Wednesday 31 October 2012

Romans 12:17-18

Beloved, you must re-establish peace in your heart with those you have been in division with. You cannot progress spiritually as long as you hang on to bitterness and offenses. When you refuse to let go of the past, you are sowing seeds of separation. The principle of sowing and reaping will affect how others respond to you. When you reject others, you will also be rejected. This is not good for you or those around you. Choose today to forgive and release those who have hurt you, says the Lord.

Romans 12:17-18 Repay no one evil for evil. Have regard for good things in the sight of all men. If it is possible, as much as depends on you, live peaceably with all men.

Membahayakan

Menjadi orang percaya berarti menjadi manusia yang benar-benar eksklusif. Bagaimanapun akhirnya, eksklusifitasnya akan sangat mencolok, sehingga membuat pembedaan antara orang yang masuk proses keselamatan dan mereka yang tidak masuk dalam proses keselamatan; antara anak-anak dunia dan anak anak Allah. Perbedaan itu seharusnya sudah mulai nampak sejak seseorang mengaku percaya kepada Tuhan Yesus (1 Ptr. 2:9). Jika tidak ada perbedaan yang mencolok, berarti percayanya belum benar. Hal ini disebabkan karena tidak mengerti apa artinya percaya kepada Tuhan Yesus. Percaya kepada Tuhan Yesus berarti hidup seperti Dia pernah hidup (1 Yoh. 2:6). Hal ini tergambar nyata sekali pada jaman kekristenan baru muncul. Orang yang percaya kepada Tuhan Yesus, pasti akan memposisikan diri di tempat yang berseberangan dengan dunia pada jamannya. Kondisi ini membuat orang Kristen dimusuhi oleh dunia sekitarnya. Sayang sekali, kekristenan sekarang ini dikemas oleh para theolog Kristen sebagai kepercayaan atau aliran agama yang tidak berbahaya bagi siapapun. Sebenarnya ini sebuah langkah mundur. Kekristenan dikompromikan atau sebuah langkah komformisme (penyesuaian) dengan pola pikir dunia. Kekristenan memang tidak membahayakan secara fisik, sebab orang percaya tidak akan pernah diijinkan menjadi teroris yang mendatangkan bencana bagi sesama. Orang percaya dipanggil untuk mengasihi orang-orang yang memusuhi dan menyakitinya. Orang percaya dipanggil untuk tunduk kepada pemerintah dan menjadi berkat bagi lingkungannya, artinya mendatangkan keuntungan bagi sesamanya.

Kekristenan yang orisinil akan merenggut seseorang dari filosofi dan cara berpikir manusia di sekitarnya. Orang percaya diajar untuk hidup sederhana, hidup dalam kebenaran moral Tuhan Yesus dan rela mengorbankan apapun demi Injil kerajaan Allah, mengharapkan kedatangan Tuhan dimana Kerajaan-Nya akan dinyatakan secara fisik di langit baru dan bumi baru serta menghayati bahwa dunia ini bukan rumahnya. Filosofi  (kebenaran) ini mengubah total warna kehidupan orang yang mengaku Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamatnya. Berarti orang percaya tidak boleh hidup dengan filosofi nenek moyang dan filosofi dunia sekitarnya. Orang percaya harus tegas mengambil keputusan dalam mengikut Tuhan Yesus, dengan berusaha hidup seperti Tuhan Yesus Hidup. Kristen artinya menjadi seperti Kristus. Jika tidak berani hidup seperti Tuhan Yesus hidup, berarti hidup dalam kemunafikan atau kepura-puraan menjadi Kristen. Di sini kekristenan menjadi membahayakan bagi ketidakbenaran.

Kekristenan yang orisinil akan merenggut seseorang dari filosofi dan cara berpikir manusia di sekitarnya.

Tuesday 30 October 2012

John 7:38

I see your hunger for a move of My Spirit, and I tell you truly that I will satisfy that hunger. Out of your being will flow a mighty stream of the life of My Spirit that will touch everything around you. I am well pleased with you, My people, who seek to move into the new day that is before you. I will release a fresh anointing that will quicken, refresh, restore and renew life in your environment, says the Lord. Position yourself to receive.

John 7:38 "He who believes in Me, as the Scripture has said, out of his heart will flow rivers of living water."

Tidak Mengingini Dunia

Ketika seseorang berusaha mencapai standart hidup seperti manusia lain, ia sedang memburu kemuliaan untuk dirinya sendiri bukan kebaikan yang Tuhan sediakan. Tetapi ketika ia mencari kehendak Allah maka ia akan menemukan kebaikan Tuhan yang tiada tara. Ia menyukakan hati Tuhan, sebab ia menjadi seperti yang Tuhan kehendaki. Orang seperti ini hidupnya akan berdampak bagi orang lain. Membuat orang lain tidak jatuh dalam dosa atau mengusahakan orang tidak tersandung oleh perbuatannya. Segala sesuatu yang dilakukan membuat orang mengenal Tuhan yang benar dan didewasakan. Biasanya ciri-ciri orang seperti ini adalah tidak membanggakan kuasa Tuhan atas prestasi yang dicapainya, sebab baginya yang penting adalah kepentingan Tuhan dikedepankan. Dengan mengerti hal ini, kita menyadari betapa berharganya hidup ini. Betapa mahal kesempatan untuk dibentuk atau didandani oleh Allah Bapa menjadi anak-anak kesukaan-Nya. Jika menyadari keberhargaan kesempatan ini, maka orang berani bertaruh berapapun dan apapun demi terselenggaranya pembentukan Allah tersebut.

Pada kenyataannya tidak banyak orang yang melewati tahap-tahap tertentu sampai bisa memancarkan pribadi anak Allah dalam hidupnya. Bila bisa memancarkan pribadi anak Allah dalam hidupnya seseorang akan sangat efektif menjadi saksi Tuhan di manapun mereka berada. Inilah maksud pengutusan Tuhan, bahwa kita menjadi saksi-Nya. Orang-orang yang mau menjadi saksi ini tidak akan menyayangkan nyawanya, artinya ia tidak menggantungkan suasana jiwa atau hatinya dari fasilitas dunia ini. Orang yang menggantungkan suasana jiwanya pada dunia ini berarti masih terikat dengan percintaan dunia. Pada dasarnya orang yang masih dalam percintaan dunia adalah orang-orang yang tidak setia (Yak. 4:4). Mereka tidak akan pernah mengerti bagaimana melayani Tuhan, sebab pelayanan tidak dimulai dari kemampuannya melakukan kegiatan gereja, tetapi hati yang tidak dalam percintaan dengan dunia. Hidup yang dipersembahkan sepenuhnya bagi kemuliaan nama-Nya. Bagaimana kita tahu bahwa segenap hidup telah diserahkan kepada Tuhan. Apakah dengan menjadi pendeta yang fulltimer? Tentu tidak. Dengan cara menjadikan Tuhan dan Kerajaan-Nya sebagai satu-satunya kesenangan dan tujuan. Kalau seseorang menggantungkan suasana jiwanya pada fasilitas dunia ini, maka berarti ia belum menyerahkan segenap hidupnya bagi Tuhan. Orang yang masih melandaskan kebahagiaan hatinya pada fasilitas dunia pasti mengingini dunia. Dan orang yang mengingini dunia berarti menyembah iblis. Sebagai umat pilihan, orang percaya dituntut untuk tidak mengingini dunia sama sekali.

Orang yang masih dalam percintaan dunia adalah orang-orang yang tidak setia.

Monday 29 October 2012

Next Level

Apa yang TIDAK KITA SELESAIKAN hari ini, dapat MENAHAN kita dari penggenapan janji Allah di masa depan.

Memulai sesuatu itu sulit. Namun menyelesaikan apa yang kita mulai, juga sulit. Ada bynk org bergumul dgn 'konsistensi' untk menyelesaikan apa yg telah di mulainya.

Konsistensi untk menyelesaikan apa yg kita mulai akan membuahkan kepercayaan dari org lain. Kita tdk dpt menghasilkan hasil-hasil yg banyak, berkualitas & bercita rasa tinggi, dengan karakter MOODY.

Untuk dpt berhasil, kita harus hidup & bekerja MELAMPAUI PERASAAN-PERASAAN kita saat ini.

Jangan izinkan perasaan-perasaan kita MENAHAN KITA TERLALU LAMA DI TEMPAT YANG SAMA, shg kita kehilangan bynk kesempatan & kehilangan hal2 terbaik yg telah Allah sediakan bagi kita.

Jika kita selalu menyelesaikan apa yg kita mulai, maka:

1. Kita akan memiliki banyak buah (hasil)
2. Kita akan mendapatkan kepercayaan
3. Kita akan mampu naik ke level berikutnya

Kita tidak dapat menerima sebuah tanggungjawab yg baru dari TUHAN, sblm kita menyelesaikan tanggungjawab yg diberikan sebelumnya.

"Supaya jikalau ia sudah meletakkan dasarnya dan tidak dapat menyelesaikannya, jangan-jangan semua orang yang melihatnya, mengejek dia, sambil berkata: Orang itu mulai mendirikan, tetapi ia tidak sanggup menyelesaikannya."
| Lukas 14:29-30

Tercelik Setelah Dewasa

Tidak bisa dipungkiri bahwa agama-agama di dunia ini berusaha untuk mencari dan menemukan apa yang mereka anggap sebagai kebenaran. Penggalian itu terus berlangsung selama agama atau aliran filsafat tersebut masih eksis. Hal ini akan memperkaya dasar-dasar theologia mereka. Jadi, tidak heran kalau dalam agama-agama di luar Kristen terdapat pernyataan-pernyataan yang mirip dengan agama Kristen. Pernyataan-pernyataan itu antara lain mengenai perbuatan kebaikan yang harus dilakukan, mengenai pengorbanan terhadap allah yang disembah bahkan mengenai dunia yang akan datang dan lain sebagainya. Lalu apa bedanya dengan kebenaran Alkitab? Perbedaan itu tidak akan di temukan sampai pengertian seorang anak Tuhan dicelikkan dalam memahami kebenaran Injil yang murni atau orisinil yang diajarkan oleh Tuhan Yesus. Pencelikkan itu bisa terjadi kalau seseorang berani membayar harganya yaitu tidak mencintai dunia ini dan melepaskan diri dari segala ikatan, selanjutnya berusaha untuk menggali kebenaran Firman Tuhan guna merubah pola berpikirnya yang salah.

Faktanya, banyak orang Kristen tidak memahami Injil yang orisinil sehingga mereka tidak melihat keunggulan kebenaran dalam Injil. Mereka menganggap bahwa semua agama sama atau paling tidak menganggap bahwa perbedaannya sedikit. Mereka tidak akan berani mempertaruhkan hidup mereka bagi Injil. Dengan memahami kebenaran Injil yang orisinil maka seseorang akan melihat kepalsuan yang dikemas oleh kuasa kegelapan di dalam banyak agama dan aliran filsafat. Ia juga akan melihat kepalsuan-kepalsuan ajaran-ajaran atau penyesatan dalam gereja yang tidak sesuai dengan Injil yang diajarkan oleh Tuhan Yesus. Tidak heran, kalau orang seperti ini akan merasa gusar melihat kelicikan orang-orang yang mengaku hamba Tuhan memperdaya dan menipu umat Tuhan. Ia akan cepat mendeteksi kelicikan orang-orang yang mengaku mengenal Tuhan dan menyampaikan kesaksian-kesaksian supranatural yang sebenarnya dusta. Pemahamannya terhadap Injil yang benar akan mendorong seseorang terus menggali kebenaran Injil lebih bersemangat lagi dan berusaha membagikannya kepada orang lain. Seiring dengan bertambahnya pengertiannya terhadap Injil yang orisinil, ia akan berusaha untuk memiliki hidup yang berkualitas seperti yang Tuhan kehendaki dalam berbagai sektor hidupnya. Hatinya akan semakin melekat di Kerajaan Bapa di Sorga. Tentu saja kesalehannya makin menyengat dirasakan oleh orang di sekitarnya. Tidak bisa tidak, injil yang orisinil merubah mind set dan seluruh sikap hidupnya. Mereka menghayati kemusafirannya di dunia ini, bahwa dunia bukanlah rumahnya.

Injil yang orisinil merubah mind set dan seluruh sikap hidup kita dan membuat kita menghayati kemusafiran kita di dunia ini.

