Selama ini banyak orang beranggapan bahwa percaya adalah sekedar
aktivitas pikiran semata-mata. Pada hal sebenarnya tidaklah demikian.
Percaya adalah pekerjaan atau usaha yang harus diselenggarakan dengan
serius yang melibatkan seluruh hidup dan pengorbanan yang dapat
merenggut seluruh hidup kita (Yoh. 6:26-29). Jadi, untuk menjadi
anak-anak Allah, seseorang harus mengusahakan atau mengerjakannya dengan
sangat sukar. Hendaknya kita tidak berpikir bahwa menjadi orang percaya
tidak membutuhkan perjuangan dan pengorbanan dengan segenap hidup.
Perhatikan, bagaimana orang percaya pada jaman penganiayaan berjuang
untuk membela dan menumbuhkan imannya. Perjuangan mereka mengisyaratkan
bahwa untuk beriman seseorang harus mempertaruhkan segenap hidup. Tuhan
Yesus tegas sekali mengatakan bahwa kita harus mengusahakan diri untuk
percaya. Kata pekerjaan dalam Yohanes 6:29 adalah ergon (ἔργον) yang
artinya juga action, deed dan bussines (tindakan, perbuatan dan bisnis
atau urusan). Ada banyak urusan dengan segala kesibukannya dalam hidup
ini, dan tidak akan berhenti sampai mati. Pertanyaannya: apakah semua
urusan tersebut bersangkut-paut dengan usaha untuk percaya. Jika tidak,
berarti tidak hidup sebagai orang percaya dan tidak berniat untuk
menjadi anak-anak Allah.
Percaya kepada Tuhan atau menjadi anak
Allah bukan sesuatu yang otomatis terjadi atau berlangsung dengan
sendirinya. Jadi, anugerah tidak berkuasa secara otomatis menyelamatkan
seseorang yang tidak sungguh-sungguh berniat untuk itu. Orang-orang
Yahudi yang mencari Tuhan Yesus sejatinya tidak bermaksud untuk percaya
atau menjadi anak Allah tetapi hanya untuk memperoleh pemenuhan
kebutuhan jasmani. Di antaranya malah berambisi menjadikan Tuhan Yesus
raja duniawi untuk memuaskan ambisi mereka sendiri membangun kerajaan
dunia (Yoh. 6:15). Orang-orang Yahudi lebih merasakan dan mempedulikan
ketegangan ekonomi, ketegangan politik, ketegangan mengurus kesehatan
daripada ketegangan menghadapi kuasa jahat yang sedang mengusahakan
berdirinya kerajaannya di bumi dan di Sorga (Lusifer yang jatuh
bermaksud merebut Sorga). Tuhan Yesus mengatakan bahwa mereka mencari
Tuhan bukan karena melihat tanda tetapi karena makan sehingga kenyang.
Mereka tidak melihat tanda (Yun. Semion; σημεῖον), tanda di sini
maksudnya adalah petunjuk arah. Dengan pernyataan tersebut Tuhan Yesus
menunjukkan bahwa mereka tidak mau tahu rencana Allah untuk keselamatan
mereka. Tetapi mereka lebih peduli dengan hidup duniawi, orang-orang
seperti ini tidak pernah menjadi anak-anak Allah.
Selama ini banyak orang beranggapan bahwa percaya adalah sekedar
aktivitas pikiran semata-mata. Pada hal sebenarnya tidaklah demikian.
Percaya adalah pekerjaan atau usaha yang harus diselenggarakan dengan
serius yang melibatkan seluruh hidup dan pengorbanan yang dapat
merenggut seluruh hidup kita (Yoh. 6:26-29). Jadi, untuk menjadi
anak-anak Allah, seseorang harus mengusahakan atau mengerjakannya dengan
sangat sukar. Hendaknya kita tidak berpikir bahwa menjadi orang percaya
tidak membutuhkan perjuangan dan pengorbanan dengan segenap hidup.
Perhatikan, bagaimana orang percaya pada jaman penganiayaan berjuang
untuk membela dan menumbuhkan imannya. Perjuangan mereka mengisyaratkan
bahwa untuk beriman seseorang harus mempertaruhkan segenap hidup. Tuhan
Yesus tegas sekali mengatakan bahwa kita harus mengusahakan diri untuk
percaya. Kata pekerjaan dalam Yohanes 6:29 adalah ergon (ἔργον) yang
artinya juga action, deed dan bussines (tindakan, perbuatan dan bisnis
atau urusan). Ada banyak urusan dengan segala kesibukannya dalam hidup
ini, dan tidak akan berhenti sampai mati. Pertanyaannya: apakah semua
urusan tersebut bersangkut-paut dengan usaha untuk percaya. Jika tidak,
berarti tidak hidup sebagai orang percaya dan tidak berniat untuk
menjadi anak-anak Allah.
Percaya kepada Tuhan atau menjadi anak
Allah bukan sesuatu yang otomatis terjadi atau berlangsung dengan
sendirinya. Jadi, anugerah tidak berkuasa secara otomatis menyelamatkan
seseorang yang tidak sungguh-sungguh berniat untuk itu. Orang-orang
Yahudi yang mencari Tuhan Yesus sejatinya tidak bermaksud untuk percaya
atau menjadi anak Allah tetapi hanya untuk memperoleh pemenuhan
kebutuhan jasmani. Di antaranya malah berambisi menjadikan Tuhan Yesus
raja duniawi untuk memuaskan ambisi mereka sendiri membangun kerajaan
dunia (Yoh. 6:15). Orang-orang Yahudi lebih merasakan dan mempedulikan
ketegangan ekonomi, ketegangan politik, ketegangan mengurus kesehatan
daripada ketegangan menghadapi kuasa jahat yang sedang mengusahakan
berdirinya kerajaannya di bumi dan di Sorga (Lusifer yang jatuh
bermaksud merebut Sorga). Tuhan Yesus mengatakan bahwa mereka mencari
Tuhan bukan karena melihat tanda tetapi karena makan sehingga kenyang.
Mereka tidak melihat tanda (Yun. Semion; σημεῖον), tanda di sini
maksudnya adalah petunjuk arah. Dengan pernyataan tersebut Tuhan Yesus
menunjukkan bahwa mereka tidak mau tahu rencana Allah untuk keselamatan
mereka. Tetapi mereka lebih peduli dengan hidup duniawi, orang-orang
seperti ini tidak pernah menjadi anak-anak Allah.
Menjadi orang percaya membutuhkan perjuangan dan pengorbanan dengan segenap hidup.