Seseorang yang sungguh-sungguh berdialog dengan Tuhan, tidak akan banyak
bicara mengenai pengalamannya. Ia memandang bahwa hal berdialog dengan
Tuhan adalah fenomena wajar, normal dan natural dalam kehidupan orang
percaya. Hal mengapa ia tidak mudah untuk menyaksikan pengalamannya
berdialog dengan Tuhan, sebab ia memberi penghargaan yang tinggi
terhadap pengalaman tersebut, sehingga ia tidak mudah mengumbar cerita
atau kesaksian kepada sembarang orang. Pengalamannya berdialog dengan
Tuhan adalah sesuatu yang sangat pribadi, luhur dan mulia. Tidak perlu
dibagikan kepada sembarang manusia. Kalau pun ia harus membagikannya ia
harus mendapat komando dari Tuhan, kepada orang yang tepat pada situasi
dan waktu yang tepat pula. Dan kalau ia menyaksikannya, tentu untuk
kepentingan kemuliaan Allah dan menjadi berkat bagi orang lain. Ia akan
sangat berhati-hati menyaksikan pengalamannya berdialog dengan Tuhan
tesebut dengan sikap rendah hati. Ia tidak akan mencuri kemuliaan Allah,
artinya menjaga hati agar tidak mengambil keuntungan bagi pribadinya
dengan kesaksian tersebut. Memang seharusnya seseorang yang menyaksikan
pengalamannya dengan Tuhan tidak boleh ada motif-motif pribadi di
baliknya.
Sekarang ini lebih banyak kesaksian mengenai pengalamannya berdialog dengan Tuhan menjadi komoditi untuk kesombongan diri. Melalui kesaksian tersebut ia mengangkat dirinya, agar memperoleh nilai lebih atau nilai tambah di mata manusia. Bahkan ada usaha untuk bisa memperoleh pengakuan bahwa dirinya adalah sosok hamba Tuhan yang lebih dari hamba Tuhan lainnya. Sungguh naif sekali. Dalam pengalaman hidup Paulus, ia harus menyembunyikan suatu kesaksian yang hebat, yaitu ketika ia diangkat oleh Tuhan ke langit ke tiga. Ia menyembunyikan kesaksian itu agar ia tidak meninggikan diri karena penyataan yang luar biasa tersebut (2 Kor. 12:1-10). Kemudian Tuhan juga mengijinkan duri dalam daging ada dalam diri Paulus yaitu seorang utusan Injil menggocoh dia agar tidak menjadi sombong. Begitu berbahayanya kesaksiannya yang luar biasa, sebab bisa membuat seseorang menjadi sombong. Tuhan serius menghindarkan orang-orang yang dikasihi dari kesombongan, sebab Allah menentang orang yang congkak (1 Ptr. 5:5). Berdasarkan hal ini, maka hendaknya kita berhati-hati terhadap orang-orang yang begitu mudah menyaksikan pengalamannya dengan Tuhan. Kita harus memiliki kepekaan, supaya dapat membaca kebanggaan pribadi atau “kesombongan” orang-orang tersebut di balik pernyataan-pernyataannya.
Selalu menjaga hati dan fokus kepada rencana-Nya, berarti kita mengisi tujuan hidup kita dengan benar.
Sekarang ini lebih banyak kesaksian mengenai pengalamannya berdialog dengan Tuhan menjadi komoditi untuk kesombongan diri. Melalui kesaksian tersebut ia mengangkat dirinya, agar memperoleh nilai lebih atau nilai tambah di mata manusia. Bahkan ada usaha untuk bisa memperoleh pengakuan bahwa dirinya adalah sosok hamba Tuhan yang lebih dari hamba Tuhan lainnya. Sungguh naif sekali. Dalam pengalaman hidup Paulus, ia harus menyembunyikan suatu kesaksian yang hebat, yaitu ketika ia diangkat oleh Tuhan ke langit ke tiga. Ia menyembunyikan kesaksian itu agar ia tidak meninggikan diri karena penyataan yang luar biasa tersebut (2 Kor. 12:1-10). Kemudian Tuhan juga mengijinkan duri dalam daging ada dalam diri Paulus yaitu seorang utusan Injil menggocoh dia agar tidak menjadi sombong. Begitu berbahayanya kesaksiannya yang luar biasa, sebab bisa membuat seseorang menjadi sombong. Tuhan serius menghindarkan orang-orang yang dikasihi dari kesombongan, sebab Allah menentang orang yang congkak (1 Ptr. 5:5). Berdasarkan hal ini, maka hendaknya kita berhati-hati terhadap orang-orang yang begitu mudah menyaksikan pengalamannya dengan Tuhan. Kita harus memiliki kepekaan, supaya dapat membaca kebanggaan pribadi atau “kesombongan” orang-orang tersebut di balik pernyataan-pernyataannya.
Selalu menjaga hati dan fokus kepada rencana-Nya, berarti kita mengisi tujuan hidup kita dengan benar.
No comments:
Post a Comment