Sunday 28 October 2012

Belajar Pada-Ku

Selama ini terjadi penipuan terhadap jemaat. Ada gereja-gereja tertentu yang selalu berbicara bahwa Tuhan memberi kelegaan yang sama dengan kegirangan, kemudian menyanyikan dan menjadi tema-tema utama dalam percakapan. Sejatinya itu bukanlah kelegaan atau kegirangan yang dimaksud oleh Tuhan. Mereka diajar untuk menyanjung-nyanjung Tuhan atas kebaikan dan kuasa-Nya. Mereka mendorong jemaat untuk menemukan kelegaan dengan iman, yaitu percaya kepada Tuhan yang mau dan mampu menolong dalam persoalan yang bertalian dengan pemenuhan kebutuhan jasmani. Jemaat dijanjikan memperoleh kelegaan dari masalah ekonomi, kelegaan dari sakit penyakit dan lain sebagainya. Di sini kelegaan dipahami dan disejajarkan dengan kelimpahan berkat materi, kesembuhan, keberhasilan karir dan lain sebagainya. Kelegaan seperti ini adalah kelegaan yang justru membuat seseorang tidak menjadi lega. Mereka semakin terikat dengan keinginan-keinginan dunia ini. Pada akhirnya mereka semakin jauh dari kelegaan Tuhan yang memuat damai sejahtera Allah yang tidak sama dengan yang diberikan dunia kepada mereka. Kelegaan dari Tuhan yang memberi damai sejahtera dapat dialami setelah seseorang belajar dari Tuhan. Belajar dari Tuhan artinya mengikuti seluruh filosofi dan jejak kehidupan Tuhan Yesus Kristus. Jadi, seseorang tidak akan mengenal dan mengalami kelegaan yang sejati kalau tidak belajar terlebih dahulu dari Tuhan. Tegas sekali Tuhan Yesus berkata “belajar padaku”.

Untuk itu hendaknya kita tidak hanya melihat Matius 11:28, tetapi juga ayat 29, yaitu bagaimana mekanisme kelegaan itu bisa diterima dan dialami oleh orang percaya. Tidak cukup hanya didoakan atau penumpangan tangan kemudian secara langsung dan ajaib memperoleh kelegaan. Kadang-kadang mereka yang telah didoakan tersebut merasa telah memiliki damai sejahtera Tuhan, padahal itu palsu. Damai sejahtera palsu itu juga dimiliki oleh berbagai agama di dunia ini yang membuat pengikut agamanya setia dan tekun terhadap agamanya. Mereka mengaku bahwa dengan menganut agama tersebut mereka merasa damai dan tenang. Di lingkungan jemaat Kristen. tidak sedikit jemaat yang diberi “permen” damai palsu tersebut didayagunakan dan dimanfaatkan hanya untuk kepentingan rohaniwan, keluarganya dan institusinya (lembaga). Seakan-akan para rohaniwan tersebut telah menuntun mereka kepada kebenaran atau memberi pelayanan rohani yang baik dan memadai. Padahal jemaat tidak diajar untuk meninggalkan kesenangan dunia. Hal ini berlangsung selama bertahun-tahun sampai jemaat tersebut meninggal dunia dan tidak pernah menemukan kelegaan yang sejati.

Seseorang tidak akan mengenal dan mengalami kelegaan yang sejati kalau tidak belajar terlebih dahulu dari Tuhan.

Saturday 27 October 2012

Philippians 1:6

The enemy is at work to undermine the strength of your position through subtle distractions. Set a watch and maintain good boundaries. Do not give in to anything that has the potential to destroy faith, hope, or confidence. Stand strong in knowing that I will direct your steps and provide everything you need to accomplish what I have given you to do, says the Lord. Do not be afraid.

Philippians 1:6
being confident of this very thing, that He who has begun a good work in you will complete it until the day of Jesus Christ

Penjara Tuhan

Ketika seseorang dimerdekakan oleh pengorbanan Tuhan Yesus dari majikan lama yaitu kuasa kegelapan, maka selanjutnya orang percaya harus masuk ke dalam penjara Tuhan dan dibelenggu oleh Tuhan. Persoalan penting yang harus digumuli adalah bagaimana masuk penjara Tuhan. Paulus mengatakan bahwa barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya (Gal. 5:24). Inilah konsekuensi menjadikan Tuhan

Yesus sebagai Tuhan atau majikan dalam hidup ini. Kita tidak boleh memiliki keinginan kecuali sesuatu tersebut diingini oleh Tuhan. Jika tidak, berarti kita menjadikan diri kita sebagai tuhan; I am the master. Kalau orang menjadikan Tuhan sebagai majikannya maka keinginannya disesuaikan dengan keinginan Tuhan. Inilah yang dimaksud dengan hidup dipimpin oleh roh (Gal. 5:25). Dalam teks aslinya kalimat ini adalah pneumati kai stoikomen (πνεύματι καὶ στοιχῶμεν) yang artinya berjalan seiring dengan roh. Orang yang masih memilki keinginan-keinginan dunia ini adalah orang-orang yang tidak akan bisa berjalan seiring dengan roh, sebab ia masih terikat dengan keinginan keinginannya sendiri. Tuhan masih mentolerir sementara waktu

kalau ada orang Kristen yang masih mau mengumbar keinginan-keinginannya sendiri, tetapi hal ini mendukakan Roh Kudus. Kalau dalam level tertentu ia tidak mau menanggalkan keinginannya sendiri, maka ia akan sampai taraf menghujat Roh Kudus. Roh Kudus tidak bisa membelenggu orang tersebut dan Tuhan tidak bisa memilikinya sebab ia memiliki dirinya sendiri.

Itulah sebabnya Tuhan memberi suatu kuk, maksudnya agar orang percaya bisa dikuasai atau dibelenggu oleh Tuhan. Proses dibelenggu oleh Tuhan ini merupakan proses yang berat dan sukar. Dengan segala cara Tuhan akan mendidik kita sebagai anak-anak-Nya untuk mengambil bagian dalam kekudusan Allah, artinya berjalan seiring dengan Dia (Ibr. 12:6-10). Banyak orang tidak sanggup dan meninggalkan gelanggang perlombaan yang diwajibkan (Ibr. 12:1-3). Mereka tidak

berani meninggalkan kesenangan dunia, karena takut hidup kurang bahagia, kurang lengkap dan aneh di mata dunia ini. Harus diperhatikan bahwa kita tidak akan dipermuliakan kalau tidak menderita bersama dengan Tuhan Yesus (Rm. 8:17). Penderitaan yang paling berat adalah kalau seseorang meninggalkan dirinya sendiri. Ini sama dengan apa yang dimaksud oleh Tuhan Yesus sebagai kehilangan nyawa (Mat. 10:39). Tuhan mengosongkan diri-Nya, jadi meninggalkan kemuliaan sama dengan “kehilangan nyawa”. Inilah jejak Kristus yang harus menjadi teladan hidup, untuk itu kita harus mengikuti jejak-Nya.

Orang yang menjadikan Tuhan sebagai majikannya maka keinginannya akan disesuaikan dengan keinginan Tuhan.

Wednesday 24 October 2012

Ephesians 4:30-32

Be patient and wait for the proper time and opportunity to deal with places of division and strife. There are corrections to be made, but certainly not in the heat of the moment. I am in process of revealing hidden motives and attitudes in yourself and others that can result in honest examination and communication. Refuse to rise up in pride in any confrontation. Humility is the key to resolut
ion, says the Lord.

Ephesians 4:30-32 And do not grieve the Holy Spirit of God, by whom you were sealed for the day of redemption. Let all bitterness, wrath, anger, clamor, and evil speaking be put away from you, with all malice. And be kind to one another, tenderhearted, forgiving one another, just as God in Christ forgave you.

Bersentuhan Dengan Allah

Bersentuhan dengan Tuhan secara pribadi akan membangun pengenalan Allah yang mahal tak ternilai. Hal ini sangat bersifat pribadi, subyektif dan tidak ada cara untuk dapat menjelaskan hal ini. Seseorang harus mengalaminya sendiri. Pengalaman ini bisa dikatakan sebagai pengalaman yang adikodrati (di luar kodrat biasa), supranatural (melampaui yang natural atau biasa), transenden (melampaui akal pikiran biasa) dan transempiris (melampaui pengalaman yang sudah ada). Jika seseorang benar-benar bersentuhan dengan pribadi Allah, maka barulah disebut sebagai benar-bernar menemukan Tuhan. Seringkali orang-orang Kristen dari aliran tertentu merasa sudah bersentuhan dengan Allah hanya karena emosinya tersentuh. Harus hati-hati, karena melankolisme dan emosi keberagamaan juga bisa membuat seseorang meneteskan air mata dan berbagai pengalaman lain yang sering diakui sebagai bertemu dengan Tuhan, dijamah Tuhan atau diurapi. Pada hal sering kali semua itu hanya fenomena jiwa semata-mata. Banyak mereka yang terpenjara atau terkunci di sana. Mereka merasa ada dalam fenomena alam roh dan persekutuan

dengan Allah, pada hal mereka ada dalam fantasi kosong. Hal ini akan nyata atau terbukti dari sikap hidup mereka setiap hari. Mereka merasa sudah dipenuhi Roh Kudus dan hidup dalam persekutuan dengan Allah, tetapi bertikai dengan anak Tuhan lain karena berbagai alasan. Di antaranya masih terikat dengan pola hidup keduniawian, yaitu bangga dengan berbagai keberhasilan hidup secara duniawi dan keinginan-keinginan memiliki apa yang anak dunia miliki.

Seseorang yang menemukan Tuhan dengan benar seperti rasul Paulus, hidupnya pasti akan berubah secara radikal dan luar biasa. Tuhan Yesus menggambarkan seperti seseorang yang menemukan harta yang terpendam dan mutiara yang sangat berharga. Ia rela kehilangan segala sesuatu demi harta kekayaan dan mutiara yang indah tersebut (Mat. 13:44-45). Menemukan Tuhan seperti menemukan harta yang ternilai harganya. Ciri dari orang yang telah menemukan Tuhan akan rela barter demi supaya dapat memperolehnya secara penuh (Flp. 3:7-9). Selanjutnya

ia akan berusaha menanggulangi dosa dan kelemahan karakternya dengan sangat serius. Ia menjadi tidak duniawi, pikirannya ditujukan ke langit baru dan bumi yang baru. Ia akan berusaha melakukan kehendak dan rencana Tuhan dengan mengorbankan apa saja yang bisa dikorbankan. Kerinduan ini harus menjadi kerinduan yang lebih besar dari segala kerinduan dan yang pernah kita miliki dan rasakan. Sampai rasanya tidak ada kebutuhan yang lebih besar dari ini. Hal ini disebut sebagai haus dan lapar akan kebenaran.

Seseorang yang bersentuhan dengan Tuhan secara benar, hidupnya pasti akan berubah secara radikal dan luar biasa.

Tuesday 23 October 2012

Bukan Doa Yang Panjang

Pengenalan dengan Allah haruslah melalui dialog dua arah dalam penghayatan hidup setiap hari melalui pergumulan hidup secara konkrit. Harus diingat bahwa Allah yang Maha hadir bekerja dalam segala hal untuk mendatangkan kebaikan bagi anak-anak Tuhan. Banyak orang Kristen merasa sudah mengenal Allah karena memiliki jam doa yang panjang. Doa yang panjang tidak berarti pasti membuat seseorang memiliki hubungan yang benar dengan Allah. Kenyataanya, doa yang panjang, malah membahayakan yaitu ketika pendoa tidak mengenal Allah yang benar melalui penggalian Firman yang benar. Doa dan penyembahan yang panjang malah menciptakan satu sosok allah yang dia ciptakan sendiri dalam benaknya. Sampai akhirnya ia terlalu yakin dengan sosok yang diyakini sebagai allah yang benar pada hal tidak, maka ia semakin sesat. Ciri dari orang-orang seperti ini adalah tidak produktif dalam hidup ini, cara berpikirnya mistik dan senang dikultuskan. Malangnya mereka biasanya tidak merasa atau tidak sadar sebagai orang yang senang dikultuskan.

Dialog dengan Tuhan bukan hanya menyediakan waktu panjang dalam ruang doa tetapi juga harus mengalami dan menghayati tindakan-tindakan Allah dalam hidup secara konkrit setiap saat. Untuk ini satu hal yang sangat penting adalah menghayati dan mengakui bahwa kita ada di hadirat Tuhan setiap saat. Kita harus memerintahkan seluruf syaraf dan kesadaran kita bahwa kita ada di wilayah Allah. Pandangan mata-Nya tidak pernah lepas dari kita. Inilah yang dilakukan pemazmur ketika ia berkata: Ajar kami menghitung hari kami (Mzm. 90:12). Kata menghitung dalam teks aslinya adalah manah (הָנָמ) dimaksudkan agar kita membagi hari sedemikian rupa berhubung hari hidup ini singkat dan sangat berharga guna mengisinya dengan bijaksana. Untuk bisa memahami tindakan Tuhan harus memahami pribadi-Nya. Memahami pribadi Tuhan sama dengan memahami hukum-hukum kehidupan yang tidak bisa dilanggar oleh siapapun bahkan oleh Tuhan sendiri. Seperti misalnya ketika harus menuai apa yang ditabur, bahwa tindakan selalu memiliki akibat. Orang yang sakit karena kecerobohannya, tidak akan berani minta kesembuhan sebab ia tahu ia harus menuai apa yang harus ia tabur. Kalau seseorang jatuh miskin karena kecerobohannya, ia tidak meminta supaya Tuhan pulihkan ekonominya, yang dilakukan adalah bekerja keras. Ketika ia secara finansial kuat atau berhasil dalam study, ia bersyukur atas penyertaan-Nya, tetapi ia juga mengakui semua itu juga karena ia bekerja keras. Dengan demikian ia memandang segala sesuatu secara jujur, adil dan proporsional.

