyaan itu agar Petrus sungguh-sungguh dapat menghayati kasih terhadap Tuhan Yesus. Hal ini menunjukkan bahwa lebih dari keadaan diri Petrus pada waktu itu (ia baru saja menyangkali Tuhan dan Gurunya), Tuhan menghendaki agar Petrus memiliki kasih yang tulus kepada Tuhan Yesus. Mengasihi Tuhan adalah dasar dari kesediaan Petrus mengiring Tuhan Yesus. Kalau dasar ini benar maka apapun akan rela dilakukannya bagi Tuhan dengan kualitas yang sangat baik. Dalam hal ini harus ditegaskan bahwa Tuhan menghendaki sikap hati yang benar di hadapan-Nya. Dan sikap hati yang benar itu adalah “mengasihi Tuhan”. Tuhan tidak mempermasalahkan pengkhianatan Petrus kepada Yesus yang sudah terjadi. Pengalaman masa lalu bisa membentuk sikap batin Petrus terhadap Tuhan Yesus. Melalui pengalaman itu Tuhan memurnikan, menumbuhkan dan menyempurnakan kasih Petrus kepada-Nya.
Landasan orang percaya berurusan dengan Tuhan adalah karena dia mengasihi-Nya.
No comments:
Post a Comment