Sunday 29 July 2012

Cakap Bersandiwara

Wajah batiniah ditentukan oleh seberapa berkualitas kita mencintai Tuhan. Ternyata untuk mencintai Tuhan secara benar seseorang harus memasuki sebuah proses panjang lagi berat. Pada akhirnya mempersembahkan cinta kepada Tuhan bukan hanya mempersembahkan perasaan, tetapi mempersembahkan segenap kehidupan. Memang dimulai dari perasaan, tetapi tidak hanya berhenti pada sentimentalisme, tetapi harus terus berlanjut pada tindakan nyata dan perjuangan serta pengorbanan bagi Tuhan tanpa batas. Kalau hanya mempersembahkan perasaan semua orang dapat dan mudah melakukannya, termasuk orang-orang yang baru masuk Kristen dan juga anak-anak sekolah minggu. Banyak artis dan aktor yang secara luar biasa dapat memperagakan suatu peran, sehingga sekan-akan itu suatu kejadian nyata bukan suatu ”acting” (sedang berperan sesuai dengan script). Dikuatirkan banyak orang Kristen berperan seperti ini pada waktu di gereja, khususnya pada waktu menyembah, memuji Tuhan dan berdoa. Pada wakti itu ia meledakkan perasaannya dan berperan seakan-akan sedang berdoa kepada Tuhan dan sungguh-sungguh sedang berdialog dengan Tuhan.

Banyak orang Kristen merasa telah mencintai Tuhan, pada hal belum mencintai seperti yang dikehendaki-Nya. Hal tersebut biasanya terjadi di gereja-gereja yang biasa mengeksploitasi perasaan dan meledakkanya, sehingga terjebak pada kemunafikan di hadapan Tuhan. Tetapi mereka tidak menyadarinya. Mereka sudah terbiasa menciptakan suatu suasana dalam jiwanya yang akan dimunculkan pada waktu sedang berdoa, menyembah atau memuji Tuhan di gereja. Suasana yang diciptakan itu adalah suasana tertentu yang memaksa mereka meledakkan perasaan. Pada level tertentu, mereka bisa menjerit atau berbahasa roh (palsu). Mereka biasa berdoa, memuji dan menyembah Tuhan dengan selalu menangis. Pada hal seharusnya tidak selalu demikian. Ini bukan berarti waktu berdialog dengan Tuhan tidak boleh menangis atau berbahasa Roh. Dialog dengan Tuhan tidak boleh diformat harus menanagis atau tidak menangis. Semua harus berlangsung dalam ketulusan. Bila saatnya menangis ya menangislah, jika tidak ya tidak perlu. Juga pada waktu berkata kepada Tuhan, “aku mengasihi Engkau Tuhan”. Harus tulus sesuai dengan pengalaman hidup setiap hari. Kalau setiap harinya tidak mengasihi Tuhan, maka ucapan mengasihi Tuhan adalah ucapan munafik. Semua itu dilakukan seperti orang sedang bersandiwara. Banyak orang Kristen di gereja tertentu cakap melakukan sandiwara ini. tetapi mereka merasa bahwa itu adalah ukuran standar liturginya.

Setiap kesempatan yang ada pergunakan hal tersebut untuk selalu menyenangkan hatiNya.

No comments:

Post a Comment