Dialog dengan Tuhan bukan hanya menyediakan waktu panjang dalam doa, tetapi harus mengalami dan menghayati tindakan-tindakan Allah secara konkrit setiap saat.

Monday 22 October 2012

Bersentuhan Langsung

Menemukan Tuhan, mengenal Tuhan dengan benar dan diakui-Nya sebagai anak-Nya adalah Anugerah yang tiada tara dan tak terucapkan. Luar biasa, sangat berharga dan mahal. Seorang yang berdialog dengan Tuhan akan merasakan “sentuhan” pribadi-Nya. Dialog ini adalah perjumpaan dua pribadi. Ini sebuah perjumpaan riil bukan fantasi. Pribadi yang Agung dan Maha Hadir harus dirasakan secara khusus dan istimewa dalam kehidupan secara pribadi dan konkrit. Dialog tersebut akan membuat keterikatan dua pribadi. Sehingga suatu hari nanti kalau menutup mata ia menyadari bahwa dirinya tidak sesat, sebab ia mengenal sosok atau pribadi Allah yang benar. Kalau seseorang melakukan dialog dengan sosok yang lain (berhubung salah pengenalannya akan Allah), maka ia tidak akan bertemu dengan Allah yang benar. Karena tidak mengenal Allah dengan benar maka ia pun juga pasti tidak dikenal oleh Allah. Ia berinteraksi dengan allah palsu di dalam pikirannya. Dialog dengan Allah yang benar bukan hanya dengan percakapan doa tetapi dalam seluruh kegiatan dan tindakan. Sama seperti kenyataan yang dapat diamati, betapa sulit untuk menemukan pasangan hidup hanya melalui “chating” di internet. Besar kemungkinan akan salah pilih.

Demikian pula hubungan kita dengan Tuhan. Harus ada usaha atau pergumulan untuk memiliki perjumpaan langsung dengan Tuhan, berinteraksi langsung. Pergumulan ini sama dengan usaha untuk menjadikan Tuhan riil dalam kehidupan secara pribadi. Bila hal ini benar-benar terwujud dalam kehidupan, maka seseorang baru lah dapat dikatakan mengenal Allah dengan benar. Pengenalan ini buah dari pertemuan dua pribadi secara terus menerus setiap hari. Banyak orang yang merasa sudah mengenal Allah pada hal belum. Mereka yang duduk di bangku Sekolah Tinggi theologia biasanya sudah merasa mengenal Allah dengan bermodalkan theologia yang mereka serap melalui pendidikan dan bacaan literal. Pada hal pengenalan akan Allah harus merupakan pengalaman hidup riil yang melibatkan seluruh kehidupan ini, bukan sekedar aktivitas pikiran atau secara kognitif. Tidak sedikit pula orang-orang Kristen yang baik yang sudah lama menjadi orang Kristen, melakukan kegiatan agama Kristennya dengan baik, merasa sudah mengenal Tuhan, tetapi sebenarnya belum mengenal dengan benar. Mereka merasa sudah memiliki theologia, pada hal sebenarnya belum bersentuhan dengan Allah secara pribadi, sering ia hanya bersentuhan dengan pikirannya sendiri. Tetapi kalau ia memiliki theologia yang benar ditambah dengan sentuhan langsung dengan Tuhan, maka ia akan mengenal Allah dengan benar.

Pengenalan akan Allah harus merupakan pengalaman hidup riil yang melibatkan seluruh kehidupan ini, bukan sekedar aktivitas pikiran atau secara kognitif.

Sunday 21 October 2012

Menangkap Tuhan

Setiap orang Kristen yang mengerti arti anugerah Tuhan akan terobsesi kuat bagaimana bisa memiliki kehidupan yang berdialog dengan Allah. Hidupnya akan dicurahkan dan dipertaruhkan untuk menemukan Allah yang benar dan sungguh-sungguh mengalami dialog dengan Allah. Ini sebuah pengalaman yang luar biasa. Lebih mulia dan berharga dari segala pengalaman hidup. Tanpa memiliki pengalaman ini berarti seseorang gagal dalam kehidupan ini. Dari hal ini seseorang menemukan Allah sebagai Bapa dan menemukan Tuhan Yesus Kristus sebagai Tuhan. Perjalanan hidup ini harus diarahkan sepenuh kepada hal ini. Paulus menyatakan bahwa sama seperti Dia telah menangkap kita, kita juga akan menangkap Dia (Flp. 3:12). Teks aslinya untuk kata menangkap di sini adalah kata lambano (λαμβάνω) yang selain berarti menangkap (to seize), apprehand (menahan), comprehend (memahami) dan juga berarti to make one’s own (membuat untuk dimiliki seseorang). Menangkap Tuhan di sini berarti benar-benar memahami, mengalami dan dimiliki oleh Tuhan. Ayat sebelumnya tertulis bahwa yang dikehendaki Paulus adalah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya (Flp. 3:10).

Orang percaya dipanggil untuk memiliki tanggung jawab “menangkap Tuhan” ini, dalam hal ini Tuhan tidak memaksa. Kalau seseorang menolak tanggung jawab dan panggilan ini, maka ia tidak akan pernah menangkap Tuhan selamanya, berarti tidak akan pernah memiliki Tuhan dan dimiliki-Nya. Kalau seseorang sudah menghabiskan waktu, tenaga, pikiran dan segala potensi untuk memburu banyak hal tetapi tidak memburu Tuhan dengan serius, maka ia akan kehilangan Dia untuk selamanya. Biasanya orang seperti ini tidak memiliki gairah yang cukup untuk menemukan Tuhan. Mereka merasakan kebahagiaan bila kebutuhan jasmaninya terpenuhi. Suasana jiwanya dipengaruhi oleh fasililtas dunia ini. Mereka belum memahami pelayanan bagi Tuhan. Mereka tidak mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa dan akal budinya. Perlu direnungkan, apakah orang seperti ini pantas dinantikan Tuhan masuk istana-Nya? Tentu tidak. Kalau sekarang ini, mereka kelihatannya mencari Tuhan, sebenarnya mereka tidak mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa dan akal budi. Mereka tidak mencari Tuhan dengan segenap tenaga. Konyolnya mereka mengharapkan dapat menemukan Tuhan secara maksimal. Harus diingat bahwa harga untuk berubah dan menemukan Tuhan adalah menyerahkan segenap hidup (Flp. 3:7-9). Syarat ini mutlak, supaya dapat memahami kehendak Allah seperti yang Dia kehendaki dan meneladani kehidupan Tuhan Yesus. Inilah yang dimaksud menangkap Tuhan.

Menghabiskan waktu, tenaga, pikiran dan segala potensi untuk banyak hal tetapi tidak memburu Tuhan dengan serius, maka akan kehilangan Dia untuk selamanya.

Membayar Hidup Berkualitas

Kalau orang-orang tahu harga sesungguhnya yang harus dibayar untuk menjadi anak-anak Allah atau warga Kerajaan Allah yang benar, maka sangat sedikit orang yang bersedia membayarnya. Itulah sebabnya banyak yang dipanggil tetapi sedikit yang terpilih (Mat. 22:14). Di bagian lain Tuhan Yesus menyatakan bahwa banyak orang berusaha masuk tetapi sedikit yang bisa masuk (Luk. 13:23-24). Menjadi anak-anak Allah atau warga Kerajaan Sorga berarti menjadi manusia yang memiliki kualitas tertentu sejak hidup di dunia ini. Kualitas tertentu di sini adalah hidup kekal. Hidup yang berkualitas tinggi. Inilah yang dimaksud hidup dalam kelimpahan (Yoh. 10:10). Ia yang kaya menjadi miskin supaya kita menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya (2Kor. 8:9). Tentu kaya dan miskin disini tidak berkenaan dengan urusan materi. Hal ini dikemukakan supaya kita tidak menganggap remeh dan murahan anugerah yang Tuhan berikan.

Anugerah keselamatan yaitu usaha Tuhan mengembalikan manusia kepada rancangan-Nya; agar memiliki hidup yang berkualitas tinggi. Hal tersebut adalah pemberian yang harus diterima dengan tanggung jawab serta pertaruhan. Hal ini untuk menunjukkan kesungguhan kita menghargai anugerah tersebut serta menghormati Allah yang memberi anugerah. Keselamatan itu tidak bisa terjadi secara otomatis, tetapi harus dikerjakan dengan takut dan gentar (Flp. 2:12). Takut dan gentar (Yun. phobos, φόβος dan tromos, τρόμος). Kata phobos dan tromos menunjuk suatu kekuatiran tidak memenuhi suatu permintaan atau suatu tuntutan, hanya dengan ketaatan yang tinggi bisa memenuhinya. Filipi 2:5-7 berbicara mengenai panggilan untuk memiliki pikiran dan perasaan Kristus, itulah keselamatan atau hidup yang berkualitas tinggi. Untuk memiliki hidup berkualitas tinggi keluarga Kerajaan nyaris mustahil. Itulah sebabnya orang muda kaya yang bersemangat mau memiliki hidup yang kekal, akhirnya menyerah karena dipandangnya mustahil untuk dilakukan (Mat. 19:21-26). Tetapi jika dilakukan dengan ketaatan yang sekuat tenaga, maka seseorang bisa mencapai. Bagi manusia tidak mungkin, tetapi bagi Allah segala sesuatu mungkin. Dalam Filipi 2:13 dikatakan bahwa karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaan-Nya. Ini bukan berarti hanya pihak Allah yang mengerjakan, pihak manusia juga harus sekuat tenaga. Itulah sebabnya Tuhan mengatakan bagi orang yang mau mengikut Dia, harus menghitung dulu anggarannya (Luk. 14:28-32). Hal ini menunjukkan bahwa ada harga yang harus dibayar untuk menjadi murid Tuhan Yesus atau untuk memiliki hidup yang berkualitas.

Menjadi anak-anak Allah atau warga Kerajaan Sorga berarti menjadi manusia yang memiliki kualitas hidup yang tinggi sejak hidup di dunia ini.

Apotasso

Untuk dapat mengalami peningkatan kualitas hidup sebagai keluarga Kerajaan, seseorang harus berani membayar harganya. Harganya adalah segenap hidup. Dalam perumpamaan mengenai peladang yang menemukan harta yang terpendam dan mutiara yang berharga, kedua-dua melepaskan segala sesuatu demi apa yang mereka nilai lebih berharga (Mat. 13:44-45). Hal inilah yang terjadi dalam hidup rasul Paulus, segala sesuatu yang dipandangnya berharga menjadi tidak berharga setelah Ia mengenal Tuhan Yesus Kristus (Flp. 3:7-8). Itulah sebabnya Tuhan Yesus menyatakan bahwa kalau seseorang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya ia tidak dapat menjadi murid-Nya (Luk. 14:33). Kata melepaskan dalam teks aslinya adalah apotassetai (ἀποτάσσεται) dari akar kata apotasso (ἀποτάσσω) yang artinya selain meninggalkan (take leave) juga berarti memisahkan diri (to set apart, separate). Keterangan waktu atau tense yang digunakan dalam teks tersebut adalah present active indicative yang menunjuk suatu kegiatan yang dilakukan terus menerus. Bukan memisahkan diri secara lahiriah tetapi secara batiniah.

Sesuatu yang dinilai berharga, pasti sesuatu yang membahagiakan hidup seseorang. Dengan melepaskan segala sesuatu yang dinilai berharga demi memperoleh Kristus, berarti menggantikan sumber kebahagiaan atau sukacita hidup. Ini adalah salah satu ciri yang jelas dari kehidupan orang-orang Kristen yang sudah mengalami kelahiran baru. Oleh sebab itu hendaknya, tidak merasa sudah lahir baru kalau masih menggantungkan suasana sukacita jiwa pada fasilitas dunia ini. Orang yang belum lahir baru tidak akan masuk Kerajaan Allah (Yoh. 3:3-5). Sebenarnya banyak orang Kristen dan pendeta yang masih berstatus demikian. Oleh kecerdikan iblis mereka disesatkan atau dibutakan sehingga tidak menyadari keadaan tersebut. Mereka pasti belum memahami Kerajaan Allah, sebab Kerajaan Allah bukanlah soal makanan dan minuman, tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus. Mereka belum hidup dalam pemerintahan Allah. Mereka tidak dapat mewujudkan Doa Bapa Kami, “datanglah Kerajaan-Mu”, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di Sorga. Karena tidak hidup dalam pemerintahan Kerajaan Allah, berarti hidup dalam pemerintahan kekuasaan yang lain. Ini sama artinya dengan menyembah Iblis (Luk. 4:5-8). Menyembah iblis bukan hanya berarti melakukan ritual agama setan, tetapi ketika seseorang tidak hidup dalam pemerintahan Allah, berarti ia telah tunduk atau menyembah iblis. Orang seperti ini bisanya hidup “suka-suka sendiri”. Ia merasa dirinya sudah bebas atau merdeka, pada hal justru mereka terbelenggu dengan kuat.

Ketika seseorang tidak hidup dalam pemerintahan Allah, berarti ia telah tunduk atau menyembah iblis.

