Sunday 29 July 2012

Dari Mulut Allah

Dalam kisah, Petrus dipakai oleh iblis untuk mencegah Tuhan Yesus ke Yerusalem untuk menderita, mati dan dibangkitkan. Petrus merasa bahwa apa yang ada di dalam ide atau pikirannya berasal dari Allah. Sebaliknya Petrus menganggap bahwa apa yang hendak dilakukan oleh Tuhan Yesus bukan berasal dari Allah (Mat. 16:21-23). Jadi selama itu Petrus menerima pewahyuan bukan dari Allah, ia berdialog dengan iblis tetapi ia tidak merasa bahwa ia sedang berdialog dengan iblis. Celakanya ia merasa menerima pewahyuan dari Allah dan ia merasa bahwa ia berdialog dengan Allah. Dengan demikian dapat dipahamami bahwa apa yang didaratkan atau diasup oleh pikiran menjadi landasan dengan siapa dia berdialog. Kalau sampai cukup masukkannya, maka iblis akan leluasa mengatur dan menguasai orang tersebut. Rupanya Petrus telah menerima masukan dalam pikirannya mengenai konsep Mesias yang salah, itu adalah konsep Mesias menurut orang-orang Yahudi. Jadi, tidak heran kalau iblis bisa menyusupkan idenya dalam diri Petrus untuk merusak pekerjaan dan visi Tuhan. Tuhan Yesus dengan tegas berkata kepada Petrus, “Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia”. Dalam hal ini betapa berarti dan pentingnya konsep-konsep yang ada dalam pikiran seseorang. Dalam hal ini kita mengerti, mengapa Tuhan Yesus mengatakan bahwa manusia hidup bukan saja dari roti, tetapi dari setiap Firman yang keluar dari mulut Allah. Perhatikan, mulut Allah, berarti dari kebenaran yang murni, bukan dari mulut yang lain.

Miskinnya pemahaman akan kebenaran membuat banyak orang menjadi tuli rohani. Mereka tidak dapat mendengar suara Tuhan dan berdialog dengan Dia. Celakanya mereka merasa sudah mengerti kebenaran, sebab menerima pengajaran Firman Tuhan yang tidak keluar “dari mulut Alah”. Ajaran salah yang justru sekarang lebih banyak beredar dan populer. Nabi-nabi palsunya pun juga mendapat kesempatan banyak berkotbah di berbagai media, karena memiliki modal yang cukup. Mereka merasa sudah bisa berdialog dengan Tuhan, padahal mereka tidak berdialog dengan Tuhan. Mereka mengikuti nabi-nabi palsunya yang juga dengan mudah mengatasnamakan Tuhan, berbicara dan menyampaikan pesan-pesan-Nya. Padahal apa yang dikatakan dari Tuhan itu adalah pikiran manusia, bukan pikiran Allah. Salah satu cirinya, apa yang disampaikan kepada umat pasti berorientasi kepada pemenuhan kebutuhan jasmani, bukan perkara-perkara yang di atas.

Apa yang keluar dari mulut-Nya Allah, merupakan Firman yang menghidupkan jiwa.

No comments:

Post a Comment