Thursday 6 December 2012

Merasa Sudah Menyembah Allah

Banyak orang merasa berhak memiliki apa yang orang lain miliki. Pada umumnya orang terbiasa hidup dengan tidak merasa cukup atas apa yang telah dimilikinya sampai tidak bisa membedakan antara kebutuhan dan usaha membangun pencitraan diri dengan fasilitas materi. Mereka diperbudak oleh merk, model, pujian dan sanjungan manusia berdasarkan barang yang dipakai. Kondisi ini membuat seseorang tidak “menggunakan” barang fana, tetapi “digunakan” atau diperhamba oleh barang dunia fana tersebut. Hal ini menciptakan gaya hidup “konsumerisme tanpa batas”. Gaya hidup ini adalah gaya hidup seorang yang menyembah iblis. Memang secara langsung tidak, tetapi secara tidak langsung seseorang yang diperbudak oleh materi berarti menyembah iblis (Luk. 4:5-8). Dengan cara inilah manusia menolak untuk menyembah Allah. Gaya hidup konsumerisme seperti ini sudah menjadi gaya hidup yang wajar, khususnya di kalangan masyarakat yang tinggal di kota. Menjelang dunia berakhir semakin kuat pengaruh gaya hidup ini menguasai manusia. Inilah yang digambarkan oleh kitab Wahyu 18, Babel kota besar. Alkitab menunjukkan bahwa itulah percabulan rohani, dimana banyak manusia termasuk sebagian orang Kristen telah terperdaya oleh kecantikan dunia sehingga tidak mengingini langit baru dan bumi yang baru yaitu Kerajaan Tuhan Yesus Kristus.

Banyak orang Kristen terbelenggu oleh cara hidup tersebut, tetapi mereka tidak merasa sedang menyembah iblis. Sebab mereka merasa sudah ke gereja, mengikuti liturgi dengan menyanyikan lagu-lagu yang syairnya memuat penyembahan kepada Allah. Pikiran mereka dangkal dan tidak memahami apa yang dimaksud dengan menyembah Allah. Menyembah Allah artinya memperlakukan Tuhan sebagai nilai tertinggi kehidupan (Luk. 4:8). Perlakuan ini pasti dinyatakan dalam perbuatan. Orang yang menyembah Allah akan merasa cukup dan puas berkenaan dengan pemenuhan kebutuhan jasmani tetapi di lain pihak haus dan lapar akan kebenaran. Sedikit sekali orang Kristen sampai level ini. Pada umumnya mereka memiliki kualitas hidup sama seperti kebanyakan orang, hanya bedanya orang Kristen pergi ke gereja dan sebagian memiliki kehidupan santun di mata manusia. Tetapi pada dasarnya mereka masih memiliki irama hidup seperti kebanyakan manusia yang sukacita hidupnya tertumpu pada fasilitas hidup dunia ini. Kalau orang-orang non Kristen saja ada yang belajar tidak diperbudak oleh dunia, mereka memiliki filosofi “hidup dalam kesederhanaan”. Mereka bisa mengasihi atau membagi milik mereka bagi sesama. Seharusnya orang percaya harus bisa berbuat lebih dari itu, sebab bagi orang percaya dunia ini bukan rumah kita.

Menyembah Allah dengan benar pasti tercermin dalam gaya hidup sehari-hari, yang menjunjung tinggi Tuhan melebihi seluruh dunia ini.

No comments:

Post a Comment