Thursday 18 October 2012

Pengertian Umat Pilihan

Apakah seseorang mau menjadi musuh Allah atau menjadi anak Allah tergantung masing-masing individu? Keselamatan adalah usaha Tuhan mengembalikan manusia kepada rancangan semula-Nya. Ini sama dengan rencana Tuhan mengubah anak manusia menjadi anak anak Allah (Yoh. 1:13). Bagi umat pilihan, keselamatan telah disediakan, tetapi apakah seseorang berniat selamat atau tidak tergantung masing-masing individu. Seseorang yang tidak pernah berniat menjadi anak Allah tidak akan pernah menjadi anak Allah. Kalau dalam hal ini Allah intervensi mutlak, maka manusia tidak perlu bertanggung jawab atas kehidupannya, sebab Allah yang menentukan segala sesuatu. Tetapi ternyata Allah Bapa memberikan kebebasan kepada masing-masing individu untuk mengambil sikap, keputusan dan pilihannya sendiri. Berkenaan dengan hal ini, istilah umat pilihan harus dipahami dengan benar. Kalau bangsa Israel disebut sebagai umat pilihan, bukan berarti mereka semua menjadi orang-orang yang pasti akan mewarisi berkat Abraham. Kenyataannya, banyak mereka yang terkutuk dan tidak menjadi umat yang keberkatan (1Kor. 10:1-13). Tuhan tidak sengaja membinasakan sebagian umat pilihan di padang gurun, tetapi kehendak bebas yang memberikan pilihan bebas kepada mereka lah yang menentukan keadaan mereka sendiri. Hal ini paralel dengan kehidupan umat Perjanjian Baru. Itulah sebabnya dikatakan dalam 1 Korintus 10:11, semuanya ini telah menimpa mereka sebagai contoh dan dituliskan untuk menjadi peringatan bagi kita yang hidup pada waktu, di mana zaman akhir telah tiba.

Orang percaya harus melewati pencobaan-pencobaan untuk membuktikan bahwa mereka memilih untuk menjadi anak-anak Allah. Kalau Firman Tuhan menunjukkan bahwa tidak ada pencobaan yang melebihi kekuatan manusia, itu berarti Allah tidak mengerjakan semua di dalam diri-Nya. Manusia yang harus mengerjakan keselamatannya atas anugerah yang telah diberikan (1Kor. 10:13). Bagi orang yang tidak mendengar Injil, ada kemungkinan untuk masuk dunia yang akan datang kalau mereka berbuat baik, sebab semua dosa telah Tuhan Yesus pikul di kayu salib. Bagi orang yang mendengar Injil, mereka memiliki kemungkinan untuk menjadi sempurna seperti Bapa, suatu kesempatan menjadi anggota keluarga Kerajaan. Untuk penentuan ini tergantung Allah (Mat. 20:23). Ada yang memang tidak pernah menjadi anggota keluarga Allah, tetapi memiliki kemungkinan masuk dunia yang akan datang yang namanya tertulis dalam kitab kehidupan. Tetapi ada yang memiliki kemungkinan sampai kepada Bapa (Yoh. 14:6), yaitu menjadi anggota keluarga Kerajaan yang namanya tertulis dalam kitab kehidupan Anak Domba.

Allah memberikan kebebasan kepada setiap individu untuk mengambil sikap, keputusan dan pilihannya, apakah mau menjadi umat pilihan atau tidak.

Wednesday 17 October 2012

Tergantung Kehendak Individu

Ketaatan yang sejati yang harus dimiliki orang percaya tidak dapat terwujud secara otomatis tanpa niat individu itu sendiri. Ketaatan harus dinyalakan oleh masing-masing individu dan terus dikembangkan atau ditumbuhkan sampai seseorang memiliki ketaatan kepada Bapa yang berkualitas seperti Tuhan Yesus. Seseorang harus memiliki niat yang kuat, serius dan tulus untuk itu. Usaha ini harus dijadikan tugas kehidupan yang lebih penting dari studi, berkarir, mencari nafkah, berumah tangga dan lain sebagainya. Inilah yang dimaksud oleh Tuhan Yesus agar kita tidak mengumpulkan harta di bumi tetapi di Sorga. Inilah yang juga dimaksud dengan mendahulukan Kerajaan Allah dan kebenaran-Nya. Percintaan dunia harus ditinggalkan, fokus harus ditujukan ke langit baru dan bumi yang baru. Hidup di dunia hanyalah untuk melakukan kehendak Allah. Hal ini memang nyaris mustahil untuk dilakukan berhubung warna dunia semakin fasik, tetapi Tuhan Yesus akan mengajar kita untuk bisa melakukannya sama seperti Dia telah melakukannya. Inilah tugas kehidupan yang tidak boleh dihindari.

Seperti Tuhan Yesus melakukan kehendak Bapa atas kehendak-Nya sendiri demikian seharusnya kita melakukan kehendak Allah Bapa atas kehendak kita sendiri dengan sadar dan sengaja. Tuhan Yesus tidak dikendalikan oleh Allah Bapa dalam tugas ke-Mesiasan-Nya, seperti robot yang diatur oleh “remote control”. Ia harus bertindak dalam free will (kehendak bebas) sebagai bukti kecintaan-Nya kepada Allah Bapa. Sehingga ia dapat menyelesaikan tugas-tugas-Nya dengan baik dan menerima kemuliaan. Jika Bapa yang mengontrol secara mutlak semua gerak hidup Tuhan Yesus maka Bapa lah yang menerima mahkota bagi diri-Nya sendiri. Tetapi ternyata bukan diri Allah Bapa yang menerima kemuliaan, tetapi diri Tuhan Yesus yang dengan sadar dan sengaja melakukan kehendak Bapa. Hal ini terjadi agar keadilan Allah tergelar. Kalau Tuhan Yesus dalam kendali Allah Bapa tanpa memiliki kehendak bebas melakukan tugas penyelamatan, maka semua hanyalah sandiwara. Tentu Allah bukanlah pribadi yang tidak sehat, yang melakukan sandiwara sendiri. Hal ini bertentangan dengan hakekat Allah yang adil dan mulia. Sebagai perbandingan, Lusifer yang jatuh, yaitu yang menjadi musuh Allah tentu eksis atau berada bukan karena Allah yang menghendaki. Allah Bapa menciptakan “sosok Lusifer” bukan untuk menjadi pemberontak dan membinasakan kehidupan, tetapi sosok tersebut telah mengambil keputusan untuk memberontak sehingga ia memposisikan diri sebagai musuh Allah. Ini bukan kesalahan Allah Bapa.

Demikian seharusnya kita melakukan kehendak Allah Bapa atas kehendak kita sendiri dengan sadar dan sengaja.

Berpikiran Positif

Salah satu penyebab rusaknya hubungan ialah: pikiran negatif tentang orang lain. Kualitas & kuantitas hubungan yg kita miliki selama kita hidup, mrpk hasil dari pikiran-pikiran kita mengenai orang lain.

Pikiran-pikiran negatif yg muncul mengenai orang lain, bisa menjadi PENCURI SUKACITA TERBESAR dalam hari-hari kita. Jika kita belajar MENDISIPLIN PIKIRAN kita, maka kita dapat MENGALAMI SUKACITA LEBIH BESAR, meskipun keadaan yg buruk menimpa kita.

Sukacita merupakan hasil dari PIKIRAN YANG POSITIF. BERPIKIRAN POSITIF bukan berarti bersikap TIDAK WASPADA.

Sukacita karena Tuhan, itulah kekuatan kita (Neh 8:11). Sukacita mendatang kekuatan. Dan kekuatan itu berawal dari berpikiran positif tentang orang lain.

Berpikiran negatif tentang orang lain saat kita mengalami masalah, membuat beban yg kita pikul menjadi semakin berat. Pikiran negatif selalu menambahkan beban-beban yg tidak perlu kita pikul.

Ada kalanya, lebih baik kita memutuskan untuk tidak mengetahui apa yg tidak perlu kita ketahui. Agar kita dapat fokus untuk maju ke masa depan. Dan menyerahkan kepada Tuhan, sikap org lain thd kita yg tdk dpt kita ubah.

Berpikiran positif ttg orang lain, dapat mengubah lawan menjadi kawan. Berpikiran negatif ttg orang lain, dapat mengubah kawan menjadi lawan.

Tuesday 16 October 2012

Aniaya Memurnikan Kekristenan

Percaya kepada Tuhan Yesus ditunjukkan dengan ketaatan kepada Allah Bapa. Ini bukan sekedar ketaatan kepada hukum moral, tetapi penurutan terhadap kehendak Allah. Kehendak Allah berbicara mengenai apa yang “diingini Allah Bapa untuk dilakukan”. Untuk ini seseorang harus benar-benar bertumbuh dalam pengertian yang tajam terhadap kebenaran, sehingga memiliki kepekaan untuk mengerti kehendak Allah. Terutama memahami apa yang dikerjakan oleh Tuhan Yesus dan mengenal pribadi-Nya secara lengkap, sebab pada akhirnya atau goal yang harus dicapai adalah hidup sama seperti Tuhan Yesus hidup yaitu menyukakan hati Bapa. Kepekaan ini sama dengan kecerdasan roh atau kebijaksanaan Ilahi untuk mampu membaca pikiran dan perasaan Bapa yang berkenaan dengan kehidupannya secara pribadi. Dalam hal ini kepekaan mendengar suara Tuhan dan berdialog dengan Tuhan bukan diterima secara mistis, sebuah karunia yang diperoleh secara cepat, tetapi karena usaha individu memperbaharui pikiran dengan menggunakan sarana Firman Tuhan yang murni. Ini berarti harus melalui pergumulan yang berat dan panjang.

Ketaatan kepada Allah Bapa sama dengan kesediaan seseorang untuk mengenakan cara dan semua prinsip-prinsip hidup yang dikenakan oleh Tuhan Yesus. Ia hadir di bumi untuk melakukan tugas dari Bapa. Ia tidak mengumpulkan harta di dunia. Ia merasa dan menerima bahwa diri-Nya bukan berasal dari dunia ini. Ia berusaha sempurna seperti Bapa. Inilah ketaatan itu, kurang dari ini bukanlah ketaatan yang dikehendaki dan diharapkan oleh Alkitab. Jadi, kalau kita berbicara mengenai menjadi orang percaya berarti sama dengan menjadi seperti Tuhan Yesus Kristus. Kalau seseorang menyatakan diri percaya kepada Tuhan Yesus berarti ia wajib hidup sama seperti Dia telah hidup. Bagi orang-orang percaya yang hidup pada abad-abad awal, terutama ketika penganiayaan terhadap orang percaya berlangsung hebat, mereka dikondisi untuk menjadi orang percaya yang sejati. Tidak ada kesempatan untuk mengasihi dunia dan berbuat dosa. Sebaliknya, justru ketika kekristenan ada di dalam istana Roma (karena kaisar Roma berubah keyakinan menjadi Kristen), kekristenan menjadi lemah bahkan ambruk tidak berdaya. Ternyata kekristenan tidak sanggup mengubah perilaku orang-orang Romawi yang hidup dalam dosa yang menjijikkan. Akhirnya Romawi yang megah hancur berkeping-keping. Seiring dengan itu ekspansi agama besar dari Arab membahana merebut pusat gereja Timur (Turki) dan menguasai Palestina, sebagian Asia dan Afrika. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa aniaya justru membuat kekristenan menjadi murni.

Goal yang harus dicapai adalah hidup sama seperti Tuhan Yesus hidup yaitu menyukakan hati Bapa

Monday 15 October 2012

Matthew 6:34

Release yourself from all worry, doubt and fear. These emotions stand in stark contrast to faith and trust in Me, says the Lord, and will take you where you do not want to go, actually hindering in your walk in the Spirit. Set your face towards peace--inner peace, the peace that surpasses what your circumstances look like. Walk by faith and not by sight. Be strong and unwavering.

Matthew 6:34 "Therefore do not worry about tomorrow, for tomorrow will worry about its own things. Sufficient for the day is its own trouble.

Kebanggaan Yang Kudus

Orang yang memiliki iman yang sederhana tidak akan bangga dengan kekayaan, kehormatan, harga diri, pendidikan atau apapun yang mereka telah capai, sebab semua yang dimiliki dipersembahkan bagi kepentingan Tuhan. Kebanggaannya adalah salib, yaitu jika bisa menderita bersama-sama dengan Tuhan Yesus (Flp. 3:10-11). Menderita bersama dengan Tuhan artinya mengorbankan apapun yang dimiliki demi pelayanan pekerjaan-Nya. Banyak orang tidak mengerti atau tidak mau mengerti kebanggaan seperti ini, malahan ada yang menghindarkannya karena menganggap menjadi konyol bila melakukannya. Pada hal ini adalah kebanggaan yang nilainya tiada tara, sebab kalau kita bangga menderita bersama dengan Tuhan kita akan dimuliakan bersama dengan Tuhan.

