Monday 30 July 2012

Alazoneia

Manusia adalah makhluk yang sangat luar biasa; berharga dan istimewa. Bukan saja metabolisme tubuhnya yang sangat kompleks, tetapi juga kemampuannya dalam bertindak seperti Penciptanya. Karena memang manusia diciptakan menurut rupa dan gambar Allah. Tidak ada makhluk yang diciptakan oleh Allah sehebat manusia. Tentu dengan keberadaan ini pasti manusia harus memikul suatu tanggung jawab yang besar. Manusia pasti pula menjadi makhluk yang memiliki risiko tinggi. Hal ini harus disadari oleh setiap manusia. Jika tidak menyadari hal ini, maka ada kecenderungan untuk hidup ceroboh. Kecerobohan ini membuat manusia menjadi makhluk yang tidak bernilai sama sekali. Kesadaran terhadap hal ini harus dibangkitkan, dikobarkan dan terus dipelihara. Dalam hal ini pelayanan gereja lah melalui pemberitaan Firman yang harus berperan kuat, sebab tidak ada pihak lain yang dapat melakukan hal ini.

Selanjutnya apakah manusia benar-benar menjadi makhluk yang benar-benar istimewa dan luar biasa, hal itu tergantung pada manusia itu sendiri. Hidup selama 70-80 tahun di dunia ini merupakan pergumulan untuk memilih dan menentukan, menghargai diri sendiri atau melecehkannya. Apakah menjadikan dirinya berharga dan istimewa atau sampah abadi. Masalahnya kemudian adalah bagaimana kita menjadikan diri kita istimewa dan berharga? Seseorang menjadi berharga dan istimewa, kalau menundukkan diri di hadapan Tuhan, dan melakukan kehendak-Nya. Kalau seseorang melakukan kehendak Allah dengan benar, maka ia menjadi berharga dan istimewa di mata Allah. Jadi, seseorang akan menjadi benar-benar berharga dan istimewa jika berkenan di pemandangan Tuhan.

Manusia telah menjadi sesat, yaitu ketika berusaha untuk menjadi berharga, istimewa dan terhormat di mata manusia lainnya. Inilah yang disebut oleh Yohanes dalam suratnya sebagai “keangkuhan hidup”. Dalam teks aslinya adalah alazoneia (ἀλαζονεία) yang artinya keangkuhan, atau kesombongan (Ing. pretension, arrogance; pride). Orang yang masih berusaha menjadi terhormat di mata manusia adalah orang yang tidak akan pernah untuk menjadi berharga dan istimewa di hadapan Tuhan, mereka tidak pernah menjadi orang percaya yang benar. Berkenaan dengan hal ini Tuhan Yesus berkata, “Bagaimanakah kamu dapat percaya, kamu yang menerima hormat seorang dari yang lain dan yang tidak mencari hormat yang datang dari Allah yang Esa (Yoh. 5:44). Oleh sebab itu, untuk menjadi berharga dan istimewa di hadapan Tuhan hanya satu cara, yaitu melakukan kehendak Allah.

Melakukan kehendak Allah adalah jalan untuk menjadi berharga dan istimewa di hadapan-Nya

Sunday 29 July 2012

Persembahan Yang Mulia

Proudly present! Citygate resound' first creation! 

The song was written after our heart was stirred up upon one question: "Will you still love God if God takes away all you have today?"

Psalm 73:25-26 says that world may fall apart, but God is our portion forever, which simply means that He is irreplaceable by anything this world can offer.

May God bless you!

Salt and Light

The Lord says refuse to take on burdens and the cares that are trying to weigh you down. Refuse to allow fear to grip your heart and overwhelm you. I have not created you with a spirit of fear or timidity. You are not meant to carry this weight. You have not been created to carry burdens but I have created you to be a carrier of My glory. I have created you to be an overcomer. As you continue to press in to Me even through difficult times, you will be strengthened. Don't weaken but learn how to contend. Even though your situation may seem overwhelming, I have provided for every one of you to be more than a conqueror through difficult times. Refuse to be overtaken with worry. Learn how to make adversity drive you into your purpose and destiny rather than cause you to retreat.

Seek Me for direction through prayer. I will not only bring restoration in your life but I will use you to liberate others from the same things that I have released you from. You have been created to be salt and light. You have been created to rule and reign on this earth. Don't become weary in the journey. Don't look back. If you look back you will lose sight to where you are going. Don't allow bad news to effect you. Walk with Me throughout the day. Spend quality time with Me. My word will bring life to you. Cast your cares on Me and trust Me to bring you in to all that I have created you to be and you will not fail says the Lord.

Psalm 55:22 Cast your burden on the Lord, and He shall sustain you; He shall never permit the righteous to be moved.

Matthew 11:28-30 Come to Me, all you who labor and are heavy laden, and I will give you rest. Take My yoke upon you and learn from Me, for I am gentle and lowly in heart, and you will find rest for your souls. For My yoke is easy and My burden is light."

1 Peter 5:7 Casting all your anxieties on Him, because He cares for you.

Perjuangan Mendewasakan Cinta

Cinta kepada Tuhan harus didewasakan, cinta kepada Tuhan harus ditumbuhkan terus menjadi cinta yang berkualitas tinggi. Hal ini menuntut perjuangan yang serius. Mendewasakan cinta kepada Tuhan menuntut pertaruhan yang sangat tinggi yaitu segenap hidup, mengasihi Tuhan harus dengan segenap jiwa, akal budi, kekuatan (Mat. 22:37-40). Memang sulit untuk membuat cinta menjadi berkualitas kalau filosofi hidup kedua pribadi tidak sama. Cinta yang dewasa atau yang berkuali­tas tinggi membutuhkan kesamaan visi hidup dan filosofi-filosofinya. Hal ini sama dengan cinta kita kepada Tuhan. Tentu bukan Tuhan yang menyesuaikan diri dengan kita, kita yang harus menyesuaikan diri dengan Tuhan. Oleh sebab itu seorang yang mau mendewasakan cintanya kepada Tuhan harus menyerap sebanyak-banyaknya kebenaran Firman Tuhan yang dapat mengubah seluruh konstelasi berpikirnya.

Seorang Kristen yang hidupnya masih mengasihi dunia ini tidak mungkin dapat mengasihi dan mencintai Tuhan. Tuhan tidak dapat berkasih-kasihan atau bercinta dengan mereka. Manusia memiliki perasaan dan harus menujukan cinta atau kasihnya kepada suatu obyek. Manusia memiliki keinginan, maka harus menujukan keinginan tersebut kepada suatu obyek. Manusia juga memiliki nafsu atau hasrat dalam dagingnya, juga harus menujukan hasrat itu kepada suatu obyek. Berbahagialah orang yang menyublimasikan cinta, keinginan dan segala hasratnya kepada obyek yang benar. Jadi, kita membutuhkan Tuhan, sebab kita membutuhkan obyek untuk menerima segala cinta, keinginan dan segala hasrat kita. Kalau seseorang membutuhkan Tuhan hanya karena membutuhkan pertolongan-Nya, maka ia tidak mencintai Tuhan dengan benar. Orang-orang seperti ini tidak akan pernah untuk menjadi kekasih Tuhan.

Kalau umat Perjanjian Lama memiliki isi relasi dengan Allah hanya menjadikan Dia Gunung Batu Pertolongan, hal ini wajar sebab mereka belum bisa menjadi kekasih Tuhan seperti umat Perjanjian Baru (2 Kor. 11:2-3). Umat Perjanjian Baru adalah umat istimewa yang menerima karunia Roh Kudus untuk dapat membangun hubungan sebagai kekasih atau mempelai Tuhan. Ibarat frekuensi, kita harus memiliki frekuensi yang cukup untuk menjangkau cinta Tuhan. Bagaimanapun frekuensi cinta seseorang kepada Tuhan dapat tercium aromanya dan terperagakan dalam kehidupan secara konkret. Meningkatkan frekuensi maksud­nya adalah memiliki komitmen yang bulat untuk mengasihi Tuhan dan selalu meng “update” serta tekun belajar kebenaran melalui firman-Nya.

Semakin karib dan dewasa hubungan cinta kepada Tuhan, semakin kita siap untuk menjadi mempelai-Nya.

Cinta Yang Sejati

Cinta kepada Tuhan yang tidak dewasa, belum bisa dinikmati dan memuaskan hati Tuhan, sebab kualitas cinta yang demikian masih sangat rendah. Cinta kepada Tuhan yang tidak dewasa sering dipenuhi dengan intrik-intrik memanfaatkan Tuhan. Cinta seperti ini tidak memerlukan perjuangan, bisa ditumbuhkan dalam sekejap. Tetapi kalau mengasihi dan mencintai Tuhan dengan segenap hidup, seseorang harus didewasakan rohaninya, dan seiring dengan proses pendewasaan rohaninya berlanjut terus proses mengasihi Tuhan (Mat. 22:37-40). Cinta yang berkualitas yang diinginkan Tuhan, tidak bisa dibangun dalam sehari atau setahun. Ternyata cinta yang dewasa kepada Tuhan harus diperjuangkan.

