Tuesday 18 December 2012

Perbaraan Yang Kudus

Kita perlu memeriksa api dalam jiwa kita atau semangat yang menguasai hidup dari waktu ke waktu. Bukan tidak mungkin pada waktu-waktu tertentu jiwa kita tidak terpengaruhi api atau perbaraan yang kudus dan benar dari Tuhan. Dalam hal ini dibutuhkan penerangan dari Roh Kudus dan kejujuran hati memeriksa diri sendiri serta kepekaan yang membuka mata melihat keadaan diri masing-masing secara jujur. Pemazmur dalam Mazmurnya berkata: “Siapakah yang dapat mengetahui kesesatan? Bebaskanlah aku dari apa yang tidak kusadari” (Maz 19:13).

Memasuki bulan Desember orang Kristen dibawa kepada suasana khusus, yaitu suasana Natal. Atmosfir Natal melanda orang Kristen. Ada semacam spirit hari raya, yang bisa diidentifikasi sebagai “spirit Natal;” mencengkeram kehidupan hampir semua orang Kristen. Maksud spirit di sini adalah semangat atau gairah. Gairah Natal telah menguasai kehidupan hampir setiap orang. Sebab telah terbangun suatu kesan bahwa merayakan Natal adalah sebuah kewajiban yang harus dilakukan. Seakan-akan hal itu sejajar dengan perintah Tuhan. Sehingga kalau tidak merayakan Natal dianggap bersalah. Ini suatu kesalahan dari tradisi Kristen yang harus dikoreksi. Mari kita renungkan: Apakah dengan tidak turut hanyut dalam arus hiruk-pikuk merayakan Natal, iman anak Tuhan menjadi lemah? Tentu tidak. Mari kita melihat kenyataan kehidupan iman orang-orang Kristen pada bulan Desember ini. Demi sebuah hari raya yang disebut Natal, orang-orang Kristen telah mengarahkan seluruh potensinya (waktu, tenaga, uang dan lain sebagainya) sehingga mereka tidak lagi memperhatikan pemeliharaan rohani atau pertumbuhan iman yang benar.

Dengan mengemukakan hal ini bukan berarti tidak setuju merayakan Natal.Tetapi seharusnya orang percaya tetap pada arus Roh Kudus yang memimpin pertumbuhan kedewasaan rohani yang benar. Orang percaya harus tetap dalam proses pertumbuhan kesempurnaan seperti Kristus.Proses pendewasaan rohani ini tidak boleh terhambat atau terkendala oleh suasana apapun termasuk suasana atmosfir Natal. Semestinya yang harus tetap mencengkeram adalah Roh Kudus bukan “roh Natal”, yaitu Atmosfir kehadiran Allah melalui Roh-Nya bukan gairah yang lain. Gairah yang melanda orang percaya harus tetap gairah untuk menjadi anak-anak Bapa sorgawi yang menyukakan hati-Nya, bukan gairah merayakan hari raya untuk menyenangkan manusia. Jika sikap terhadap Natal tidak diubah, maka sebagai akibatnya terjadi “turunnya suhu kerohanian yang benar”, yaitu gairah untuk berusaha mencapai kesempurnaan Kristus.

Orang percaya harus punya api atau bara atau gairah yang benar, yaitu diproses menuju kesempurnaan seperti Kristus.

No comments:

Post a Comment