Kebanggaan yang mulia seperti ini telah digantikan dengan kebanggaan kehormatan dalam jabatan sinode di gereja, tidak heran kalau ada perebutan ketua sinode sampai pada adu fisik. Ada yang menggantikan kebanggaan menderita bersama Tuhan dengan prestasi pelayanan dalam gereja yaitu mujizat yang terjadi, jumlah jemaat, gedung gereja dan lain sebagainya. Bagi jemaat yang masih berkarakter anak dunia, kebanggaan mereka adalah harta kekayaan, perhiasan, mobil, pangkat gelar dan segala sesuatu yang juga menjadi nilai lebih di mata manusia. Orang-orang ini bukanlah anak Tuhan. Kasih akan Bapa tidak ada pada mereka, sebab mereka terbelenggu oleh keangkuhan hidup. Spirit seperti ini adalah spirit Lusifer yang jatuh. Kalaupun mereka ada dalam lingkungan pelayanan gereja, kontribusi mereka tidak berarti banyak, bahkan kadang menyusahkan pelayanan pekerjaan Tuhan.

Bagi mereka yang memiliki iman yang murni yang memiliki kebanggaan menderita bersama dengan Kristus adalah kelompok orang-orang yang membela pekerjaan Tuhan tanpa batas, artinya apapun bisa dikorbankan. Bahkan nyawa mereka telah disediakan untuk ibadah pengabdian mereka kepada Tuhan (2Tim. 4:6). Inilah yang dilakukan oleh jemaat mula-mula dan rasul Paulus sendiri sebagai modelnya (Flp. 1:29-30). Mereka tidak lagi dibilangkan sebagai orang beragama, sebab bagi mereka seluruh kehidupannya adalah ibadah kepada Tuhan dan liturginya. Mereka bukan lagi menjadi orang Kristen yang melirik kuasa Tuhan sebagai bekal mengarungi hidup ini, sebab mereka sudah memiliki bekal dalam hidup ini yaitu Tuhan sendiri. Mereka tidak lagi menuntut Tuhan menyertai mereka dalam kehidupan ini, tetapi mohon anugerah Tuhan untuk bisa menyertai pekerjaan-Nya. Bagi mereka waktu ini menjadi berharga sebab mereka menyadari waktu untuk menyelesaikan pekerjaan Bapa sungguh sangat singkat.

Kebanggaan kita adalah salib, yaitu jika kita bisa menderita bersama-sama dengan Tuhan Yesus.

Sunday 14 October 2012

Buah Iman Yang Sederhana

Kalau iman yang sederhana dan murni diusahakan untuk dikenakan dalam kehidupan yaitu sungguh-sungguh rindu melakukan kehendak-Nya dan tidak mencintai dunia, maka Tuhan akan memberikan kecerdasan untuk mengerti kehendak Allah. Tuhan akan mempercayakan harta yang sesungguhnya (kebenaran) kepada mereka (Luk. 16:11). Mereka akan diberi kehidupan dari Firman yang keluar dari mulut Allah. Firman yang keluar dari mulut Allah inilah harta yang sesungguhnya (teks aslinya alitheia). Banyak doktrin-doktrin dan rumusan pengajaran yang bukan berasal dari mulut Allah. Bahkan pernyataan orang-orang yang mengaku diajar langsung oleh Tuhan yang sebenarnya tidak berasal dari Allah yang benar.Tuhan seperti membiarkan semuanya itu terjadi seperti jaman Yeremia, nabi-nabi palsu merajalela mendapat tempat yang terkemuka di masyarakat bahkan mendominasi masyarakat Israel. Tetapi nabi yang benar seperti Yeremia kurang popular sebab suara kenabiannya bertentangan dengan spirit dan kesukaan hidup masyarakat. Kalau jemaat yang memiliki iman yang sederhana yang tidak memfokuskan diri pada materi maka ia akan mampu membedakan apakah suara yang mereka dengar adalah suara dari hati Allah atau bukan.

Anda bisa buktikan orang-orang yang suka mengikuti pengajar-pengajar palsu menjadi tidak cerdas, malah mengasihi dunia, tidak sungguh-sungguh merindukan langit baru dan bumi yang baru, fanatik dengan merk gereja dan pendetanya, bangga dengan mujizat dan kemakmuran dan menyukai hal-hal yang bersifat mistik atau tidak logis. Firman yang keluar dari mulut Allah ini akan dibisikkan di telinga jiwa orang yang memiliki iman yang murni, tentu dalam panduan Alkitab secara ketat. Panduan Alkitab secara ketat artinya belajar bagaimana membedah Alkitab dengan eksegesis yang jujur dan cermat. Mereka akan menjadi bijaksana sebab kekayaan kebenaran Allah akan diberikan secara berlimpah-limpah. Orang-orang seperti ini akan memiliki hikmat yang mengagumkan yang tidak akan bisa diperoleh oleh para akademisi sekolah tinggi Theologia dan filsuf manapun. Kebenaran-kebenaran yang tersembunyi selama berabad-abad dinyatakan melalui mulut mereka. Hikmat-hikmat tersebut akan menuntun orang percaya agar mengutamakan Kerajaan Allah dan dunia yang akan datang. Hikmat menjadikan seseorang peka terhadap kehendak Allah untuk melakukan apa yang Allah Bapa ingini. Kepekaan itu akan menguasai hidupnya dengan sendirinya. Tentu saja kehidupan mereka tidak akan dibelenggu oleh kekayaan, sebab mereka hanya merindukan kedatangan Tuhan dan pernyataan secara fisik Kerajaan Tuhan Yesus Kristus.

Memiliki iman yang sungguh-sungguh untuk melakukan kehendak-Nya, maka Tuhan akan memberikan kecerdasan untuk mengerti kehendak Allah.

Saturday 13 October 2012

Berfantasi Anugerah

Sebenarnya menjadi orang percaya sama dengan menjadi anak Allah. Dan untuk ini dibutuhkan usaha yang sepenuhnya ditentukan oleh masing-masing individu setelah mengenal anugerah keselamatan dalam Yesus Kristus. Anugerah yang diterima hanya dengan percaya dalam hati atau disetujui oleh pikiran bukanlah anugerah. Tetapi sekedar fantasi mengenai anugerah. Seperti halnya olahraga fisik (sport), kalau hanya berupa teori di pikiran berarti “olah raga dalam hati” atau berfantasi olahraga. Teori mengenai olahraga yang dikuasai seseorang selengkap bagaimanapun tidak akan berdampak sama sekali dalam hidupnya, kecuali praktek langsung berolahraga. Masalahnya, kalau seseorang sudah lama tidak membiasakan diri berolahraga, maka sangat malas atau enggan berolahraga, selain itu fisiknya juga perlu penyesuaian untuk diajak berolahraga. Jadi, kalau ada orang yang tidak pernah berolahraga dalam tempo waktu panjang sampai usia senja, maka sulitlah untuk memiliki kelenturan untuk berolahraga. Bahkan sampai pada keadaan tertentu, tubuh tidak bisa diajak berolahraga. Biasanya ini keadaan fisik yang hanya menunggu kematian.

Hal ini sama dengan kalau anugerah hanya menjadi renungan hati dan data yang tersimpan dalam memori pikiran semata-mata, berarti belum memiliki anugerah tersebut. Tetapi konyolnya, banyak orang yang sudah merasa memiliki anugerah tersebut hanya dengan berfantasi. Mereka berpendirian bahwa anugerah pemberian cuma-cuma, usaha manusia tidak perlu berperan sama sekali. Anugerah hanya menjadi bahan diskusi tanpa mengerti dan menerima tanggung jawab yang ada di dalamnya. Di dalam anugerah ada tanggung jawab, yaitu menerima rancangan Tuhan untuk mengembalikan manusia menjadi manusia Ilahi (man of God) yang dikehendaki oleh Allah. Jika seseorang tidak mau mengerti hal ini berarti dikategorikan sebagai menyia-nyiakan keselamatan (Ibr 2:1-4). Perhatikan, dalam teks ini terdapat kalimat “…harus lebih teliti kita memperhatikan apa yang telah kita dengar, supaya kita jangan hanyut dibawa arus”. Kurang ketelitian mengakibatkan theolog-theolog menyusun doktrin keselamatan yang tidak tepat. Dalam Ibrani 2:2 mengatakan bahwa “Firman yang dikatakan dengan perantaraan malaikat-malaikat tetap berlaku, dan setiap pelanggaran dan ketidaktaatan mendapat balasan yang setimpal”. Teks ini menunjukkan mutlaknya untuk hidup dalam ketaatan. Memiliki ketaatan yang tidak sungguh-sungguh berarti mengabaikan anugerah keselamatan yang Allah Bapa sediakan. Selanjutnya Firman Tuhan katakan, bahwa mereka tidak akan luput dari dari hukuman. Anugerah tidak menjadi anugerah tanpa ketaatan.

Anugerah yang diterima hanya dengan percaya dalam hati atau disetujui oleh pikiran bukanlah anugerah, tetapi sekedar fantasi mengenai anugerah.

Fokus

"Hanya, kuatkan & teguhkanlah hatimu dgn sungguh2, bertindaklah hati-hati sesuai dgn seluruh hukum yg telah diperintahkan kpdmu oleh hamba-Ku Musa; jgnlah menyimpang ke kanan atau ke kiri, spy engkau beruntung, ke manapun engkau pergi." -Yosua 1:7

Ada perbedaan besar antara "MENJADI SIBUK" dan "BERGERAK MAJU." Tidak semua kesibukan membawa kita BERGERAK MAJU. Agar setiap energi, uang & waktu kita digunakan dgn efektif, kita harus memiliki FOKUS.

Ketika Allah menuntun Yosua untk masuk & menduduki Tanah Perjanjian, salah satu pesan penting yg hrs Yosua tangkap ialah: JANGAN MENYIMPANG KE KANAN ATAU KE KIRI.

Menyimpang ke kanan & ke kiri menandakan "ketiadaan fokus." Agar dapat fokus, kita harus MEMILIKI VISI. Namun dlm perjalanan menuju penggenapan visi, akan selalu ada "distraction" (gangguan) yg dpt membuat kita menyimpang ke kanan & ke kiri.

Ada tawaran-tawaran yg menggiurkan, ada luka & kekecewaan, ada godaan kedagingan, ada isu-isu karakter spt kemalasan, tdk disiplin, tdk tekun, dll.

Kenali di mana kita sedang berada saat ini. Apakah kita telah menyimpang dari "jalur" di mana seharusnya kita berada. Ada harga yg hrs dibayar ketika kita keluar dari kehendak Allah. Namun jg ada harga yg hrs dibayar untk kembali ke jalur yg benar.

Mari kita bertekun menjalani proses rohani kita dgn fokus yang benar. Sehingga fokus tersebut akan membawa kita pd kehidupan yg produktif (berbuah).

Thursday 11 October 2012

Ergon

Selama ini banyak orang beranggapan bahwa percaya adalah sekedar aktivitas pikiran semata-mata. Pada hal sebenarnya tidaklah demikian. Percaya adalah pekerjaan atau usaha yang harus diselenggarakan dengan serius yang melibatkan seluruh hidup dan pengorbanan yang dapat merenggut seluruh hidup kita (Yoh. 6:26-29). Jadi, untuk menjadi anak-anak Allah, seseorang harus mengusahakan atau mengerjakannya dengan sangat sukar. Hendaknya kita tidak berpikir bahwa menjadi orang percaya tidak membutuhkan perjuangan dan pengorbanan dengan segenap hidup. Perhatikan, bagaimana orang percaya pada jaman penganiayaan berjuang untuk membela dan menumbuhkan imannya. Perjuangan mereka mengisyaratkan bahwa untuk beriman seseorang harus mempertaruhkan segenap hidup. Tuhan Yesus tegas sekali mengatakan bahwa kita harus mengusahakan diri untuk percaya. Kata pekerjaan dalam Yohanes 6:29 adalah ergon (ἔργον) yang artinya juga action, deed dan bussines (tindakan, perbuatan dan bisnis atau urusan). Ada banyak urusan dengan segala kesibukannya dalam hidup ini, dan tidak akan berhenti sampai mati. Pertanyaannya: apakah semua urusan tersebut bersangkut-paut dengan usaha untuk percaya. Jika tidak, berarti tidak hidup sebagai orang percaya dan tidak berniat untuk menjadi anak-anak Allah.

Percaya kepada Tuhan atau menjadi anak Allah bukan sesuatu yang otomatis terjadi atau berlangsung dengan sendirinya. Jadi, anugerah tidak berkuasa secara otomatis menyelamatkan seseorang yang tidak sungguh-sungguh berniat untuk itu. Orang-orang Yahudi yang mencari Tuhan Yesus sejatinya tidak bermaksud untuk percaya atau menjadi anak Allah tetapi hanya untuk memperoleh pemenuhan kebutuhan jasmani. Di antaranya malah berambisi menjadikan Tuhan Yesus raja duniawi untuk memuaskan ambisi mereka sendiri membangun kerajaan dunia (Yoh. 6:15). Orang-orang Yahudi lebih merasakan dan mempedulikan ketegangan ekonomi, ketegangan politik, ketegangan mengurus kesehatan daripada ketegangan menghadapi kuasa jahat yang sedang mengusahakan berdirinya kerajaannya di bumi dan di Sorga (Lusifer yang jatuh bermaksud merebut Sorga). Tuhan Yesus mengatakan bahwa mereka mencari Tuhan bukan karena melihat tanda tetapi karena makan sehingga kenyang. Mereka tidak melihat tanda (Yun. Semion; σημεῖον), tanda di sini maksudnya adalah petunjuk arah. Dengan pernyataan tersebut Tuhan Yesus menunjukkan bahwa mereka tidak mau tahu rencana Allah untuk keselamatan mereka. Tetapi mereka lebih peduli dengan hidup duniawi, orang-orang seperti ini tidak pernah menjadi anak-anak Allah.