Cinta yang tidak dewasa kepada Tuhan dalam hidup seseorang yang belum lama menjadi orang Kristen, diterima dan dimaklumi oleh Tuhan. Sama seperti orang tua yang mendengar anaknya yang masih kecil berkata, “aku sayang mama”. Orang tua menerima cinta anak itu dan bisa menikmatinya. Berbeda dengan keadaan ketika anak itu sudah dewasa. Ia tidak pernah berkata lagi kepada mamanya, ”I love you, mom”. Tetapi tindakannya akan menunjukkan bahwa ia mencintai mamanya. Mamanya bisa menikmati dan merasakan cinta anak tersebut tanpa perkataannya. Mamanya dapat menikmati cinta anak itu lebih dari menikmati pemberiannya. Apalagi orang tua yang sudah tidak bisa makan enak atau naik mobil mewah, ia tidak dapat menikmati barang pemberian anaknya, tetapi gelora cinta anaknya yang tulus, dirasakannya sebagai sebuah cinta yang berkualitas.

Sama dengan jika seorang pria mencintai seorang wanita secara utuh, se­benarnya juga membutuhkan proses yang tidak singkat. Ada orang yang merasa telah mencintai pasangannya, tetapi sebenarnya cintanya belum dewasa. Cintanya hanya didorong oleh libido semata atau faktor lainnya, misalnya karena harta orang tua si wanita. Kalau libidonya surut entah karena usia atau berbagai faktor lainnya, maka belum tentu cintanya masih utuh. Kalau harta warisan yang diberikan oleh orang tua wanita habis, ia akan mudah meninggalkannya. Kalau pasangannya berbuat suatu kesalahan belum tentu juga ia masih mencintai. Itulah sebabnya dalam fakta kehidupan ini, kita menjumpai banyak pasangan yang mudah bercerai walau belum lama menikah, atau sudah lama menikah tetapi cintanya tidak ber­tumbuh dewasa, akhirnya cerai. Kalau tidak bercerai, mereka masih hidup bersama hanya karena faktor malu bila cerai atau faktor anak-anak. Relasi seperti ini adalah relasi yang tidak ideal. Sebuah relasi yang akan melukai salah satu pasangannya.

Jangan kita mengaku mencintai Tuhan, jika ada kebohongan di balik ungkapan tersebut.

Cakap Bersandiwara

Wajah batiniah ditentukan oleh seberapa berkualitas kita mencintai Tuhan. Ternyata untuk mencintai Tuhan secara benar seseorang harus memasuki sebuah proses panjang lagi berat. Pada akhirnya mempersembahkan cinta kepada Tuhan bukan hanya mempersembahkan perasaan, tetapi mempersembahkan segenap kehidupan. Memang dimulai dari perasaan, tetapi tidak hanya berhenti pada sentimentalisme, tetapi harus terus berlanjut pada tindakan nyata dan perjuangan serta pengorbanan bagi Tuhan tanpa batas. Kalau hanya mempersembahkan perasaan semua orang dapat dan mudah melakukannya, termasuk orang-orang yang baru masuk Kristen dan juga anak-anak sekolah minggu. Banyak artis dan aktor yang secara luar biasa dapat memperagakan suatu peran, sehingga sekan-akan itu suatu kejadian nyata bukan suatu ”acting” (sedang berperan sesuai dengan script). Dikuatirkan banyak orang Kristen berperan seperti ini pada waktu di gereja, khususnya pada waktu menyembah, memuji Tuhan dan berdoa. Pada wakti itu ia meledakkan perasaannya dan berperan seakan-akan sedang berdoa kepada Tuhan dan sungguh-sungguh sedang berdialog dengan Tuhan.

Banyak orang Kristen merasa telah mencintai Tuhan, pada hal belum mencintai seperti yang dikehendaki-Nya. Hal tersebut biasanya terjadi di gereja-gereja yang biasa mengeksploitasi perasaan dan meledakkanya, sehingga terjebak pada kemunafikan di hadapan Tuhan. Tetapi mereka tidak menyadarinya. Mereka sudah terbiasa menciptakan suatu suasana dalam jiwanya yang akan dimunculkan pada waktu sedang berdoa, menyembah atau memuji Tuhan di gereja. Suasana yang diciptakan itu adalah suasana tertentu yang memaksa mereka meledakkan perasaan. Pada level tertentu, mereka bisa menjerit atau berbahasa roh (palsu). Mereka biasa berdoa, memuji dan menyembah Tuhan dengan selalu menangis. Pada hal seharusnya tidak selalu demikian. Ini bukan berarti waktu berdialog dengan Tuhan tidak boleh menangis atau berbahasa Roh. Dialog dengan Tuhan tidak boleh diformat harus menanagis atau tidak menangis. Semua harus berlangsung dalam ketulusan. Bila saatnya menangis ya menangislah, jika tidak ya tidak perlu. Juga pada waktu berkata kepada Tuhan, “aku mengasihi Engkau Tuhan”. Harus tulus sesuai dengan pengalaman hidup setiap hari. Kalau setiap harinya tidak mengasihi Tuhan, maka ucapan mengasihi Tuhan adalah ucapan munafik. Semua itu dilakukan seperti orang sedang bersandiwara. Banyak orang Kristen di gereja tertentu cakap melakukan sandiwara ini. tetapi mereka merasa bahwa itu adalah ukuran standar liturginya.

Setiap kesempatan yang ada pergunakan hal tersebut untuk selalu menyenangkan hatiNya.

Percakapan Terus Menerus

Kekristenan kita belum lengkap sampai tujuan, sebelum kita sampai pada pengalaman hidup “tinggal di dalam Dia”. Ini doa Tuhan Yesus dalam Yohanes 15: 4; 17:21. Tinggal di dalam Dia bukan hanya ditandai dengan pengakuan di mulut tetapi sebuah pengalaman di mana seseorang dapat berinteraksi dengan Tuhan. Ada hubungan timbal balik, ada percakapan terus menerus. Tinggal di dalam Tuhan menunjuk kehidupan seseorang yang benar-benar hidup dalam persekutuan dengan Tuhan. Persekutuan seperti inilah yang sebenarnya dikehendaki oleh Tuhan. Di sinilah seseorang menemukan kehidupan yang luar biasa. Hak istimewa ini harus dialami atau dimiliki setiap kita. Jadi maksud menjadikan tubuh kita bait Roh Kudus (1 Kor. 6:19-20), bukan hanya tubuh didiami Roh Kudus. Kalau bait suci Salomo didiami Roh Allah, artinya Roh Allah hadir di bait Allah tersebut, tetapi di sana tidak ada hubungan interaksi antara Allah dengan bait suci, sebab bait suci bukan pribadi. Bait suci adalah benda. Tetapi kalau Roh Allah diam di dalam kita maka berarti ada satu kegiatan percakapan yang berlangsung terus menerus yaitu hubungan interaksi dengan Tuhan di dalam diri kita. Hendaknya kita tidak membuat Tuhan “kesepian” di dalam diri kita.Tuhan mau memiliki hubungan yang mendalam dengan kita.

Sangat disayangkan banyak kita yang tidak memanfaatkan anugerah yang begitu besar. Hubungan yang mendalam dengan Tuhan, yang di dalamnya ada percakapan dengan Tuhan terus menerus yang tidak dibatasi oleh jam doa dan kebaktian. Hubungan yang mendalam ini tidak ada batasnya sampai kita bertemu muka dengan muka dengan Tuhan. Orang-orang seperti ini tentu senantiasa menghayati kehadiran Tuhan dalam hidupnya. Baginya Tuhan senyata dengan alam di sekitarnya. Allah bukan sesuatu yang tersembunyi dan misteri. Memang dalam hal ini perlunya terus menerus belajar tinggal di dalam Tuhan.Tinggal di dalam Dia, meru­pakan hubungan yang intim dengan Tuhan.

Inilah pekerjaan “mempertunangkan jemaat dengan Kristus”. Tidak sedikit gereja yang hanya membuat jemaat mengenal Kristus tetapi tidak mempertunangkan- nya. Dalam gereja dikesankan kuat bahwa hanya pendeta atau orang khusus Tuhan yang memiliki hubungan yang mendalam dengan Tuhan yang bisa berdialog dengan Tuhan, padahal setiap orang percaya harus dapat berdialog dengan Tuhan. Ciri dari gereja yang tidak mempertunangkan jemaat adalah ketika jemaat mengkultuskan seorang hamba Tuhan dan bergantung kepadanya, seakan-akan tanpa pendeta jemaat tidak bisa berhubungan langsung dengan Tuhan.

Melalui Roh Kudus yang tinggal dalam hati kita, Tuhan rindu memiliki hubungan dengan kita.

