Untuk bisa memandang manusia di sekitar kita seperti Allah memandang,
sehingga bisa mengasihi mereka sesuai dengan kehendak Allah. Kita
harus mengenakan belas kasihan Tuhan atas mereka. Belas kasihan yang
kita kenakan bukanlah perasaan sentimentil manusiawi, tetapi belas
kasihan Tuhan. Bagaimana kita bisa mengenakan belas kasihan Tuhan?
Pertama kita harus menghayati bagaimana Tuhan telah memberikan belas
kasihan-Nya kepada kita. Bagaimana kita bisa mengerti bahwa kita
menerima belas kasihan-Nya? Kalau kita mengerti kekudusan Allah yang
hebat, kasih dan pengorbanan-Nya yang luar biasa, sementara kita
betapa rusak dan hinanya. Hal ini bisa dialami dan dihayati kalau
seseorang mengerti kebenaran Firman Tuhan. Jadi, kalau seseorang
tidak memiliki pemahaman yang cukup terhadap kebenaran Firman-Nya,
tidak akan memahami belas kasihan Tuhan. Dengan demikian sulitlah
seseorang untuk menaruh belas kasihan kepada orang lain dengan belas
kasihan Allah. Kasihnya kepada orang lain dan kepada Tuhan sangat
terbatas.
Seperti Tuhan memberi pengampunan kepada kita, maka kita juga harus mengampuni orang lain, demikian pula sebagaimana kita telah menerima belas kasihan dari Tuhan, maka patutlah kita juga memberi belas kasihan kepada orang lain. Hal ini sangat penting, sehingga dalam Doa Bapa Kami hal mengampuni sesama menjadi landasan pengampunan dari Tuhan. Seseorang tidak akan menerima pengampunan kalau tidak mengampuni sesamanya. Seorang harus mengalami nilai pengampunan dari Tuhan baru bisa mengampuni sesamanya dengan benar, demikian pula seseorang harus mengalami dan menghayati belas kasihan Tuhan barulah bisa membelas kasihani orang lain. Sehingga hal mengampuni sesama dan membelas kasihan orang lain adalah irama hidup yang tidak perlu dipaksakan untuk dilakukan. Membelas kasihani orang lain adalah kebutuhan bukan sebagai kewajiban, sehingga kita bisa menikmatinya. Seperti seorang anak gadis remaja usia 13 tahun menggendong adiknya yang cacat sudah usia 5 tahun di punggungnya. Ketika orang bertanya apakah ia tidak kelelahan menggendong adiknya yang sudah besar dan berat, ia mengatakan tidak berat sebab ia menikmatinya. Anak gadis ini tahu apa yang dilakukan itu, selain meringankan penderitaan adiknya juga menyenangkan orang tuanya. Baginya menggendong adiknya bukan sebagai kewajiban tetapi sebagai kebutuhan jiwanya. Hal ini sama dengan sikap kita terhadap orang lain yang harus dibelaskasihani.
Membagi kasih merupakan kebutuhan, bukan kewajiban.
Seperti Tuhan memberi pengampunan kepada kita, maka kita juga harus mengampuni orang lain, demikian pula sebagaimana kita telah menerima belas kasihan dari Tuhan, maka patutlah kita juga memberi belas kasihan kepada orang lain. Hal ini sangat penting, sehingga dalam Doa Bapa Kami hal mengampuni sesama menjadi landasan pengampunan dari Tuhan. Seseorang tidak akan menerima pengampunan kalau tidak mengampuni sesamanya. Seorang harus mengalami nilai pengampunan dari Tuhan baru bisa mengampuni sesamanya dengan benar, demikian pula seseorang harus mengalami dan menghayati belas kasihan Tuhan barulah bisa membelas kasihani orang lain. Sehingga hal mengampuni sesama dan membelas kasihan orang lain adalah irama hidup yang tidak perlu dipaksakan untuk dilakukan. Membelas kasihani orang lain adalah kebutuhan bukan sebagai kewajiban, sehingga kita bisa menikmatinya. Seperti seorang anak gadis remaja usia 13 tahun menggendong adiknya yang cacat sudah usia 5 tahun di punggungnya. Ketika orang bertanya apakah ia tidak kelelahan menggendong adiknya yang sudah besar dan berat, ia mengatakan tidak berat sebab ia menikmatinya. Anak gadis ini tahu apa yang dilakukan itu, selain meringankan penderitaan adiknya juga menyenangkan orang tuanya. Baginya menggendong adiknya bukan sebagai kewajiban tetapi sebagai kebutuhan jiwanya. Hal ini sama dengan sikap kita terhadap orang lain yang harus dibelaskasihani.
Membagi kasih merupakan kebutuhan, bukan kewajiban.
No comments:
Post a Comment