Sunday 29 July 2012

Belenggu Penipuan

Kalau sudah terbiasa memberi kesaksian berdialog dengan Tuhan, maka pemberitaannya di mimbar selalu disertai kesaksiannya berdialog dengan Tuhan. Ia merasa kotbahnya tidak berisi, kurang menyengat dan kurang kuat kalau tidak disertai dengan kesaksiannya berdialog dengan Tuhan. Bahkan kalau jujur kotbahnya dialaskan pada pengalaman subyektifnya berdialog dengan Tuhan. Alkitab hanya menjadi alat peneguh saja. Padahal mestinya Alkitab yang menjadi nara sumber kebenaran, di mana semua pemberitaan Firman dialaskan. Bagi dirinya itu pemberitaan yang luar biasa dan ia terbiasa berselancar dalam cara ini. Bagi jemaat yang biasa mendengar kotbahnya, hal itu merupakan kekuatan kotbah tersebut yang membuat mereka tertarik. Jemaat memberi pengakuan bahwa dialah hamba Tuhan yang benar karena selalu berdialog dengan Tuhan, tentu pemberitaannya adalah pemberitaan Firman murni yang berasal dari Allah. Padahal pemberitaan Firman yang murni harus dilandaskan pada penggalian Alkitab yang benar.

Jika seorang pendeta sudah terbiasa menggunakan nama Tuhan, seakan-akan Tuhan berbicara melalui dirinya, padahal tidak, maka ia akan lebih be­rani mengarang kesaksian. Setiap gerak jiwanya diakui sebagai perintah Tuhan hasil dari dialognya dengan Allah. Ini proses di mana seseorang menipu dirinya sendiri dan menipu orang lain. Sampai ia sendiri tidak sadar bahwa ia sedang dalam belenggu penipuan dan pemalsuan. Ditambah lagi dengan usaha mencari pengakuan melalui kesaksiannya, ia tidak sadar kalau ia dalam suatu perasaan rendah diri yang terselubung. Kalau ia seorang pendeta, setiap kali bertemu dengan sesama pendeta, ia akan menyaksikan pengalamannya berdialog dengan Tuhan. Ia juga tidak sadar kalau ia sedang meninggikan diri melalui kesaksian tersebut. Ia tidak sadar kalau dirinya sombong. Cirinya ia selalu ingin tampil dan diakui lebih besar dari pendeta lain, melalui kesaksian supranaturalnya, besarnya gedung gereja, jumlah jemaat dan berbagai prestasi dalam pelayanannya. Orang-orang seperti ini sudah menjadi sulit untuk menjadi sederhana dan rendah hati. Kehidupan Tuhan Yesus yang lemah lembut, rendah hati dan sederhana jauh dari penampakan sikap hidupnya. Jangan berpikir orang-orang seperti ini sukses dalam pelayanan, walau jemaat yang dilayani banyak dan gedungnya megah. Mereka para pendeta yang psykhopat (sakit jiwa) dengan kenekatannya mengarang kesaksian supaya laku di pasaran. Di Indonesia justru ini yang laku. Berhati-hatilah, agar kita tidak masuk ke dalam belenggu penipuan yang ditebarkannya.

Memiliki pikiran dan perasaan Kristus, adalah ciri dari anggota keluarga Allah.

No comments:

Post a Comment