Invalid

Dalam Perjanjian Lama kalau seseorang hendak berdialog atau berjumpa dengan Tuhan, mutlak dibutuhkan sarana seperti suara yang didengar (audible), mata jasmani yang melihat (visible), nubuat atau mimpi. Tetapi dalam Perjanjian Baru, sarana tersebut tidak mutlak harus ada. Bukan tidak dibutuhkan atau tidak perlu sama sekali tetapi tidak mutlak dibutuhkan. Mengapa? Umat Perjanjian Lama belum mendapatkan anugerah Allah diam di dalam dirinya, tetapi bagi umat Perjanjian Baru Allah sudah tinggal di dalam dirinya. Ini berarti umat Perjanjian Baru bukan saja pasti bisa berdialog tetapi juga bisa berpikir seperti Dia berpikir, berperasaan seperti Dia berperasaan. Untuk itu Tuhan melatih umat pilihan-Nya mampu berpikir dan berperasaan sama dengan diri-Nya. Dengan demikian anak-anak Tuhan yang sungguh-sungguh dibawa kepada suasana hidup untuk bisa memiliki pertimbangan sesuai atau sama dengan pertimbangan Tuhan sendiri. Ini berarti lebih dari sekedar dialog.

Jadi, kalau orang Kristen membanggakan diri bisa mendengar suara Tuhan di telinganya, melihat dari matanya atau mimpi serta penglihatan untuk bisa menangkap pesan Tuhan, itu berarti suatu keadaan “istimewa”. Istimewa dalam arti “invalid,” sebab sebenarnya tanpa hal tersebut seharusnya seorang anak Tuhan bisa berinteraksi dengan Tuhan dan mengerti kehendak-Nya. Seperti anak yang tidak lengkap atau memiliki kelainan harus sekolah di sekolah luar biasa (SLB). Orang percaya harus membedakan standar yang harus dimiliki orang percaya yang semestinya melampaui standar umat Perjanjian Lama. Kalau pengalaman umat Perjanjian lama dianggap sudah sangat luar biasa, hal itu disebabkan umat Perjanjian Baru tidak memahami standar yang harus dimiliki dan tidak mengalami berkat, yaitu persekutuan yang terus menerus dengan Tuhan. Ini lebih dari dialog sekali-kali atau sesaat. Kalau kita mengamati dengan jujur fenomena yang terjadi dalam kehidupan orang kristen dewasa ini justru apa yang sering disaksi­kan oleh orang-orang yang katanya bisa mendengar suara Tuhan dan mendapat mimpi serta penglihatan dari Tuhan banyak “ngaconya”. Kemudian hari ternyata kehidupan mereka tidak berkualitas. Tetapi hamba-hamba Tuhan yang tidak ban­yak menyatakan bahwa dirinya mendapat penglihatan dan pengalaman spektakuler lainnya, justru mengajarkan kebenaran yang menggiring umat untuk sungguh-sungguh berdialog dengan Tuhan dan hidup dalam persekutuan dengan Tuhan se­cara benar. Umat bisa mandiri dalam bersekutu dengan Tuhan.

Tuhan dapat berbicara kepada setiap orang melalui Roh-Nya yang tinggal di dalam dirinya.

Konfirmasi Yang Jelas

Wednesday, 25 July 2012 8:44 AM
Dalam seluruh tindakan kehidupan setiap hari, seseorang harus memiliki pikiran dan perasaan yang searah atau sejalan dengan Tuhan sendiri, sehingga setiap keputusan dan pilihan-pilihannya, tidak menyimpang dari kehendak-Nya. Hal ini harus dianggap sebagai hal yang wajar dan natural sebab, standar kehidupan anak Tuhan adalah melakukan kehendak Allah. Filosofinya adalah: The Lord is my law. Ini berarti seorang anak Tuhan harus benar-benar memiliki kemampuan untuk berpikir dan berperasaan seperti Allah. Namun untuk hal-hal khusus dan istimewa kadang-kadang Tuhan menyampaikan secara istimewa, bisa melalui mimpi atau nubuat. Seperti yang dialami oleh Paulus ketika Tuhan mencegah Paulus ke daerah Asia dan memerintahkan dia untuk ke Makedonia (Kis. 16:6-10). Mengapa Paulus harus mendapat penglihatan langsung, padahal Roh Kudus dan Roh Yesus sudah mencegahnya? Sebab Paulus begitu bersemangat memberitakan Injil, sehingga ia kurang bijaksana atau kurang peka terhadap kehendak Allah.

Pelajaran yang dapat kita petik dari hal ini adalah bahwa kita harus berhati-hati bila hendak melakukan sesuatu atau mengambil keputusan yang memiliki dampak besar bagi diri kita, keluarga, keluarga besar dan serta masyarakat luas. Keputusan kita tidak boleh hanya dilandaskan oleh suara hati semata yang sering digerakkan oleh berbagai penyebab. Segala sesuatu yang kita lakukan harus mendapat konfirmasi yang jelas dari Tuhan. Paulus dalam semangat penginjilannya yang luar biasa menggebu-gebu sampai lupa daerah yang dipatok Tuhan bagi dirinya (2 Kor. 10:13-15). Tidak semua yang kita pandang baik untuk Tuhan sesuai dengan kehendak dan rencana-Nya.

Dalam pelayanan sering terjadi, seorang pendeta melakukan berbagai kegiatan pelayanan gereja atau pekerjaan Tuhan hanya karena melihat orang lain melakukan. Lebih jahat lagi kalau suatu proyek pelayanan dilakukan karena motif-motif kepentingan pribadi. Kepentingan pribadi itu bisa berupa uang, pujian, sanjungan, harga diri dan lain sebagainya. Tentu saja ia akan menyampaikannya kepada jemaat bahwa apa yang dilakukannya karena visi dari Tuhan. Siapa yang dapat mengetahui bahwa itu berasal dari Tuhan atau tidak? Tentu sangat sulit, sebab bersifat subyektif. Tetapi bagaimanapun seseorang yang berjalan dengan Tuhan memiliki kepekaan, apakah visi itu berasal dari Allah atau tidak. Dengan kecepatan yang sangat tinggi, seorang yang berjalan dengan Tuhan dapat membedakan roh.

Hikmat yang dari Allah akan menyempurnakan setiap keputusan yang kita ambil.

Dari Mulut Allah

Dalam kisah, Petrus dipakai oleh iblis untuk mencegah Tuhan Yesus ke Yerusalem untuk menderita, mati dan dibangkitkan. Petrus merasa bahwa apa yang ada di dalam ide atau pikirannya berasal dari Allah. Sebaliknya Petrus menganggap bahwa apa yang hendak dilakukan oleh Tuhan Yesus bukan berasal dari Allah (Mat. 16:21-23). Jadi selama itu Petrus menerima pewahyuan bukan dari Allah, ia berdialog dengan iblis tetapi ia tidak merasa bahwa ia sedang berdialog dengan iblis. Celakanya ia merasa menerima pewahyuan dari Allah dan ia merasa bahwa ia berdialog dengan Allah. Dengan demikian dapat dipahamami bahwa apa yang didaratkan atau diasup oleh pikiran menjadi landasan dengan siapa dia berdialog. Kalau sampai cukup masukkannya, maka iblis akan leluasa mengatur dan menguasai orang tersebut. Rupanya Petrus telah menerima masukan dalam pikirannya mengenai konsep Mesias yang salah, itu adalah konsep Mesias menurut orang-orang Yahudi. Jadi, tidak heran kalau iblis bisa menyusupkan idenya dalam diri Petrus untuk merusak pekerjaan dan visi Tuhan. Tuhan Yesus dengan tegas berkata kepada Petrus, “Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia”. Dalam hal ini betapa berarti dan pentingnya konsep-konsep yang ada dalam pikiran seseorang. Dalam hal ini kita mengerti, mengapa Tuhan Yesus mengatakan bahwa manusia hidup bukan saja dari roti, tetapi dari setiap Firman yang keluar dari mulut Allah. Perhatikan, mulut Allah, berarti dari kebenaran yang murni, bukan dari mulut yang lain.

Miskinnya pemahaman akan kebenaran membuat banyak orang menjadi tuli rohani. Mereka tidak dapat mendengar suara Tuhan dan berdialog dengan Dia. Celakanya mereka merasa sudah mengerti kebenaran, sebab menerima pengajaran Firman Tuhan yang tidak keluar “dari mulut Alah”. Ajaran salah yang justru sekarang lebih banyak beredar dan populer. Nabi-nabi palsunya pun juga mendapat kesempatan banyak berkotbah di berbagai media, karena memiliki modal yang cukup. Mereka merasa sudah bisa berdialog dengan Tuhan, padahal mereka tidak berdialog dengan Tuhan. Mereka mengikuti nabi-nabi palsunya yang juga dengan mudah mengatasnamakan Tuhan, berbicara dan menyampaikan pesan-pesan-Nya. Padahal apa yang dikatakan dari Tuhan itu adalah pikiran manusia, bukan pikiran Allah. Salah satu cirinya, apa yang disampaikan kepada umat pasti berorientasi kepada pemenuhan kebutuhan jasmani, bukan perkara-perkara yang di atas.

