Sunday 5 August 2012

Dia Sangat Nyata

Untuk memasuki kehidupan yang istimewa, yaitu berdialog dengan Tuhan, kita perlu memiliki landasan, yaitu selalu dalam kesadaran, bahwa Allah adalah Allah yang hidup. Ia bertelinga untuk mendengar, memiliki kehendak untuk mengambil keputusan dan bertindak. Ia memiliki perasaan yang reaktif dan responsif terhadap semua tindakan umat-Nya. Oleh sebab itu adalah kerugian kalau

kita tidak mengalami Tuhan secara riil melalui dialog dengan Tuhan. Ia adalah Allah yang nyata. Alkitab tidak pernah mencoba membuktikan adanya Tuhan, sebab para penulis Alkitab yakin dan mengalami bahwa Tuhan sangat riil. Bagi mereka Allah tidak perlu dibuktikan lagi, karena sedemikian riilnya. Berdialog dengan Tuhan bukanlah sesuatu yang jauh dari pengalaman hidup orang percaya. Seharusnya sedekat detak jantung kita, sedekat itulah suara Tuhan dapat kita dengar. Ia tinggal di dalam kita. Kenyataannya, jarang sekali orang yang dapat mengalami secara riil kehadiran Tuhan dalam hidupnya. Dengan demikian mereka berpikir bahwa yang dapat mendengar suara Tuhan hanya orang khusus saja. Dengan “mental block” ini, mereka sudah menjadi sangat pesimis untuk bisa berdialog dengan Tuhan.

Dalam hal ini perlu catatan penting bahwa kita tidak boleh memaksa Tuhan menyatakan diri secara fisik. Kita tidak boleh menuntut bukti-bukti lahiriah dan pengalaman fisik baru kita percaya kehadiran-Nya. Tuhan sendiri mengajarkan bahwa kita harus percaya walau tidak melihat (Yoh. 20:29). Bila Tuhan menunjukkan bahwa ada orang yang percaya walau tidak melihat, maka Tuhan tidak menjamin bahwa Tuhan akan menyatakan diri secara fisik supaya orang percaya. Dalam hal ini dibutuhkan iman percaya, bukan perasaan atas bukti lahiriah. Pengalaman emosi tidak dapat menjadi dasar pengalaman kita dengan Tuhan. Perasaan mudah berubah bahkan kadang menipu. Kita harus melatih berjalan dengan iman bukan dengan penglihatan (2 Kor. 5:7).

Kita harus berani percaya walau kita tidak merasakan secara fisik, walau kita tidak memiliki pengalaman yang spektakuler dengan Tuhan, kita percaya Dia Mahahadir. Hal ini menjadi irama yang melekat dan menyatu dengan jiwa kita. Kalau seseorang tidak memiliki pengalaman yang spektakuler dengan Tuhan tetapi tetap percaya, maka itulah suatu hal yang berkenan di hadapan Tuhan. Membiasakan diri percaya dengan cara demikian akan mendewasakan iman kita. Inilah percaya yang benar. Memang untuk memiliki percaya demikian ini tidak mudah, tetapi kita harus membiasakannya.

Kadar iman percaya kita kepada Allah tidak dipengaruhi oleh sudah berapa lama kita menjadi seorang Kristen.

No comments:

Post a Comment