Selama ini banyak orang beranggapan bahwa percaya adalah sekedar aktivitas pikiran semata-mata. Pada hal sebenarnya tidaklah demikian. Percaya adalah pekerjaan atau usaha yang harus diselenggarakan dengan serius yang melibatkan seluruh hidup dan pengorbanan yang dapat merenggut seluruh hidup kita (Yoh. 6:26-29). Jadi, untuk menjadi anak-anak Allah, seseorang harus mengusahakan atau mengerjakannya dengan sangat sukar. Hendaknya kita tidak berpikir bahwa menjadi orang percaya tidak membutuhkan perjuangan dan pengorbanan dengan segenap hidup. Perhatikan, bagaimana orang percaya pada jaman penganiayaan berjuang untuk membela dan menumbuhkan imannya. Perjuangan mereka mengisyaratkan bahwa untuk beriman seseorang harus mempertaruhkan segenap hidup. Tuhan Yesus tegas sekali mengatakan bahwa kita harus mengusahakan diri untuk percaya. Kata pekerjaan dalam Yohanes 6:29 adalah ergon (ἔργον) yang artinya juga action, deed dan bussines (tindakan, perbuatan dan bisnis atau urusan). Ada banyak urusan dengan segala kesibukannya dalam hidup ini, dan tidak akan berhenti sampai mati. Pertanyaannya: apakah semua urusan tersebut bersangkut-paut dengan usaha untuk percaya. Jika tidak, berarti tidak hidup sebagai orang percaya dan tidak berniat untuk menjadi anak-anak Allah.

Percaya kepada Tuhan atau menjadi anak Allah bukan sesuatu yang otomatis terjadi atau berlangsung dengan sendirinya. Jadi, anugerah tidak berkuasa secara otomatis menyelamatkan seseorang yang tidak sungguh-sungguh berniat untuk itu. Orang-orang Yahudi yang mencari Tuhan Yesus sejatinya tidak bermaksud untuk percaya atau menjadi anak Allah tetapi hanya untuk memperoleh pemenuhan kebutuhan jasmani. Di antaranya malah berambisi menjadikan Tuhan Yesus raja duniawi untuk memuaskan ambisi mereka sendiri membangun kerajaan dunia (Yoh. 6:15). Orang-orang Yahudi lebih merasakan dan mempedulikan ketegangan ekonomi, ketegangan politik, ketegangan mengurus kesehatan daripada ketegangan menghadapi kuasa jahat yang sedang mengusahakan berdirinya kerajaannya di bumi dan di Sorga (Lusifer yang jatuh bermaksud merebut Sorga). Tuhan Yesus mengatakan bahwa mereka mencari Tuhan bukan karena melihat tanda tetapi karena makan sehingga kenyang. Mereka tidak melihat tanda (Yun. Semion; σημεῖον), tanda di sini maksudnya adalah petunjuk arah. Dengan pernyataan tersebut Tuhan Yesus menunjukkan bahwa mereka tidak mau tahu rencana Allah untuk keselamatan mereka. Tetapi mereka lebih peduli dengan hidup duniawi, orang-orang seperti ini tidak pernah menjadi anak-anak Allah.

Menjadi orang percaya membutuhkan perjuangan dan pengorbanan dengan segenap hidup.

Wednesday 10 October 2012

Harga Percaya

Kalau orang Kristen hari ini memandang langkah percaya seakan-akan sesuatu yang mudah, itu karena tidak mengerti latar belakang dunia kekristenan pada waktu itu; yaitu pada waktu Alkitab Perjanjian Baru ditulis (Tahun 40-90). Kalau Alkitab juga mengisyaratkan seakan-akan percaya itu mudah dilakukan dan pembacanya sudah menjadi orang percaya yang benar, karena penulis Alkitab menganggap bahwa pembacanya sudah memahami percaya dalam konteks jaman waktu itu, bukan konteks jaman sekarang. Penerima kitab maupun surat pada waktu itu hidup dalam percaya yang benar. Untuk mengaku percaya kepada Tuhan Yesus hari ini betapa mudahnya. Tanpa risiko dan bisa tanpa konsekuensi. Tentu ini percaya yang salah yang dimiliki oleh sebagian besar orang Kristen hari ini. Ironisnya justru percaya yang salah yang sering dipromosikan dengan iming-iming akan mendapat berkat berkelimpahan. Tentu berkat yang diharapkan adalah berkat jasmani.

Berbeda pada jaman Alkitab ditulis. Untuk menjadi orang percaya pada waktu itu seseorang harus menyerahkan segenap hidupnya tanpa batas bagi Tuhan. Ia harus siap kehilangan hak kewargaan negara, kehilangan kenyamanan hidup, kehilangan keluarga bahkan nyawa mereka. Percaya kepada Tuhan Yesus berarti masuk perjuangan yang sangat berat. Mereka harus menghadapi kuasa dunia yaitu pemerintahan Roma yang tidak menghendaki warganya memiliki dan menantikan seorang raja atau penguasa lain selain kaisar. Mereka juga harus menghadapi kekuatan agama Yahudi yang sangat bengis menindas mereka. Karena mereka dianggap sebagai menghujat Allah karena mengakui Yesus Kristus sebagai Anak Allah. Menurut agama Yahudi Allah tidak memiliki anak dan melarang keras menjadikan atau menganggap manusia sejajar dengan Allah. Itulah sebabnya mereka menghambat atau menganiaya orang Kristen dengan maksud bahwa mereka membela Allah dan akan mendapat pahala. Betapa sengsara untuk menjadi orang percaya pada waktu itu. Isi percaya kepada Tuhan Yesus tetap sama, yaitu kerelaan kehilangan segala sesuatu demi percayanya kepada Tuhan Yesus. Dalam hal ini untuk percaya, seseorang harus berani barter. Tidak mungkin percaya seseorang kepada Tuhan Yesus tidak ada yang dikorbankan. Korbannya adalah seluruh kehidupan ini dipersembahkan bagi Tuhan. Dengan demikian jelaslah bahwa percaya kepada Tuhan memiliki harga. Harganya adalah seluruh kehidupan ini. Seseorang yang mau percaya tetapi tidak berani mengorbankan segenap hidup berarti tidak percaya kepada Tuhan. Orang percaya harus memiliki pengorbanan seperti Tuhan Yesus, jika tidak berarti bukan pengikut-Nya.

Percaya kepada Tuhan Yesus memiliki harga yang sangat mahal yaitu seluruh kehidupan kita.

Tuesday 9 October 2012

Kerendahan Hati

"Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu. Sadarlah dan berjaga-jagalah! Lawanmu, si Iblis, berjalan keliling sama seperti singa yang mengaum-aum dan mencari orang yang dapat ditelannya." (1 Petrus 5:7-8)

Ketika Alkitab mengatakan bhw Iblis berjalan keliling & mencari org yg dapat ditelannya, kategori yg dimaksud ialah: org yg hidup di dalam kekuatiran. Kekuatiran memberi kesempatan bagi Iblis untk bermain2 di hidup kita.

Kerendahan hati mrpk salah satu kunci penting untuk kita dapat menang terhadap kekuatiran.

Tak jarang kita berada di dalam sebuah keadaan di mana kita sangat membutuhkan pertolongan orang lain. Namun, oleh krn perasaan nggak enak atau gengsi, kita akhirnya diam saja sehingga kekuatiran tsb menjadi semakin besar.

Ada kalanya, kekuatiran hrs diatasi dgn diam & menanti-nantikan mujizat Tuhan. Namun dalam kesempatan lainnya, terkadang Allah mengajarkan kita untk dengan rendah hati berani meminta pertolongan org lain.

Kerendahan hati mrpk kunci bagi mujizat.

Dlm segala keadaan, kita harus mengandalkan Allah & bergantung sepenuhnya kepadaNya. Jangan mencari pertolongan manusia, sebelum kita mencari pertolongan Allah. Namun, Allah menolong orang-orang, melalui orang-orang.

"Siapakah orang yang takut akan TUHAN? Kepadanya TUHAN menunjukkan jalan yang harus dipilihnya." (Mazmur 25:12)

Meminta pertolongan orang lain bisa menjadi sebuah sikap yg salah, jika sikap hati kita salah: bersandar pd pengertian sendiri & terlalu bergantung pd manusia drpd kpd Allah.

Di sisi lain, meminta pertolongan orang lain (org yg tepat, di wkt yg tepat & dgn cara yg tepat), dpt mrpk bagian dr cara Allah mendatangkan mujizat kpd kita.

Izinkan Allah membentuk kerendahan hati untuk mendatangkan mujizat di hidup kita.

Dipercayai Melakukan PekerjaanNya

Sebelum kita mengenal kebenaran, kita memandang hidup ini sebagai tugas untuk meraih apa yang orang lain raih, usaha untuk memiliki kehidupan seperti yang orang lain miliki. Tetapi setelah kita mengenal kebenaran dan mengikut Tuhan Yesus, kita mulai menemukan tugas kehidupan yang dipercayakan oleh Allah Bapa kepada kita. Tugas kehidupan itu adalah menyelamatkan jiwa-jiwa yang terhilang. Tentu untuk menyelamatkan jiwa orang lain, kita sendiri harus sudah selamat. Sebab kita tidak bisa mengasihi orang lain sebelum kita mengasihi diri sendiri. Kita harus menyelamatkan diri sendiri dulu baru bisa menyelamatkan orang lain. Ini adalah proyek terbesar dalam hidup ini. Memenangkan jiwa artinya membawa seseorang masuk dalam proses keselamatan oleh tuntunan Roh Kudus. Harus diingat, ini bukan hanya membuat seseorang menjadi anggota gereja atau menjadi orang Kristen, tetapi sungguh-sungguh mengubah seseorang melalui pembinaan agar mereka dikembalikan kepada rancangan Allah yang semula.

Tuhan Yesus tidak mempercayakan diri-Nya kepada seseorang sama dengan Ia tidak mempercayakan tugas yang dipercayakan Bapa kepada orang-orang yang percaya kepada-Nya hanya karena mereka melihat dan mengalami mujizat (Yoh. 2:23). Mereka yang dipercayai Tuhan adalah yang mengerti visi kedatangan Tuhan Yesus ke dunia ini, yaitu membinasakan pekerjaan iblis dan menyelamatkan jiwa-jiwa yang terhilang. Kalau orang hanya sibuk dan peduli dengan masalah kebutuhan jasmani maka mereka tidak bisa diajak sepenanggungan dengan Tuhan. Mereka hanya bisa hidup bagi diri mereka sendiri. Mereka hanya peduli dengan pemenuhan kebutuhan fisik semata-mata. Mereka tidak bisa diajak berbicara mengenai Kerajaan Sorga. Orang-orang Kristen seperti ini adalah orang-orang Kristen yang tidak bisa dipercayai oleh Tuhan. Jumlah mereka paling banyak dalam gereja. Mereka hanya mengharapkan berkat jasmani dari Tuhan tetapi tidak berusaha untuk mengenal kebenaran guna memiliki perubahan diri untuk mencapai perkenanan Tuhan dan memahami visi utama kedatangan Tuhan Yesus. Ini berarti mereka adalah orang-orang yang baik di mata manusia tetapi tidak bisa dipercayai Tuhan melakukan pekerjaan-pekerjaan besar-Nya. Kalau sekilas mereka orang-orang yang berhasil memiliki gereja yang besar dan pelayanan yang kelihatannya luas secara geografis, tetapi mereka membangun Kerajaan sendiri di dalamnya. Gereja-gereja seperti itu pasti gereja-gereja yang hanya menekankan berkat jasmani bukan perubahan karakter menjadi seperti Kristus. Sejatinya mereka tidak menyelenggarakan proses keselamatan yang dimaksud oleh Tuhan.

Jangan puas dengan menjadi orang yang baik di mata manusia, tetapi tidak bisa dipercayai Tuhan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan besar-Nya.