Apa yang keluar dari mulut-Nya Allah, merupakan Firman yang menghidupkan jiwa.

Visi Allah


Tekanan kebutuhan hidup dapat membuat seseorang melepaskan VISI ALLAH yg pernah ia terima. Ada harga agar VISI ALLAH tergenapi dalam hidup kita. Kita hrs bersedia membayarnya dgn seluruh milik kita, agar VISI tsb tergenapi dalam hidup kita.

Tahun-tahun awal pertobatan kita, masa-masa sebelum kita punya karir sebagus ini, sebelum kita menikah & punya anak... mungkin kita adalah salah satu org yg pernah mengalami momen ilahi, di mana kita menerima VISI ALLAH yg menggoncang hati. Sebuah pengalaman emosional yg begitu luar biasa antara Anda & Tuhan.

Ke mana VISI itu hari ini?

Sebagian org berpikir bhw Allah telah melupakan mereka.

Allah bukan pribadi yg plin-plan & labil. Dia bukan Tuhan yg berubah-ubah keinginannya. Allah selalu serius dgn apa yg Ia katakan. Ia sangat serius dgn apa yg PERNAH Ia katakan kepada kita.

Temukan kembali VISI yg hilang...
Gali kembali VISI yg terkubur...
Bangkitkan kembali VISI yg mati.

"Sebab itu aku menasihatkan kamu, aku, orang yang dipenjarakan karena Tuhan, supaya hidupmu sebagai orang-orang yang telah dipanggil BERPADANAN DENGAN PANGGILAN itu." Efesus 4:1

VISI ALLAH adalah hal yg sgt berharga! Terlalu bernilai untuk ditukar dgn apapun.

Kegagalan kita, karier yg bagus, keluarga yg bahagia, trauma masa lalu, ketidaktahuan akan masa depan, masalah finansial & jeratan hutang... tidak boleh menghentikan VISI ALLAH dalam hidup anda!

Jangan bilang TITIK, jika Allah bilang KOMA... Allah belum selesai dengan kita...

"Hal Kerajaan Sorga itu seumpama harta yang terpendam di ladang, yang ditemukan orang, lalu dipendamkannya lagi. Oleh sebab sukacitanya pergilah ia menjual seluruh miliknya lalu membeli ladang itu." | Matius 13:44

Imanuel

Keselamatan dalam Yesus Kristus telah memulihkan hubungan manusia dengan Allah. Ini berarti Allah yang mulanya jauh, kini menjadi dekat. Tuhan yang bertahta di tempat yang Maha Tinggi, di terang yang tak terhampiri berkenan menjadi pribadi yang dekat. Dekat sekali, bahkan berkenan diam di dalam diri kita. Itulah sebabnya Tuhan Yesus memiliki gelar Imanuel (לֵאוּנָּמִע), gelar ini lahir dari kenyataan yang akan dialami manusia bahwa Allah nyata hadir dalam kehidupan mereka. Kehadiran Tuhan di tengah-tengah umat-Nya adalah kehadiran untuk berinteraksi bukan sekedar menetap diam. Sebuah hubungan timbal balik. Suatu masa yang tidak pernah terjadi dalam kehidupan manusia setelah manusia jatuh dalam dosa.

Pertanyaan yang harus dikemukakan adalah, seberapa nyata atau riil Allah hadir dalam diri kita? Kalau Dia menjadi Imanuel, berarti Ia selalu hadir dalam hidup kita. Seberapa kita benar-benar telah mengalami kehadiran-Nya dalam hidup kita ini. Dengan nama Imanuel tersebut ada tanggung jawab yang harus dipenuhi bagi mereka yang mengundang Tuhan Yesus menjadi Tuhan dan Juru Selamatnya. Harus ada ruangan yang memadai dalam hati kita untuk menerima-Nya. Harus ada waktu yang tersedia untuk pencarian tersebut. Supaya seseorang bisa bertemu dengan Allah yang benar. Sebab banyak pengalaman spektakuler yang katanya dialami seseorang bertemu dengan Tuhan dan berdialog dengan Dia. Masalahnya adalah apakah sosok yang ditemui tersebut benar-benar Tuhan Allah yang benar. Harus diingat bahwa iblis pun dapat menyamar sebagai malaikat terang (2 Kor. 11:14).

Pencarian untuk menemukan Tuhan dalam kehidupan, agar bisa berdialog dengan Dia adalah dengan memperbaharui pikiran dengan Firman Tuhan (Rm. 12:2). Dalam hal ini harus dimengerti bahwa apa yang mengisi pikiran seseorang menjadi landasan dengan siapa dia berdialog. Jika yang mengisi pikirannya bukan kebenaran Firman Tuhan, maka ia berdialog dengan oknum bukan Tuhan. Kalau seseorang memiliki pemahaman yang benar dan memadai mengenai Tuhan dan kebenaran-Nya maka ia bisa mendengar suara Tuhan dalam dirinya. Jadi, kalau seorang mengaku berdialog dengan Tuhan tetapi pengertiannya mengenai Firman Tuhan salah, pasti bukan Tuhan yang berdialog dengan Dia. Dalam konteks ini, banyak pendeta yang tidak mengerti Firman Tuhan, mengaku mendapat pesan atau visi dari Tuhan, pada hal semua itu berasal dari dirinya sendiri. Allah tidak pernah memerintahkannya. Mereka tidak pernah mendengar suara Tuhan.

Kehadiran Tuhan dalam hati manusia bukan untuk menetap diam, tetapi untuk membangun sebuah interaksi.

Belenggu Penipuan

Kalau sudah terbiasa memberi kesaksian berdialog dengan Tuhan, maka pemberitaannya di mimbar selalu disertai kesaksiannya berdialog dengan Tuhan. Ia merasa kotbahnya tidak berisi, kurang menyengat dan kurang kuat kalau tidak disertai dengan kesaksiannya berdialog dengan Tuhan. Bahkan kalau jujur kotbahnya dialaskan pada pengalaman subyektifnya berdialog dengan Tuhan. Alkitab hanya menjadi alat peneguh saja. Padahal mestinya Alkitab yang menjadi nara sumber kebenaran, di mana semua pemberitaan Firman dialaskan. Bagi dirinya itu pemberitaan yang luar biasa dan ia terbiasa berselancar dalam cara ini. Bagi jemaat yang biasa mendengar kotbahnya, hal itu merupakan kekuatan kotbah tersebut yang membuat mereka tertarik. Jemaat memberi pengakuan bahwa dialah hamba Tuhan yang benar karena selalu berdialog dengan Tuhan, tentu pemberitaannya adalah pemberitaan Firman murni yang berasal dari Allah. Padahal pemberitaan Firman yang murni harus dilandaskan pada penggalian Alkitab yang benar.

Jika seorang pendeta sudah terbiasa menggunakan nama Tuhan, seakan-akan Tuhan berbicara melalui dirinya, padahal tidak, maka ia akan lebih be­rani mengarang kesaksian. Setiap gerak jiwanya diakui sebagai perintah Tuhan hasil dari dialognya dengan Allah. Ini proses di mana seseorang menipu dirinya sendiri dan menipu orang lain. Sampai ia sendiri tidak sadar bahwa ia sedang dalam belenggu penipuan dan pemalsuan. Ditambah lagi dengan usaha mencari pengakuan melalui kesaksiannya, ia tidak sadar kalau ia dalam suatu perasaan rendah diri yang terselubung. Kalau ia seorang pendeta, setiap kali bertemu dengan sesama pendeta, ia akan menyaksikan pengalamannya berdialog dengan Tuhan. Ia juga tidak sadar kalau ia sedang meninggikan diri melalui kesaksian tersebut. Ia tidak sadar kalau dirinya sombong. Cirinya ia selalu ingin tampil dan diakui lebih besar dari pendeta lain, melalui kesaksian supranaturalnya, besarnya gedung gereja, jumlah jemaat dan berbagai prestasi dalam pelayanannya. Orang-orang seperti ini sudah menjadi sulit untuk menjadi sederhana dan rendah hati. Kehidupan Tuhan Yesus yang lemah lembut, rendah hati dan sederhana jauh dari penampakan sikap hidupnya. Jangan berpikir orang-orang seperti ini sukses dalam pelayanan, walau jemaat yang dilayani banyak dan gedungnya megah. Mereka para pendeta yang psykhopat (sakit jiwa) dengan kenekatannya mengarang kesaksian supaya laku di pasaran. Di Indonesia justru ini yang laku. Berhati-hatilah, agar kita tidak masuk ke dalam belenggu penipuan yang ditebarkannya.

Memiliki pikiran dan perasaan Kristus, adalah ciri dari anggota keluarga Allah.

