Hendaknya kita tidak berpikir, bahwa Tuhan hendak menjebak orang Kristen
berhubung Tuhan tidak mau berterus terang sekarang ini, bahwa Tuhan
tidak mengenal orang-orang tertentu (Mat. 7:21-23). Tuhan menghendaki
agar orang percaya belajar untuk mulai berdialog dengan Tuhan, bukan
untuk mempersoalkan apakah seseorang sudah berbuat ini atau itu, tetapi
apakah hidupnya sudah melakukan kehendak Allah Bapa dan benar-benar
menyukakan hati-Nya. Untuk ini seseorang harus memeriksa diri dengan
jujur. Apakah dirinya menyukakan hati Tuhan atau tidak. Dalam Matius
7:21-23, Tuhan tidak mempedulikan apakah orang-orang tersebut sudah
mengusir setan, mengadakan banyak mujizat atau bernubuat. Tetapi apakah
mereka sudah melakukan kehendak Bapa. Sekarang ini Tuhan tidak perlu
berterus terang, sebab kita sendiri harus tahu apakah kita ada di dalam
kehendak Bapa atau tidak. Untuk mengetahui apakah seseorang sudah
melakukan kehendak Bapa atau tidak, dibutuhkan kepekaan. Untuk memiliki
kepekaan, pikiran harus diasah dengan cara mengisinya dengan kebenaran
Firman Tuhan. Ini sama dengan mengalami pembaharuan pikiran. Jangan
berharap ketika seseorang berkata, ”selidiki aku Tuhan,” lalu Tuhan
dengan segera menunjukkan butir-butir kesalahannya. Harus diingat bahwa
kekristenan bukan agama hukum yang kesalahannya bisa ditunjukkan dengan
butir-butir hukum, di pasal berapa dan di ayat mana.
Bagi orang Kristen baru atau yang belum dewasa, masih dalam taraf “hukum” Tuhan menunjukkan kesalahan yang didasarkan pada hukum atau peraturan tertentu yang bersifat moral. Tetapi bagi yang sudah dewasa, penunjukan kesalahan atau kemelesetan di hadapan Tuhan harus melalui mekanisme yaitu mengerti kebenaran sehingga memiliki kepekaan, dengan kepekaan itu dengan sendirinya mengerti apakah hidupnya sudah memuaskan hati-Nya atau belum. Dengan mengalami pembaharuan pikiran maka cita rasa jiwanya sama dengan cita rasa Tuhan. Dengan cita rasa yang sama ini seseorang bisa mengerti benar apakah hidupnya bisa dinikmati oleh Tuhan atau tidak. Jadi, kalau kehausan seseorang masih pada perkara-perkara dunia, kehormatan, sanjungan dan segala sesuatu yang bersifat duniawi, maka tidak akan memiliki cita rasa Ilahi atau indera rohani untuk mengerti apakah dirinya bisa dinikmati oleh Tuhan atau tidak. Orang-orang seperti ini tidak memiliki kepastian apakah dirinya dimuliakan bersama dengan Kristus atau tidak (Rm. 8:17). Paulus memiliki keyakinan bahwa dirinya akan dimuliakan bersama dengan Kristus, setelah ia berjuang “habis-habisan untuk Tuhan” (2 Tim. 4:3-8).
Bercermin dengan menggunakan firman Tuhan, kita dapat melihat keadaan hati kita sebenarnya.
Bagi orang Kristen baru atau yang belum dewasa, masih dalam taraf “hukum” Tuhan menunjukkan kesalahan yang didasarkan pada hukum atau peraturan tertentu yang bersifat moral. Tetapi bagi yang sudah dewasa, penunjukan kesalahan atau kemelesetan di hadapan Tuhan harus melalui mekanisme yaitu mengerti kebenaran sehingga memiliki kepekaan, dengan kepekaan itu dengan sendirinya mengerti apakah hidupnya sudah memuaskan hati-Nya atau belum. Dengan mengalami pembaharuan pikiran maka cita rasa jiwanya sama dengan cita rasa Tuhan. Dengan cita rasa yang sama ini seseorang bisa mengerti benar apakah hidupnya bisa dinikmati oleh Tuhan atau tidak. Jadi, kalau kehausan seseorang masih pada perkara-perkara dunia, kehormatan, sanjungan dan segala sesuatu yang bersifat duniawi, maka tidak akan memiliki cita rasa Ilahi atau indera rohani untuk mengerti apakah dirinya bisa dinikmati oleh Tuhan atau tidak. Orang-orang seperti ini tidak memiliki kepastian apakah dirinya dimuliakan bersama dengan Kristus atau tidak (Rm. 8:17). Paulus memiliki keyakinan bahwa dirinya akan dimuliakan bersama dengan Kristus, setelah ia berjuang “habis-habisan untuk Tuhan” (2 Tim. 4:3-8).
Bercermin dengan menggunakan firman Tuhan, kita dapat melihat keadaan hati kita sebenarnya.
No comments:
Post a Comment