Tuesday 19 June 2012

Memandang Orang Lain

Untuk bisa memandang manusia di sekitar kita seperti Allah memandang ­sehingga bisa mengasihi mereka sesuai dengan kehendak Allah, kita tidak boleh menuntut orang bersikap seperti yang kita inginkan. Hendaknya kita tidak mematok dan memaksa orang untuk memiliki standar seperti yang kita inginkan. Memang kita harus menjadi berkat untuk membawa orang ke level kehidupan yang pantas menjadi anak-anak Kerajaan Allah atau paling tidak masuk dunia yang akan datang. Tetapi hendaknya kita tidak memaksa mereka untuk itu. Tuhan saja ­memberi pilihan bebas, siapakah kita merasa berhak memaksa orang untuk ­mengambil suatu keputusan. Kita harus ingat, bahwa untuk mencapai suatu level tertentu kita juga ­harus melalui proses yang panjang dan melelahkan. Jadi, kalau mereka belum ­sampai level yang telah kita capai kita harus berbesar hati. Sikap kasar dan memaksa bisa mengakibatkan kita kehilangan mereka untuk selamanya. Kita juga harus menerima kenyataan adanya orang-orang yang lambat bertumbuh ­sampai pada level tidak bisa diubah lagi, seperti istri Lot yang telah menjadi tiang garam. Seperti Tuhan merelakan dan membiarkan istri Lot gagal, demikian pula kita harus rela kalau harus ada yang tidak bisa diubah lagi.

Menghadapi orang-orang yang menurut kita tidak berlaku benar, kita ha­rus ­memandang dan memperlakukan mereka sebagai orang-orang sakit. Mereka adalah orang-orang yang dikatakan Tuhan Yesus ”tidak tahu apa yang mereka per­buat”. Kita harus tetap berusaha mencelikkan mata mereka bukan hanya melalui perkataan tetapi dengan perbuatan. Tindakan kasih akan menjadi sengatan kuat yang dapat menyadarkan mereka dari keadaan mereka yang sangat membahayakan. Kalau ­hanya kata-kata nasihat apalagi omelan, maki-makian sumpah serapah, kritik tajam dan pedas akan makin membuat mereka semakin jauh dari keselamatan.

Biasanya mata manusia memandang manusia lain dengan mata haus ­untuk ­memanfaatkan. Itulah sebabnya banyak orang hanya mau berurusan dengan orang yang menguntungkan dirinya. Inilah orang-orang yang bersikap oportunis; hanya mencari keuntungan bagi dirinya, tanpa mempertimbangkan kerugian atau nasib orang lain. Memandang manusia di sekitar kita harus berprinsip bahwa mereka ­bukan orang-orang yang boleh menjadi obyek manipulasi atau obyek pemerasan. Mereka adalah obyek kasih Allah melalui hidup kita. Mereka adalah saudara-­saudara yang untuk mereka Tuhan bisa memerintahkan menyerahkan ­nyawa kita.

Kita harus mengasihi sesama tanpa membeda-bedakan, seperti kasih Kristus.

No comments:

Post a Comment