Belenggu Penipuan

Kalau sudah terbiasa memberi kesaksian berdialog dengan Tuhan, maka pemberitaannya di mimbar selalu disertai kesaksiannya berdialog dengan Tuhan. Ia merasa kotbahnya tidak berisi, kurang menyengat dan kurang kuat kalau tidak disertai dengan kesaksiannya berdialog dengan Tuhan. Bahkan kalau jujur kotbahnya dialaskan pada pengalaman subyektifnya berdialog dengan Tuhan. Alkitab hanya menjadi alat peneguh saja. Padahal mestinya Alkitab yang menjadi nara sumber kebenaran, di mana semua pemberitaan Firman dialaskan. Bagi dirinya itu pemberitaan yang luar biasa dan ia terbiasa berselancar dalam cara ini. Bagi jemaat yang biasa mendengar kotbahnya, hal itu merupakan kekuatan kotbah tersebut yang membuat mereka tertarik. Jemaat memberi pengakuan bahwa dialah hamba Tuhan yang benar karena selalu berdialog dengan Tuhan, tentu pemberitaannya adalah pemberitaan Firman murni yang berasal dari Allah. Padahal pemberitaan Firman yang murni harus dilandaskan pada penggalian Alkitab yang benar.

Jika seorang pendeta sudah terbiasa menggunakan nama Tuhan, seakan-akan Tuhan berbicara melalui dirinya, padahal tidak, maka ia akan lebih be­rani mengarang kesaksian. Setiap gerak jiwanya diakui sebagai perintah Tuhan hasil dari dialognya dengan Allah. Ini proses di mana seseorang menipu dirinya sendiri dan menipu orang lain. Sampai ia sendiri tidak sadar bahwa ia sedang dalam belenggu penipuan dan pemalsuan. Ditambah lagi dengan usaha mencari pengakuan melalui kesaksiannya, ia tidak sadar kalau ia dalam suatu perasaan rendah diri yang terselubung. Kalau ia seorang pendeta, setiap kali bertemu dengan sesama pendeta, ia akan menyaksikan pengalamannya berdialog dengan Tuhan. Ia juga tidak sadar kalau ia sedang meninggikan diri melalui kesaksian tersebut. Ia tidak sadar kalau dirinya sombong. Cirinya ia selalu ingin tampil dan diakui lebih besar dari pendeta lain, melalui kesaksian supranaturalnya, besarnya gedung gereja, jumlah jemaat dan berbagai prestasi dalam pelayanannya. Orang-orang seperti ini sudah menjadi sulit untuk menjadi sederhana dan rendah hati. Kehidupan Tuhan Yesus yang lemah lembut, rendah hati dan sederhana jauh dari penampakan sikap hidupnya. Jangan berpikir orang-orang seperti ini sukses dalam pelayanan, walau jemaat yang dilayani banyak dan gedungnya megah. Mereka para pendeta yang psykhopat (sakit jiwa) dengan kenekatannya mengarang kesaksian supaya laku di pasaran. Di Indonesia justru ini yang laku. Berhati-hatilah, agar kita tidak masuk ke dalam belenggu penipuan yang ditebarkannya.

Memiliki pikiran dan perasaan Kristus, adalah ciri dari anggota keluarga Allah.

Babi dan Anjing

Di tengah-tengah maraknya hamba-hamba Tuhan yang mengaku memi­liki pengalaman berdialog dengan Allah, trend ini menular ke banyak pendeta. Hal ini dapat terjadi karena didorong oleh semangat kompetisi antar gereja dan antar pendeta. Seperti yang terjadi dewasa ini, banyak gereja yang tarik menarik anggota jemaat. Para pendeta ini harus tampil sebagai hamba Tuhan yang dekat dengan Tuhan, hamba Tuhan yang bisa memberkati umat Tuhan dan memiliki hubungan yang khusus dengan Allah, agar jemaat menaruh percaya kepadanya. Pengakuan bahwa dirinya bisa berdialog dengan Tuhan menjadi iklan terselubung, sehingga terjadi perang iklan antar pendeta. Tanpa disadari mulailah dengan mudah seseorang mengakui setiap pengalaman selalu dikaitkan dengan suara Tuhan. Bahkan gejala-gejala jiwa normal dan mimpi-mimpi bagian dari aktivitas jiwa di bawah sadar diakui sebagai pesan-pesan Tuhan atau fenomena ilahi. Biasanya hal ini terjadi atas orang-orang yang tidak menggali kekayaan Firman Tuhan. Mereka menggantikan pengertian Firman Tuhan dengan pengalaman-pengalaman adikodrati yang sangat subyektif, yang sangat sulit dibuktikan kebenarannya.

Kalau Tuhan berbicara kepada seseorang, pasti Tuhan memiliki maksud tertentu, dan pasti itu sesuatu yang sangat penting. Kepentingannya pasti bertalian dengan keselamatan atau pekerjaan Allah demi kepentingan dan kemuliaan-Nya. Tuhan berbicara kepada seseorang pasti bukan masalah-masalah kecil dan sepele yang hanya bisa dinikmati oleh diri sendiri. Allah adalah Allah yang Besar, Mulia dan Agung. Pasti segala sesuatu yang diperkatakan adalah hal-hal yang besar, mulia dan agung juga. Jika kita memeriksa Alkitab, Allah tidak pernah berbicara hal-hal yang kecil dan sepele. Kalau Tuhan berbicara dengan seseorang, pasti tidak bermaksud hendak meninggikan seseorang, sampai membuat seseorang menjadi sombong dan berdosa. Jika Tuhan berbicara kepada seseorang pasti hendak menyampaikan pesan yang akan berguna bagi orang itu dan sesamanya. Selanjutnya Tuhan tidak akan berdialog dengan orang-orang yang tidak pantas diajak berdialog dengan Al­lah yang Mahamulia. Tuhan Yesus menyatakan agar barang yang kudus bukan untuk anjing dan mutiara jangan dilemparkan kepada babi (Mat. 7:6). Hal ini mengisyaratkan bahwa Tuhan tidak sembarangan berdialog dengan seseorang. Bagaimana Tuhan ber­dialog dengan seseorang yang mau meninggikan diri atau sombong, yang sebenarnya belum mengerti kekudusan yang benar menurut Tuhan. Tuhan juga tidak akan berbi­cara kepada seseorang yang tidak dewasa rohani.

Kekudusan merupakan kunci untuk seseorang dapat berbicara dengan Tuhan.

Wednesday 18 July 2012

Psalms 29:11

You are in a short season of adjustment when you will have opportunities to make changes that will more accurately meet your needs and requirements. Stay calm in this time and refuse to allow stress to steal your peace. Wisdom is being poured out in abundance so that you can find the most effective way to deal with every situation, says the Lord. Let Me lead you.

Psalms 29:11 The LORD will give strength to His people; the LORD will bless His people with peace.

Fenomena Wajar

Seseorang yang sungguh-sungguh berdialog dengan Tuhan, tidak akan banyak bicara mengenai pengalamannya. Ia memandang bahwa hal berdialog dengan Tuhan adalah fenomena wajar, normal dan natural dalam kehidupan orang percaya. Hal mengapa ia tidak mudah untuk menyaksikan pengalamannya berdialog dengan Tuhan, sebab ia memberi penghargaan yang tinggi terhadap pengalaman tersebut, sehingga ia tidak mudah mengumbar cerita atau kesaksian kepada sembarang orang. Pengalamannya berdialog dengan Tuhan adalah sesuatu yang sangat pribadi, luhur dan mulia. Tidak perlu dibagikan kepada sembarang manusia. Kalau pun ia harus membagikannya ia harus mendapat komando dari Tuhan, kepada orang yang tepat pada situasi dan waktu yang tepat pula. Dan kalau ia menyaksikannya, tentu untuk kepentingan kemuliaan Allah dan menjadi berkat bagi orang lain. Ia akan sangat berhati-hati menyaksikan pengalamannya berdialog dengan Tuhan tesebut dengan sikap rendah hati. Ia tidak akan mencuri kemuliaan Allah, artinya menjaga hati agar tidak mengambil keuntungan bagi pribadinya dengan kesaksian tersebut. Memang seharusnya seseorang yang menyaksikan pengalamannya dengan Tuhan tidak boleh ada motif-motif pribadi di baliknya.

