Wednesday 22 August 2012

Kasih Yang Vertikal dan Horisontal

Kasih kepada Tuhan harus melebihi kasih kepada siapapun, tetapi hal ini tidak membuat kasih kepada sesama berkurang kualitasnya. Kalau kasih kepada Tuhan membuat seseorang kurang mengasihi orang-orang yang ada di sekitarnya, khususnya keluarga sendiri, maka itu adalah kasih kepada Tuhan yang salah. Kalau seseorang mengasihi Tuhan dengan benar, maka ia tidak akan melukai orang di sekitarnya, kecuali mereka hatinya bengkok atau jahat. Terdapat fakta di mana seseorang mengaku mengasihi Tuhan dan berjuang untuk mewujudkan kasihnya tetapi ia harus mengorbankan orang lain, menelantarkan orang-orang yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya. Kasih kepada Tuhan yang benar akan membuat orang di sekitarnya merasa teduh dan nyaman. Justru kasih kepada Tuhan diekspresikan dengan kasih kepada sesama secara proporsional. Ada orang-orang yang mengaku mengasihi allahnya, untuk itu ia rela mengorbankan nyawa. Tetapi keluarga dan orang-orang yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya diterlantarkan. Ia merasa telah membela allahnya tanpa mempedulikan orang-orang yang seharus­nya menerima perhatian, kasih dan nafkah yang memadai.

Seiring dengan pertumbuhan kasih kepada Tuhan secara benar, maka tindakan kasih seseorang kepada sesamanya juga semakin berkualitas. Jika tidak, berarti ia tidak mengasihi Tuhan dengan benar. Dalam hal ini kasih kepada Tuhan yang vertikal atau tegak lurus memberi kualitas terhadap kasih kepada sesama yang horisontal. Pertemuan kasih yang vertikal bertemu dengan kasih yang horisontal membentuk gambar salib. Ada pula orang yang mengaku mengasihi Tuhan, tetapi hanya mengurusi keluarganya sendiri tanpa batas. Ia tidak melihat keluar jendela hidupnya, banyak orang yang tidak beruntung hidupnya yang harus mendapat perhatian juga. Kepada mereka, seorang percaya harus juga membagi “rotinya” dalam kasih yang tulus. Tuhan Yesus diwakili oleh mereka sebagai obyek kasih. Kepada Yudas Tuhan Yesus menyatakan bahwa orang-orang miskin selalu ada pada orang percaya, artinya bahwa orang percaya akan selalu bertemu dengan orang-orang yang menjadi obyek kasih (Yoh. 12:8). Miskin di sini tentu bisa memiliki arti yang luas. Di dalamnya termasuk kemiskinan keselamatan. Orang yang mengasihi Tuhan dengan benar, melebihi kasihnya kepada siapa pun tidak tenggelam dalam kasih secara mistik, artinya hanya bersama dengan Tuhan dalam ruang doa atau menjauhi keramaian. Kasih kepada Tuhan justru harus diekspresikan dalam bentuk mengasihi orang-orang dekatnya sampai orang jauh

Kasih kepada Tuhan harus diekspresikan dalam kasih kepada sesama.

No comments:

Post a Comment