Monday 8 October 2012

Umat Yang Dipilih Oleh Allah

Banyak orang mempersoalkan bagaimana percaya kepada Tuhan, tetapi mereka tidak mempersoalkan bagaimana bisa dipercayai oleh Tuhan. Dalam Yohanes 2:23-25 tercatat, Dan sementara Ia di Yerusalem selama hari raya Paskah, banyak orang percaya dalam nama-Nya, karena mereka telah melihat tanda-tanda yang diadakan-Nya. Tetapi Yesus sendiri tidak mempercayakan diri-Nya kepada mereka, karena Ia mengenal mereka semua, dan karena tidak perlu seorang pun memberi kesaksian kepada-Nya tentang manusia, sebab Ia tahu apa yang ada di dalam hati manusia. Dalam ayat ini ditunjukkan kepada kita bahwa tidak semua orang yang percaya kepada Tuhan Yesus bisa dipercayai oleh Tuhan. Rupanya ada dua jenis orang percaya, orang percaya yang kepadanya Tuhan Yesus mempercayakan diri-Nya, dan orang yang kelihatannya percaya kepada Tuhan Yesus, tetapi Tuhan tidak mempercayakan diri-Nya kepadanya. Tidak mempercayakan diri-Nya kepada mereka artinya tidak bisa memberi tanggung jawab kepada mereka. Tanggung jawab itu adalah pekerjaan Tuhan atau misi yang diberikan oleh Allah Bapa kepada-Nya dan yang harus diteruskan oleh orang percaya. Seperti Bapa mengutus Tuhan Yesus, Tuhan Yesus juga mau mengutus orang-orang yang bisa dipercayai-Nya (Yoh. 20:21).

Sama seperti orang tua yang mempunyai beberapa anak-anak, tetapi tidak semua anak-anak itu bisa dipercayai, walaupun semua anak menaruh percaya kepada orang tua. Tentu kualitas percaya masing-masing kepada orang tua berbeda. Demikian pula dengan orang percaya kepada Tuhan. Masing-masing memiliki kualitas percaya yang berbeda. Kalau kita mengamati Yohanes 2, mereka percaya kepada Tuhan karena mereka melihat mujizat yang Tuhan Yesus lakukan (Yoh. 2:23). Kalau percaya seseorang hanya karena melihat dan mengalami mujizat, maka besar kemungkinan mereka berurusan dengan Tuhan hanya karena mereka memiliki kepentingan sendiri. Mereka tidak melihat kepentingan Tuhan. Hal ini sama seperti orang pergi ke dukun, karena mereka memiliki kepentingan sendiri, bukan karena kepentingan dukun tersebut. Berbeda kalau kita berurusan dengan Tuhan. Kita berurusan dengan pemilik hidup kita, maka hidup untuk kepentingan-Nya (Yoh. 1:11). Tidak salah kalau kita meminta pertolongan dari Tuhan, tetapi lebih dari hal itu seharusnya kita mempersoalkan bagaimana kita menemukan tempat kita untuk mengabdi kepada pemilik kehidupan ini. Jadi, kalau kita berurusan dengan Tuhan bukan karena kita memiliki persoalan pribadi dengan segala keinginannya, tetapi kita mau mempersoalkan rencana Allah dalam hidup kita dan dunia ini secara umum.

Seharusnyalah kita mempersoalkan bagaimana kita menemukan tempat kita untuk mengabdi kepada pemilik kehidupan ini.

Sunday 7 October 2012

Tidak Melindungi Milik

Salah satu ciri dari seorang yang menemukan keselamatan dalam Tuhan Yesus Kristus sehingga memiliki hidup kekal adalah mengikuti jejak Tuhan Yesus. Salah satu jejak Tuhan Yesus adalah tidak menyisakan apapun yang dimiliki-Nya kecuali melakukan kehendak Bapa. Prestasi hidup seperti ini adalah prestasi yang dapat dicapai pula oleh semua orang percaya yang bersungguh-sungguh mengikuti jejak-Nya. Orang percaya dimampukan untuk dapat memiliki kehidupan seperti kehidupan yang dimiliki-Nya. Orang seperti ini tidak lagi melindungi miliknya tetapi lebih menjaga bagaimana kehendak dan rencana Allah terwujud dalam hidupnya (Mat. 19:29). Kalau seandainya orang yang berniat memiliki hidup yang kekal yang diceritakan dalam dalam Matius 19:16-26 bersedia tidak melindungi miliknya, maka ia akan memperolehnya hidup yang kekal atau hidup yang berkualitas tinggi. Hidup seperti ini adalah sebuah ketidakwajaran, sebab pada umumnya seseorang melindungi miliknya, bahkan ketika berurusan dengan Tuhan pun karena bermaksud melindungi apa yang dianggap sebagai miliknya. Orang-orang seperti ini akan selalu meminta perlindungan Tuhan atas keadaan yang dimilikinya. Ia berharap agar dirinya dan keluarganya dijauhkan dari apa yang merusak kesejahteraan hidupnya. Baginya segala sesuatu yang merusak cita-cita dan keinginan adalah malapetaka. Dan baginya “malapetaka” mengurangi kualitas hidupnya.

Biasanya orang seperti ini menggunakan Tuhan untuk mempertahankan keberadaan hidupnya yang nyaman dan meningkatkan kualitas hidupnya dari sudut pandang manusia pada umumnya atau seperti yang dicita-citakan. Banyak orang Kristen yang hanya pada level hidup beragama seperti ini, tetapi tidak mengenal kebenaran yang murni. Contoh yang jelas sekali mengenai orang seperti ini dalam Alkitab adalah Ayub. Ia seorang yang saleh tetapi masih pada taraf level agamani. Ayub beribadah kepada Tuhan karena hendak mempertahankan eksistensinya atau apa yang dianggap sebagai miliknya (Ayb. 1:1-5). Ketika Tuhan memandang saatnya Ayub diberi “reward” (anugerah) atas kesungguhannya mencari Tuhan, maka Tuhan mengobrak-abrik keadaan Ayub, yang menurut Ayub sebagai ukuran kualitas hidup. Melalui pengalaman yang menyakitkan Ayub membuktikan kebenaran Tuhan. Ia baru mengaku mengenal Tuhan. Kata melihat dalam Ayub 42:2 adalah raah to see (melihat) tetapi juga berarti to approve (membuktikan). Melalui semua kejadian hidupnya Ayub mengenal Tuhan dengan benar (Ayb. 42:1-6). Orang yang mengenal Tuhan tidak akan menyayangkan nyawanya atau mempertahankan miliknya, tetapi menjadikan Tuhan segalanya.

Orang percaya dimampukan untuk dapat memiliki kehidupan seperti yang dimiliki Yesus, yaitu tidak menyisakan apapun yang dimiliki-Nya.

Konsep Allah Yang Baik

Banyak orang memiliki konsep mengenai Allah yang baik menurut versinya sendiri. Mereka merasakan bahwa Allah itu baik hanya dengan bukti bahwa hidupnya tidak bermasalah, berlimpah materi, terhormat, sehat, sukses dan lain sebagainya. Demikianlah konsep dan pola pikir banyak orang Kristen hari ini. Itulah sebabnya banyak gereja dan pendeta menawarkan jasa menggunakan kebaikan Allah untuk mencapai hal-hal tersebut. Jika pemahaman Allah yang baik demikian saja, maka berarti belum mengenal Allah dengan benar. Ini juga berarti ia masih memburu kesukaan dan kemuliaan manusia, bukan kemuliaan dan kesukaan Allah. Sangat besar kemungkinan Ayub masih memiliki konsep ini. Mari kita perhatikan Ayub 42:2, setelah Ayiub mengalami “prahara” yang dahsyat dalam hidupnya, maka barulah Ayub bisa berkata: “Aku tahu, bahwa Engkau sanggup melakukan segala sesuatu, dan tidak ada rencana-Mu yang gagal”. Rencana Tuhan adalah kebaikan Tuhan yang tiada tara. Rencana Tuhan tidak pernah gagal. Di dalamnya terdapat kemuliaan bagi Allah dan kesukaan hati-Nya, dan Tuhan hendak menyatakannya bagi kekasih-kekasih-Nya. Demi penggenapan rencana-Nya, Tuhan harus menggagalkan rencana-rencana Ayub atau merusak keadaan Ayub yang sudah dinilai baik oleh manusia atau oleh Ayub sendiri. Tuhan merusak cita-cita dan keadaan nyaman Ayub.

Kasus ini sama dengan peristiwa Natal atau apa yang dialami oleh Maria, Bunda Yesus. Demi rencana keselamatan Allah, maka Allah Bapa menggagalkan rencana Maria. Masa depan dan cita-cita Maria menjadi berantakan dengan kehamilannya. Betapa menderitanya Maria memikul tanggung jawab dan beban tersebut. Tetapi melalui penurutan Maria maka rencana Allah dipenuhi atau digenapi, yakni rencana akbar dan terbaik Allah bagi seluruh umat manusia. Dalam hal ini kita baru bisa mengerti apa yang dimaksud dengan “rela kehilangan nyawa (Mat. 10:39). Kata nyawa disini adalah jiwa yang dalam teks aslinya adalah psuke (ψυχή). Dalam jiwa ada keinginan dan hasrat. Ingat barang siapa ikut Yesus harus menanggalkan hawa nafsu dan keinginannya (Gal. 5:24). Inilah penyangkalan diri yang benar. Penyangkalan diri bukan hanya sikap penolakan terhadap perbuatan-perbuatan yang dikategori sebagai dosa, tetapi kesediaan untuk tidak mengenakan naluri kemanusian atau hasrat manusia pada umumnya. Ini berarti seorang yang rela kehilangan nyawa rela kehilangan segala kesenangan yang dinikmati oleh manusia pada umumnya demi apa yang lebih baik yang Allah Bapa sediakan bagi orang percaya yaitu kemuliaan bersama dengan Tuhan Yesus (Rm. 8:17).

Jika pemahaman Allah yang baik hanya untuk berkat jasmani, maka berarti kita belum mengenal Allah dengan benar.

Proses Hidupku Bukan Aku Lagi

Proses hidup yang dialami Paulus yang dibahasakan dengan kalimat ”hidupku bukan aku lagi” adalah proses yang paling sukar, misteri dan gelap. Tetapi Allah Bapa akan menyanggupkan kita untuk dapat mengenakannya. Untuk ini Ia memberikan Roh Kudus agar kita dapat menemukan diri kita seperti yang dikehendaki-Nya. Untuk menjadi diri kita yang sesungguhnya seseorang harus belajar dari Tuhan Yesus. Tuhan Yesus tidak pernah bermaksud anda menjadi manusia lain. Anda menjadi diri anda sendiri sesuai dengan rancangan Allah Bapa. Untuk itu seseorang harus mencarinya dengan beberapa hal antara lain: Pertama, dengan kebenaran-kebenaran yang tertulis di dalam Alkitab yang membuat kita memiliki kecerdasan. Kecerdasan inilah yang menjadi landasan seseorang membangun dirinya. Dengan kecerdasan tersebut akan mampu memahami kehendak Allah Bapa (Rm. 12:2). Kedua, dengan pengalaman hidup Tuhan mengajar kita bagaimana menjadi makhluk yang tidak melukai siapapun bahkan menjadi seperti Bapa. Seseorang tidak pernah menjadi manusia sebelum ia bergaul dan bergumul dengan manusia lain. Melalui pengalaman-pengalaman hidup, gesekan-gesekan dengan sesama dan lain sebagainya, seseorang dilatih Tuhan untuk memiliki nurani anak Allah. Kita membangun diri kita juga melalui pengalaman hidup bergaul dengan sesama setiap hari, yaitu bagaimana aku harus menempatkan diri. Bukan hanya dari kebaikan orang lain kita belajar, tetapi dari kesalahan, kejahatan dan seluruh perilaku manusia di sekitar kita, kita belajar menjadi manusia yang dikehendaki oleh Allah (Ro 8:28). Ketiga, di dalam diri sendiri. Roh Kudus akan menuntun kita menjadi diri kita sendiri sesuai dengan polanya. Bagaimanapun setiap kita harus menjadi makhluk yang unik sesuai dengan rancangan Tuhan. Setiap manusia seperti sebuah lukisan yang memiliki keunikan tersendiri. Inilah PR panjang yang harus kita temukan, kita harus menjadi lukisan seperti yang Allah kehendaki (Yoh. 16:13). Tentu hal ini tidak dialami setiap orang. Ini hanya dialami oleh mereka yang mengasihi Tuhan dan yang haus dan lapar akan kebenaran. Dengan bersedia menjadi sosok seperti yang Allah Bapa kehendaki, kita memuaskan hati Bapa. Tuhan Yesus telah memberi teladan kepada kita. Ia menjadi pribadi yang memuaskan hati Bapa. Inilah maksud keselamatan diadakan, agar Allah Bapa menemukan orang-orang yang memuaskan hati-Nya seperti yang dilakukan oleh Putra Tunggal-Nya. Untuk ini Tuhan Yesus berfirman ”belajarlah pada-Ku” (Mat. 11:28).Orang yang fokus belajar dari Tuhan Yesus menjadi manusia yang memuaskan hati Bapa, akan merasa beban hidupnya terasa ringan. Di sini seseorang akan mengalami kemerdekaan yang sejati.

Melalui pengalaman hidup, gesekan dengan sesama dan lain sebagainya, seseorang dilatih Tuhan untuk memiliki nurani sebagai anak Allah.