Sekarang ini lebih banyak kesaksian mengenai pengalamannya berdialog dengan Tuhan menjadi komoditi untuk kesombongan diri. Melalui kesaksian tersebut ia mengangkat dirinya, agar memperoleh nilai lebih atau nilai tambah di mata manusia. Bahkan ada usaha untuk bisa memperoleh pengakuan bahwa dirinya adalah sosok hamba Tuhan yang lebih dari hamba Tuhan lainnya. Sungguh naif sekali. Dalam pengalaman hidup Paulus, ia harus menyembunyikan suatu kesaksian yang hebat, yaitu ketika ia diangkat oleh Tuhan ke langit ke tiga. Ia menyembunyikan kesaksian itu agar ia tidak meninggikan diri karena penyataan yang luar biasa tersebut (2 Kor. 12:1-10). Kemudian Tuhan juga mengijinkan duri dalam daging ada dalam diri Paulus yaitu seorang utusan Injil menggocoh dia agar tidak menjadi sombong. Begitu berbahayanya kesaksiannya yang luar biasa, sebab bisa mem­buat seseorang menjadi sombong. Tuhan serius menghindarkan orang-orang yang dikasihi dari kesombongan, sebab Allah menentang orang yang congkak (1 Ptr. 5:5). Berdasarkan hal ini, maka hendaknya kita berhati-hati terhadap orang-orang yang begitu mudah menyaksikan pengalamannya dengan Tuhan. Kita harus memiliki kepekaan, supaya dapat membaca kebanggaan pribadi atau “kesombongan” orang-orang tersebut di balik pernyataan-pernyataannya.

Selalu menjaga hati dan fokus kepada rencana-Nya, berarti kita mengisi tujuan hidup kita dengan benar.

Menguji Setiap Roh

Hendaknya kita tidak membayangkan bahwa Allah sama dengan manusia. Kalau seseorang berdialog dengan Allah, hal tersebut tidak akan sama kalau seseorang berdialog dengan sesama manusia. Allah tidak dibatasi oleh cara-cara dan mekanisme dalam berdialog. Allah memiliki banyak cara untuk menyampaikan pesan-Nya kepada manusia. Justru kalau seseorang mematok cara Allah berbicara seakan-akan sama dengan cara berdialog dengan manusia, kesaksian itu patut dicurigai. Biasanya mereka yang memberi kesaksian pernah berdialog dengan Tuhan tidak memberi penjelasan secara terperinci bagaimana bentuk dan mekanisme dialog tersebut, menggunakan bahasa apa, apakah dengan mendengar lewat telinga atau dengan sarana lainnya. Kalau seseorang berdialog dengan Tuhan pada waktu tidur atau diangkat ke Sorga, apakah masih menggunakan gendang telinga? Bukankah pada waktu seseorang tidur, apalagi di angkat ke Sorga, ia tidak menggunakan gendang telinganya? Hal ini bukan bermaksud untuk menentang kenyataan bahwa Allah bisa berbicara dengan manusia. Tuhan berbicara kepada manusia memiliki banyak cara, dan tidak dibatasi dengan cara-cara tertentu untuk dapat berdialog dengan diri-Nya.

Pada umumnya orang-orang yang mengaku telah berdialog dengan Allah, memberi kesan bahwa Allah hanya berbicara melalui hati nurani atau di dalam hati dan jiwa mereka. Cara lain yang biasa disaksikan adalah berdialog bertemu langsung dengan Tuhan atau melalui mimpi serta penglihatan. Dari fakta empiris (melalui pengamatan yang jujur), ternyata pada umumnya lebih banyak yang mengaku berdialog dengan Allah secara adikodrati dalam batin mereka (kalau tidak boleh dibilang mistik). Mereka memiliki suatu percakapan pribadi dengan Allah dalam batin mereka secara tidak terbatas. Mereka mengesankan begitu mudahnya menangkap suara Tuhan dan menyampaikannya kepada orang lain. Pada suatu keadaan mereka tampil sebagai mediator antara Allah dan manusia. Pada hal Firman Tuhan tegas mengatakan bahwa hanya satu pengantara antara Allah dan manusia yaitu Tuhan Yesus Kristus. Pernyataan ini bukan berarti tidak mempercayai fakta bahwa anak-anak Tuhan bisa berdialog Allah setiap saat tanpa dibatasi cara-cara tertentu, ruangan dan waktu. Sejatinya Allah tidak mudah mempercayakan suara-Nya kepada sembarang manusia. Ada kriteria yang harus dipenuhi untuk bisa menjadi penyambung lidah Allah. Harus diakui bahwa tidak banyak orang yang bisa dipercayai oleh Allah sebagai Juru bicara-Nya.

Allah memiliki banyak cara dan metode untuk menyampaikan pesan-Nya kepada manusia.

Pengalaman Yang Subyektif

Dewasa ini banyak buku yang ditulis mengenai pengalaman berdialog dengan Tuhan. Terdapat catatan di antara buku-buku tersebut sebagai “best seller”. Berdialog di sini maksudnya adalah sebuah percakapan dan hubungan interaksi. Rupanya orang menyukai hal berdialog dengan Tuhan. Penulis buku-buku dengan tema itu bukan hanya orang Kristen tetapi juga berbagai agama, bahkan ada penulis yang tidak jelas agamanya. Rupanya berdialog dengan Tuhan bukan monopoli suatu agama, tetapi semua agama bahkan umat manapun merasa berhak berdialog dengan Allah yang diakui sebagai Penciptanya. Itulah sebabnya, dalam berbagai agama terdapat kesaksian mengenai pengalaman seseorang berdialog dengan allahnya. Sementara itu di kalangan orang Kristen muncul kesaksian-kesaksian mengenai pengalaman rohani orang-orang tertentu yang bertemu dengan Tuhan dan mengaku telah berdialog secara langsung. Hari-hari terakhir ini semakin banyak orang mengklaim bahwa dirinya telah berdialog dengan Tuhan. Di antara mereka ada yang berasal dari kelompok rohaniwan, seperti pendeta atau mereka yang mengaku hamba Tuhan. Ada juga dari kelompok jemaat awam, bahkan dari orang-orang yang yang baru menjadi orang Kristen. Biasanya kalau rohaniwan yang mengaku bisa berdialog dengan Tuhan, ia mengantongi mandat-mandat atau visi-visi tertentu dari Tuhan.

Masalah yang harus dipersoalkan di sini adalah apakah mereka benar-benar telah berdialog dengan Tuhan? Dan apakah Allah yang dengannya mereka berdialog adalah Allah yang benar; yaitu Allah Abraham Ishak dan Yakub, yang mengutus Putra Tunggalnya Tuhan Yesus Kristus? Karena pengalaman mereka tersebut sangat subyektif, sulitlah untuk mendapat pembuktian bahwa mereka sungguh-sungguh telah berdialog dengan Allah yang benar. Dalam sejarah telah terbukti bahwa ada orang-orang yang dalam kesaksiannya berdialog dengan Tuhan, tetapi di kemudian hari ternyata mereka tidak berdialog dengan Allah yang benar. Mereka telah menipu banyak orang dan menggunakan nama Allah dengan sia-sia. Tentu sementara mereka bersaksi, mereka mengklaim bahwa Allah yang mereka temui adalah Allah yang benar. Dalam hal ini kita harus waspada dan mengembangkan kepekaan membedakan roh. Apakah suatu fenomena itu berasal dari Roh Allah atau iblis. Iblis dengan kelicikan­nya banyak membuat pemalsuan-pemalsuan, sehingga bisa mengelabui banyak orang percaya dan menyesatkan mereka. Berhati-hati dan waspada, yang berhasil disesatkan bukan hanya jemaat awam tetapi mereka juga yang mengaku hamba Tuhan (pendeta) dan para rohaniwan.

Berhati-hati dan berdoalah, dengan tipu dayanya iblis ingin menjatuhkan iman setiap orang percaya.

Ada di Medan Pertempuran

Dunia ini adalah medan pertempuran yang hebat. Kuasa kegelapan memiliki berbagai manuver yang luar biasa guna menarik sebanyak mungkin manusia untuk menjadi mempelainya. Manuver-manuver tersebut banyak tersebar melalui berbagai media. Dengan cerdiknya kuasa kegelapan merusak pikiran manusia agar tidak bisa lagi mengenal kebenaran. Termasuk di dalamnya banyak orang Kristen. Orang yang pikirannya dibelenggu oleh ilah jaman ini, yaitu materialisme, tidak akan pernah mengenal kebenaran Injil Tuhan, dan mereka tidak pernah akan mengerti keadaan genting ini. Sebenarnya mereka termasuk kelompok orang yang sedang hidup dalam tawanan dan sedang dipersiapkan menjadi mempelai abadi setan. Betapa mengerikan. Tetapi mereka tidak menyadarinya sama sekali.

Lebih mengerikan, iblis pun bisa memakai gereja-gereja tertentu (bukan hanya gereja setan) untuk menyebarkan Injil yang tidak benar. Injil palsu ini diajarkan oleh orang-orang yang sangat berani mengaku dekat dengan Tuhan, atau telah mendapat pesan dan perintah Tuhan. Mereka tidak menyadari ketika mereka mengajarkan sesuatu yang bertentangan dengan Injil yang diajarkan Tuhan Yesus, mereka telah menunjukkan kepalsuan mereka. Gelombang besar orang-orang Kristen telah disesatkan dan digiring menuju kegelapan. Mereka merasa sudah memuji dan menyembah Tuhan bahkan sebagai orang istimewa Tuhan, pada hal mereka berurusan dengan Tuhan hanya karena hendak memanfaatkan-Nya. Mereka menyamakan Tuhan dengan dewa atau ilah orang yang tidak mengenal Allah.

Kita adalah laskar-laskar Kristus yang memiliki tugas untuk menyadarkan mereka yang masih bisa diselamatkan. Dengan cara bagaimanakah kita menyadar­kan mereka? Dengan cara memberitakan kebenaran Firman Tuhan dan menunjukkan keteladanan hidup yang luar biasa sebagai pengikut-pengikut Kristus. Tentu untuk ini kita harus belajar kebenaran yang tiada henti setiap hari dan berlatih terus mengenakan kehidupan Tuhan Yesus. Sementara itu kita juga harus terus waspada, sebab iblis akan berusaha menjatuhkan kita dan menghentikan laju perjalanan iman kita sebagai pengikut-pengikut Kristus yang sejati. Satu hal yang harus tetap kita ingat, bahwa kita sedang ada di medan peperangan yang sangat ganas. Kita harus berjuang terus tiada henti atau dikalahkan. Peperangan ini akan terus berlangsung sampai akhir jaman yang sudah tidak lama lagi. Hanya sementara waktu kita menderita, setelah itu kita akan melihat kemuliaan kota Yerusalem, di mana Sang Maharaja kita akan bertahta di negeri yang tak berjaman.

Kewaspadaan di dalam Kristus akan menghindarkan kita dari tipu daya si iblis.

Laskar Kristus Yang Sejati

Dari pengertian yang benar terhadap Injil yang benar, maka seseorang akan dengan rela mempersembahkan hidupnya bagi tugas pelayanan sebagai utusan Kristus. Kelompok ini akan sangat kecil jumlahnya. Sama seperti kalau hanya mau mengikut Tuhan Yesus karena berbagai alasan seperti pada jaman Tuhan Yesus, maka berbondong-bondonglah yang datang. Tetapi untuk berani menyerahkan nyawa dan kehidupan seperti Petrus dan teman-temannya, sangatlah sedikit jumlahnya. Namun sekarang kita tahu betapa beruntungnya Petrus dan teman-temannya diperkenan mengawal pekerjaan-Nya sebagai laskar-laskar Kristus. Pada akhirnya mereka bisa menikmati hidup dengan cara demikian itu seperti seorang laskar yang sangat mencintai kerajaan dan rajanya, sampai pada penghayatan bahwa itulah satu-satunya kehidupan yang bisa dinikmati. Memang kehidupan seperti ini langka sekali dimiliki oleh seseorang, bahkan tidak sedikit rohaniwan yang tidak memahami arti pengorbanan hidup sepenuh bagi Kristus. Pelayanan baginya sebagai sarana untuk menemukan nafkah dan kehidupan bagi dirinya dan keluarganya. Pada dasarnya mereka adalah pegawai-pegawai gereja yang merasa berhak diberi “gaji” sebagai upah dari pekerjaan “pelayanan” gerejani.

Berbeda dengan mereka yang sungguh-sungguh mau menjadi pengikut Kristus. Mereka tidak peduli apakah mereka dianggap sebagai rohaniwan atau tidak. Mereka tidak mempersoalkan jabatan dalam gereja. Mereka sangat mempersoalkan kebenaran yang harus mereka pahami lebih banyak. Biasanya mereka adalah orang-orang yang mengagumi kebenaran Firman dan mempercakapkan tanpa henti. Mereka selalu mencari tempat untuk bisa membela kepentingan pekerjaan Tuhan. Mereka tidak akan perhitungan bagi kepentingan Tuhan, sampai akhirnya nyawa mereka pun akan menjadi taruhannya. Sayang sekali, kelompok ini sangat sedikit jumlahnya, bahkan dari antara mereka yang lulus sekolah Alkitab. Tidak sedikit mereka yang lulus dari sekolah Alkitab pun melayani pekerjaan Tuhan hanya untuk memperoleh “nafkah” di gereja. Karena sedikit sekali bisa diperoleh keteladanan hidup yang sungguh-sungguh sebagai pengikut Kristus, maka tidak banyak orang yang terinspirasi memiliki kehidupan sebagai pejuang-pejuang Kristus yang sejati. Kalau Saudara bisa mendengar kebenaran Injil yang murni dan memi­liki kesempatan menemukan serta melihat kehidupan orang yang menjadi pejuang Kristus yang sejati, tetapi Saudara tidak meneladaninya, ini berarti Saudara menyia-nyiakan anugerah yang sangat berharga.

Masuk dan terlibat di dalam pekerjaan-Nya, berarti kita merespon anugerah panggilan-Nya.

Thursday 12 July 2012

Standar Wajar Anak Tuhan

Bagaimana posisi kita hari ini? Apa yang menjadi tanggung jawab utama dalam hidup ini, dan perjuangan apakah yang sedang kita kerjakan? Oleh karena terjebak dengan irama kehidupan manusia yang tidak memiliki tanggung jawab sebagai utusan Kristus, maka banyak orang percaya masuk dalam perjuangan yang sama dengan perjuangan manusia pada umumnya. Perjuangan untuk memiliki kehidupan yang normal dan wajar. Standar normal biasanya diukur dari pendidikan, pekerjaan, teman hidup, keturunan, dan lain sebagainya. Padahal manusia memiliki kecenderungan serakah dan tidak pernah akan puas pada suatu standar. Seseorang selalu berusaha memiliki juga apa yang orang lain miliki. Manusia juga cenderung mencari kehormatan dengan segala sesuatu yang bisa dianggap sebagai nilai lebih di mata manusia lain. Sehingga hidupnya masuk dalam lingkaran setan yang membelenggunya sampai tidak akan dapat terlepas. Kalau seseorang sudah terbelenggu dalam lingkaran tersebut, maka ia tidak akan pernah bisa menjadi pengikut Tuhan Yesus. Ditambah lagi dengan pengenalan terhadap Injil yang salah yang tidak diajarkan oleh Tuhan Yesus. Injil dita­warkan sebagai jalan untuk memperoleh kemudahan hidup yaitu berkat-berkat-Nya. Hal ini membuat banyak orang Kristen makin tersesat. Mereka tidak pernah menjadi pengikut Tuhan Yesus. Pada dasarnya mereka mengikut jalan dunia, sebab apa yang mereka anggap sebagai standar normal itu adalah jalan dunia.

Di tengah-tengah keadaan seperti ini, Roh Kudus masih bekerja di hati orang-orang Kristen yang memiliki nurani yang baik. Mereka berpikir, bahwa kekristenan pasti tidak sederhana, seperti yang dipahamai oleh kebanyakan orang Kristen lainnya. Kebanyakan orang Kristen yang mengaku memiliki Juru Selamat tetapi memiliki kualitas hidup yang tidak berbeda dengan mereka yang tidak memiliki keselamatan. Mulai ada kehausan dalam jiwa. Ada pertanyaan, bagaimanakah Kekristenan yang benar itu? Tuhan akan menjawab kehausan dan pertanyaan tersebut. Masalahnya kemudian adalah, seberapa kita tekun menemu­kan jawabannya. Sebab murid-murid Tuhan Yesus yang selama tiga setengah tahun diajar oleh Tuhan Yesus sendiri belumlah menjadi pengikut yang baik. Dalam hal ini dituntut ketekunan dan gairah yang tinggi tanpa batas. Untuk perkara dunia gairahnya harus dibatasi, tetapi untuk mencari dan menemukan kebenaran haruslah tanpa batas. Kita harus bertumbuh dengan benar dalam pengertian terhadap apa yang diajarkan dan dilakukan oleh Tuhan Yesus. Dari hal itu kita akan dapat mengerti tugas yang harus kita teruskan dari Bapa.

Selalu mencari dan memahami kebenaran Firman Tuhan, akan meningkatkan standar kita sebagai anak Tuhan.

Sunday 8 July 2012

Tidak Berterus Terang

Satu hal yang sangat mengerikan bagi kita adalah “Tuhan tidak berterus terang” atau Tuhan diam seribu bahasa. Dalam Firman Tuhan dikatakan: ”Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari pada-Ku, kamu sekalian pembuat kejahatan!” Kejahatan yang dimaksudkan di sini bukan sekedar perbuatan yang melanggar moral menurut pandangan manusia pada umumnya, tetapi “tidak melakukan kehendak Bapa” (Mat. 7:21-23). Harus kita perhatikan bahwa mereka yang dienyahkan adalah mereka yang tidak melakukan kehendak Allah Bapa. Apakah yang dimaksud dengan melakukan kehendak Bapa itu? Melakukan kehendak Allah Bapa artinya segala sesuatu yang kita lakukan memuaskan atau menyenangkan hati Bapa, sesuai dengan selera dan rencana-Nya.