Thursday 4 October 2012

Berlatih Dengan Tekun

Untuk menjadi keharuman bagi orang lain di tempat dimana Tuhan menempatkan kita, seorang anak Tuhan harus berlatih dengan keras. Mengapa? Pada dasarnya manusia adalah makhluk yang sudah rusak, lebih cenderung menjadi serigala bagi sesamanya, egois, gila hormat dan tega melukai. Seseorang harus mengendalikan seluruh hidupnya, dari emosi, nafsu-nafsu dalam dagingnya dan ambisi-ambisi dalam jiwanya. Hal ini harus dilakukan dengan sengaja dan sadar. Pelatihan ini harus menjadi agenda utama dalam kehidupan setiap hari melalui atau di dalam segala peristiwa hidup yang kita alami. Kita harus menyadari bahwa kita belum menjadi keharuman yang sesuai dengan standar-Nya. Paling tidak harus berpikir bahwa keharuman yang kita miliki bisa ditingkatkan kualitasnya. Seberapa keharuman kita menyengat dan memberkati orang lain, itulah prestasi kehidupan yang akan di rasakan hasilnya di kekekalan.

Tanpa pelatihan yang sungguh-sungguh seseorang tidak akan pernah memiliki kehidupan yang berbau harum bagi sesamanya. Memiliki keharuman bukanlah anugerah, artinya tidak dengan sendirinya terwujud dalam kehidupan ini. Tetapi harus diusahakan dengan mengorbankan apapun yang ada pada kita, yaitu setelah kita mengenal anugerah dalam Tuhan Yesus Kristus. Ini merupakan panggilan bagi setiap orang percaya supaya menjadi seperti bintang-bintang yang bercahaya di cakrawala (Flp. 2:15). Perhatian bahwa aib dan noda seseorang bukan hanya terletak pada pelanggaran moral yang bisa dilakukan, tindakan terhadap sesamanya, apakah melukai atau memberkati. Dalam hal ini Tuhan Yesus berfirman, bahwa kita adalah terang dunia dan Tuhan tegas berkata: ”.. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.” (Mat. 5:16). Memuliakan Bapa berarti membuat orang menjadi percaya kepada Tuhan Yesus dan turut melayani Dia. Kehidupan anak Tuhan seperti ini benar-benar menjadi keharuman. Ketika seseorang berlatih untuk dapat menjadi keharuman bagi kemuliaan nama Tuhan, ia dapat menghayati suasana usaha atau pergumulan mengasihi Tuhan secara konkrit dan benar. Ciri dari seorang yang berkembang keharumannya adalah perasaan cinta kasih kepada sesama yang berkembang. Kehidupan seperti itu adalah kehidupan yang dapat menjadi persembahan yang berbau harum di hadapan Tuhan. Inilah model hidup anak-anak Allah yang membanggakan. Kepada mereka Bapa bisa menyatakan bahwa mereka adalah anak-anak Bapa yang menyukakan hati-Nya atau berkenan kepada-Nya.

Memiliki keharuman bukanlah anugerah, tetapi harus diusahakan dengan mengorbankan apapun yang ada pada kita.

Wednesday 3 October 2012

Aroma Kehidupan

Kehidupan orang percaya harus menjadi keharuman yang dapat dicium setiap orang yang ada di sekitarnya, bukan bau busuk yang membuat orang tidak nyaman. Keharuman di sini maksudnya adalah semua tindakan atau perbuatan yang tidak melukai, tetapi menyukakan hati. Hal ini tidak selalu berarti harus memberi uang atau sesuatu yang berbentuk materi. Keramahan yang murni, perkataan yang bijaksana dan sopan serta senyuman yang tulus juga merupakan pemberian yang menyejukkan setiap orang. Selanjutnya kita bisa membagi harta kita kepada mereka yang berkekurangan dan klimaksnya adalah membagikan keselamatan dalam Tuhan Yesus Kristus melalui pemberitaan kebenaran dan peragaan kehidupan yang dilihat sesama. Inilah yang juga dimaksud dengan menjadi surat yang terbuka (2Kor. 3:3). Bagaimanapun sebenarnya hidup kita seperti ikan di aquarium yang dapat dilihat semua orang setiap hari. Tidak seorang pun dari kita dapat menghindarkan diri dari kenyataan ini. Hidup kita juga seperti aroma yang pasti dicium setiap orang. Apakah berbau harum atau busuk tergantung kepada masing-masing individu. Allah Bapa tidak menentukan ada orang-orang yang pasti berbau harum dan yang lain berbau busuk. Dunia di sekitar akan menjadi saksi dan bukti apakah kita pantas diakui sebagai anak-anak Allah atau bukan. Mereka akan menjadi saksi dan bukti yang jujur.

Pada hari penghakiman nanti akan terbukti apakah seseorang diperkenan oleh Tuhan atau tidak, tergantung bagaimana seseorang mengemas hidupnya, menjadi bau harum atau busuk. Bukan Allah yang menentukan. Beranggapan Allah yang menentukan berarti ia menuduh Allah sumber kejahatan. Oleh sebab itu jangan remehkan orang-orang di sekitar kita yang menjadi saksi dan bukti. Terutama perhatikan bahwa mereka yang berkekurangan adalah perwakilan Tuhan sekarang ini di bumi ini dan mereka diakui Tuhan sebagai saudara-Nya (Mat. 25:31-46). Di penghakiman nanti Tuhan mewakili mereka. Betapa menyesalnya seseorang yang memperlakukan sesamanya secara kejam dan sesuka hatinya sendiri ketika sadar di kekekalan bahwa mereka adalah perwakilan Tuhan di bumi sekarang ini. Kalau waktu bisa diputar ke belakang orang kaya yang di kisahkan dalam Lukas 16, pasti berbuat sebaik-baiknya bagi Lazarus. Tetapi semua sudah terlambat, waktu tidak bisa diputar ulang. Ia membiarkan Lazarus mati di depan matanya dan ia merasa tidak bertanggung jawab atas hal itu. Padahal setiap kita adalah penjaga bagi saudara kita, yaitu mereka yang membutuhkan pertolongan. Kalau kita bertumbuh dalam karakter Bapa, maka kita akan mengerti bagaimana seharusnya kita memikul beban orang lain.

Pada hari penghakiman akan terbukti, apakah seseorang diperkenan oleh Tuhan atau tidak, tergantung bagaimana mengemas hidupnya, menjadi bau harum atau busuk.

Tuesday 2 October 2012

Hebrews 12:1

Release your worries and concerns to Me, says the Lord. I speak of the things that nag at you and drag you down into carnal thinking. I would have you soar in the Spirit, to find freedom and joy from that which is a constant annoyance to your well-being. Make a deliberate choice to let go and trust Me, for I am assuredly with you to help you overcome every setback.

Hebrews 12:1 Therefore we also, since we are surrounded by so great a cloud of witnesses, let us lay aside every weight, and the sin which so easily ensnares us, and let us run with endurance the race that is set before us.

Menjadi Berkat

Ibadah dan pelayanan bagi Tuhan bukan hanya kegiatan di lingkungan gereja, tetapi ketika seseorang menggunakan semua potensi dalam hidupnya, baik potensi jasmani maupun rohani, bagi Tuhan itulah ibadah yang sejati (Rm. 12:1). Ibadah yang sejati atau pelayanan harus diwujudkan dalam bentuk tindakan yang tidak melukai siapa pun setiap harinya serta harus menjadi berkat. Menjadi berkat artinya melalui hidup kita, orang di sekitar kita diselamatkan. Keselamatan itu meliputi dua hal, pertama, bagi orang yang bukan umat pilihan (tidak mendengar Injil atau mendengar Injil yang salah) mereka bisa diperkenankan masuk dunia yang akan datang. Kedua, bagi mereka yang menjadi umat pilihan (yang mendengar Injil), dikembalikan pada rancangan semula. Ini berarti mereka tergiring menjadi anggota keluarga Allah dengan proses penyempurnaan menjadi seperti Tuhan Yesus. Sikap hidup orang yang menjadi berkat yang disaksikan oleh mereka yang bukan umat pilihan, membuat mereka tidak memusuhi Tuhan Yesus dan bisa berbuat kebaikan kepada orang lain atau mengasihi sesama sehingga mereka bisa diperkenan masuk dunia yang akan datang. Di pihak lain, bagi umat pilihan, bisa membuat mereka menemukan teladan dan didewasakan atau disempurnakan.

Dalam hidup orang yang menjadi berkat, persembahannya bagi Tuhan bukanlah hanya uang yang dimasukkan ke dalam amplop atau persepuluhan, tetapi segenap hidup yang dipersembahkan bagi Tuhan dengan kesadaran bahwa segenap hidup kita adalah milik Tuhan. Tidak ada yang boleh dilakukan tanpa tendensi bagi kepentingan Kerajaan-Nya. Tentu saja orang-orang seperti ini akan memperjuangkan kepentingan pekerjaan Tuhan dengan sekuat tenaga, bukan remah-remah dari milik Tuhan yang dipercayakan kepadanya. Bagi orang-orang seperti ini, mereka tidak pernah mengenal “memberi sumbangan” bagi pekerjaan Tuhan. Baginya pekerjaan Tuhan adalah seluruh hidupnya. Kehidupan seperti ini adalah kehidupan yang dipersembahkan sepenuhnya bagi Tuhan tanpa batas. Untuk menjadikan perjalanan hidup setiap hari sebagai liturgi, seseorang harus memiliki keberanian untuk menjadi berbeda dengan cara hidup manusia lain. Dan ini merupakan proses panjang dan pergumulan yang tidak mudah. Banyak orang Kristen tidak pernah mencapai level ini, sebab hidupnya diisi dengan banyak hal yang tidak menggiringnya kepada kedewasaan rohani. Untuk ini harus ada perubahan mind set yang signifikan. Agar mind setnya bisa diubah ia harus tekun mengisi pikirannya dengan kebenaran Firman Tuhan, sebab semua bersumber pada pikiran atau pengertiannya terhadap hidup.

Ibadah yang sejati harus diwujudkan dalam bentuk tindakan yang tidak melukai siapa pun setiap hari serta harus menjadi berkat.

Monday 1 October 2012

Penyembahan dan Doa yang Benar

Dualisme kehidupan adalah pola agama-agama pada umumnya, bukan pola kehidupan orang percaya. Orang yang menganut dualisme memahami penyembahan sebagai bagian dari liturgi. Padahal sebenarnya tidak demikian. Dalam teks bahasa Yunani menyembah adalah proskuneo (προσκυνέω) yang artinya memberi nilai tinggi. Penyembahannya kepada Tuhan bukan hanya diwujudkan dengan nyanyian dalam gereja, tetapi sikap hati yang permanen dalam memberi nilai tinggi kepada Tuhan lebih dari segala hal. Hal ini sifatnya batiniah, artinya berangkat dari sikap hati kemudian terekspresi dalam perbuatan konkrit. Manifestasi dari sikap hati seperti ini pasti terwujud dalam seluruh tindakan hidupnya. Hendaknya kita tidak berpikir kalau sudah mengucapkan kata “haleluyah”, terpujilah Tuhan atau Allah Maha Besar berarti sudah menyembah Allah. Sama seperti pujian dan penghormatan seseorang kepada sesama seharusnya berangkat dari hati yang mengakui nilai yang ada dalam diri sesamanya tersebut, demikian pula terhadap Tuhan. Pujian kepada manusia bisa dilontarkan dengan bibir tetapi isi hati si pemuji tidak diketahui oleh yang dipuji. Tidaklah demikian dengan Tuhan. Tuhan tahu isi hati kita. Pujian dan penyembahan yang tidak disertai dengan sikap hati yang memberi nilai tinggi bagi Tuhan adalah pelecehan bagi-Nya.

Orang Kristen yang dewasa akan mempersembahkan pujian dan penyemba­han dalam sikap dan tindakan konkrit setiap hari, yaitu cara dia bersikap terhadap dunia ini. Itulah nyanyian kehidupan yang memuat pujian dan penyembahan yang berbau harum di hadapan Tuhan. Demikian pula dengan hal berdoa. Berdoa kepada Tuhan adalah dialog yang berlangsung setiap saat tanpa henti, karena Roh Kudus diam di dalam diri kita. Itu berarti orang Kristen tidak membutuhkan kiblat, tidak membutuhkan tatacara sembahyang atau berdoa, tidak perlu menggunakan bahasa khusus dan berbagai atribut untuk menghadap Tuhan. Tidak ada jam-jam tertentu di mana Allah dapat dijumpai atau menjadi “prime time” untuk bertemu dengan Tuhan. Setiap saat adalah saat “prime time”. Dalam hal ini juga tidak ada hari-hari tertentu yang dianggap lebih dari hari yang lain untuk mengadakan liturgi. Setiap hari adalah harinya Tuhan. Lagi pula umat Perjanjian Baru yang dewasa, tidak lagi menganggap perlu ada hari raya yang harus dirayakan besar-besaran. Perayaan bagi Tuhan haruslah diselenggarakan setiap hari, bukan dengan hanya dengan liturgi dalam gereja tetapi dengan sikap hati yang menghormati Tuhan dan hal itu terekspresi dalam perbuatan konkrit setiap hari. Inilah perayaan yang Tuhan kehendaki. Tentu hal itu menyukakan hati-Nya.

Penyembahan kepada Tuhan diwujudkan dengan sikap hati yang permanen dalam memberi nilai tinggi Tuhan melebihi dari segala hal.