Sejatinya pakaian kebesaran keluarga Allah adalah melakukan kehendak Bapa. Ini berarti bahwa orang percaya bukan hanya terpanggil sekedar menjadi orang baik. Kalau ukuran tidak berbuat jahat adalah berbuat baik, maka dengan mudah kita dapat mengukur apakah kita sudah berkenan kepada Allah Bapa atau belum. Tetapi berbuat jahat di sini artinya tidak melakukan kehendak Bapa. Ini berarti ukuran berbuat baik berangkat dari “penilaian Allah Bapa sendiri”. Kalau hari ini Tuhan tidak atau belum berterus terang, maka kita sendiri yang harus aktif serius memperkarakannya, atau mempersoalkan bagaimana keadaan kita sebenarnya di hadapan Tuhan. Kalau tidak, maka kita ada dalam bahaya yang sangat besar.

Kita harus serius meminta kepada Allah Bapa untuk menyelidiki hati kita. Kalau ternyata kita dipandang belum mengenakan kebesaran seorang anggota keluarga Allah, yaitu belum melakukan kehendak Bapa, kita harus serius mempersoalkannya. Dalam hal ini, yang dibutuhkan adalah kepekaan nurani kita terhadap pikiran dan perasaan Allah. Ini adalah sesuatu yang sangat sulit. Sangat sulit bukan berarti tidak bisa diraih. Pembaharuan pikiran akan membuat kita mengerti kehendak Allah Bapa, apa yang baik, yang berkenan dan yang sempurna. Ini sama artinya dengan memiliki kepekaan untuk mengerti pikiran dan perasaan Allah. Pembaharuan pikiran ini harus berlangsung terus menerus tiada henti sampai kita menutup mata. Jadi, perjalanan hidup untuk mengenakan pakaian kebesaran keluarga Allah adalah pergumulan permanen selama kita hidup dalam dunia ini. Ini adalah kesibukan yang tidak bisa digantikan dengan kesibukan yang lain. Inilah yang dimaksud dengan mendahulukan Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya.

Belajar hidup seturut dengan kehendak-Nya akan selalu kita lakukan sepanjang umur hidup kita.

Sedikit Yang Terpilih

Penyesatan yang terjadi dewasa ini adalah seseorang merasa bahwa ia sudah lahir baru, hal ini membuat orang tersebut tidak perlu berusaha berjuang untuk mengalaminya. Mereka lebih sibuk mendandani manusia lahiriahnya (ini adalah hasrat dari manusia kedagingan) dari pada mendandani manusia Ilahinya. Mereka merasa sudah nyaman dan aman menjadi orang Kristen yang terdaftar dalam suatu keanggotaan gereja tertentu, tetapi mereka tidak mempersoalkan apakah namanya sudah tercatat dalam kitab kehidupan Anak Domba, artinya tercatat sebagai anggota keluarga Allah. Kepada mereka tidak diingatkan bahwa kalau mereka masih sibuk mendandani manusia lahiriahnya (dengan berbagai fasilitas materi) itu berarti gejala bahwa mereka belum menjadi keluarga Allah. Mereka belum mengerti tanggung jawab sebagai orang percaya yang harus mempersiapkan pakaian kebesaran keluarga Allah.

Tuhan Yesus memperingatkan kita untuk memperhatikan hal ini melalui sebuah perumpamaan seorang raja yang mengadakan pesta (Mat. 22). Ia mengundang semua orang untuk datang dalam pesta yang telah dipersiapkan. Ketika pesta berlangsung ada seorang tamu yang tidak mengenakan pakaian pesta. Raja itu menyuruh mengusir tamu tersebut dan membuangnya ke dalam kegelapan abadi. Kemudian Tuhan mengakhiri perumpamaan tersebut dengan pernyataan bahwa banyak yang dipanggil tetapi sedikit yang terpilih. Dalam hal ini jelas sekali bahwa keterpilihan seseorang juga ditentukan oleh respon terhadap anugerah yang diberikan. Inilah anugerah yang bertanggung jawab.

Pakaian pesta menunjukkan kelayakan untuk menjadi anggota keluarga Allah. Hal ini harus diperjuangkan oleh setiap orang percaya dengan sangat serius, lebih dari memperjuangkan hal-hal lain dalam kehidupan ini. Kalau seseorang memperjuangkan sesuatu lebih dari perjuangannya mempersiapkan pakaian kebesaran sebagai anggota keluarga Allah, hal itu menunjukkan bahwa ia tidak menghargai kesempatan untuk menjadi anggota keluarga Allah. Ia memandang dunia ini lebih penting dan berharga. Inilah orang-orang yang dikatakan oleh Firman Tuhan sebagai pejinah (moikalis. Yun. μοιχαλίς) atau orang-orang yang tidak setia. Ia bukannya menjadi keluarga Allah tetapi musuh-Nya (Mat. 4:4). Tidak sedikit musuh-musuh Allah dalam gereja, tanpa mereka sadari bahwa dirinya adalah musuh Allah. Ironisnya, mereka dinyatakan sebagai “pemenang-pemenang”. Seakan-akan mereka telah menjadi orang setia kepada Tuhan sampai akhir. Pada hal, tidak perlu menunggu akhirnya, sekarang saja mereka tidak menunjukkan sebagai umat yang setia.

Berjalan dengan Tuhan, berarti kita menjaga dan belajar untuk hidup sesuai dengan kehendak Tuhan.

Tuesday 3 July 2012

Romans 16:19-20

You have been made kings and priests to rule and reign with Me in My kingdom. I have given you the authority to rise up in the face of adversity and gain the victory. Exercise your authority, and I will put the enemy under your feet. Don't let the devil get you down, says the Lord. Be strong, courageous, and triumphant.

Romans 16:19-20
For your obedience has become known to all. Therefore I am glad on your behalf; but I want you to be wise in what is good, and simple concerning evil. And the God of peace will crush Satan under your feet shortly. The grace of our Lord Jesus Christ be with you. Amen.

Mempercayai PosisiNya

Walaupun dalam Alkitab kita tidak menemukan perintah untuk merayakan hari kenaikan Tuhan Yesus, namun tidak ada salahnya kalau orang percaya merayakannya. Sebab bagaimanapun peristiwa kenaikan Tuhan Yesus ke Sorga menunjukkan, yaitu dari mana Ia sebelumnya berasal sebagai Allah Anak. Di dalamnya terkandung suatu pelajaran yang sangat mahal, kalau tidak, maka kisah tersebut tidak perlu dituliskan. Tuhan Yesus naik ke Sorga bukan untuk berwisata, tetapi Ia kembali ke tempat dari mana Ia berasal sebelumnya. Ia akan kembali lagi ke bumi suatu hari nanti, Ia akan menjemput orang percaya di awan-awan permai untuk membawa mereka ke langit dan bumi yang baru.

Kenaikan-Nya ke sorga hendak menunjukkan bahwa Ia adalah Allah Anak yang dapat mengatasi langit dan bumi. Setelah Tuhan Yesus bangkit dari kematian, Ia berkata, bahwa segala kuasa di Sorga dan di bumi ada di dalam tangan-Nya. Kenaikan-Nya ke sorga membuktikan kehebatan, keperkasaan dan kuasa-Nya. Tentu kalau Ia datang kembali tidak lagi sebagai bayi kecil yang tidak berdaya, teta­pi sebagai Raja Mahamulia, yang semua lutut bertelut dan semua lidah mengaku bahwa Yesus adalah Tuhan bagi kemuliaan Allah Bapa. Alkitab menuliskan, bahwa Ia duduk di sebelah kanan Allah (Mrk. 16:19). Duduk disebelah kanan artinya bahwa Ia menerima kemuliaan dan kuasa dalam pemerintahan. Ini berarti Ia aktif bekerja dan memerintah dunia dan sorga. Ia bukanlah Tuhan yang jauh dan pasif, Ia adalah Tuhan yang dekat dan aktif. Ia adalah penguasa yang aktif bekerja dalam menyelenggarakan pemerintahan-Nya. Kalau Tuhan sekarang duduk sebagai Penguasa, hal ini seharusnya membuat kita merasa tenang dan nyaman di tengah-tengah ketidak pastian dalam kehidupan ini.

Tanpa sadar banyak orang sering menganggap dan merasa bahwa Tuhan Yesus adalah Tuhan yang pasif. Ia ada nun jauh di sana yang tidak terjangkau, sehingga kita tidak mempercayai kuasa dan kehadiran-Nya. Padahal jika kita percaya dan bergantung kepada-Nya, kepercayaan kita terjamin, sebab yang kita percayai adalah Tuhan yang aktif memerintah. Jika seseorang percaya kepada Tuhan Yesus, berarti juga memiliki dan menjadikan Dia sebagai Rajanya. Sudah seharusnya kita terbebas dari rasa cemas, takut, kuatir dan perasaan negatif lainnya. Kekuatiran berarti ketidakpercayaan terhadap posisi-Nya. Justru hal tersebut semakin menjadikan kita bersemangat dalam hidup serta pengiringan kita kepada Tuhan. Jika Allah berada di pihak kita, siapakah lawan kita?

Kenaikan Tuhan Yesus ke Sorga membuktikan, bahwa segala kuasa di Sorga dan di bumi ada dalam tangan-Nya.